Kepala Kejati NTB, Dr Mohammad Dofir SH MH, Wakajati dan Aspidsus Kejati NTB, Eddy Harahap, saat berposes bersama awak media NTB, Senin 10 Desember 2018.
Mataram, Garda Asakota.-
Keberadaan TP4D atau yang akrab
disebut dengan Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah, saat
sekarang ini kerap disorot oleh berbagai kalangan. Saat sesi tanya jawab antara
Kajati NTB, Dr Mohammad Dofir SH MH., dengan sejumlah awak media di NTB dalam
rangka perayaan momentum Hari Anti Korupsi. Keberadaan TP4D ini, tidak luput juga
ditanyakan oleh awak media.
“Dari namanya saja, sudah muncul
sebuah asumsi bahwa TP4D ini dibentuk agar tidak ada lagi muncul yang namanya
perkara korupsi di Daerah. Hanya saja, dalam tataran kongkrit, banyak program-program
Pemerintah yang terkadang tidak berimplikasi pada lahirnya kemaslahatan bagi
publik sesuai dengan amanat Perpres 16/2018 dan TP4D justru ditengarai tidak
berfungsi untuk mengarahkannya menjadi lebih baik sehingga berdampak pada
munculnya pekerjaan-pekerjaan yang diduga gagal memberikan kemanfaatan bagi
publik. Contohnya adalah seperti yang disuarakan oleh AMPERA NTB terkait dengan
pekerjaan Sistim Jaringan Air Baku Sekeper KLU TA 2016 senilai Rp11,3 Milyar lebih
yang dikerjakan oleh PT DPM yang baru-baru ini disuarakan di Kejati NTB dan
ditengarai tidak memberikan sama sekali kemaslahatan bagi publik.
Pertanyaannya, dimana peran TP4D dalam melakukan pengawalan dan pengawasan
terhadap munculnya permasalahan seperti ini?. Jangan sampai TP4D kemudian
berfungsi menjadi tempat berlindungnya para penyelenggara program untuk
menutupi ketidakmampuan mereka dalam memberikan aspek kemaslahatan bagi
masyarakat?,” kata Imam Ahmad, Wartawan Media Garda Asakota, saat sesi tanya
jawab dengan Kajati, Wakajati, Aspidsus Kejati NTB serta jajaran Jaksa Penyidik
Kejati NTB, diruang rapat utama Kejati NTB, Senin 10 Desember 2018.
Baca Juga Berita Terkait :
Kepala Kejati NTB, Dr Mohammad Dofir
SH MH., memberikan apresiasi atas pertanyaan wartawan dan menjelaskan untuk
pengerjaan sistim jaringan air baku sekeper KLU senilai Rp11,3 Milyar TA 2016
dan dikerjakan oleh PT DPM itu, tidak didampingi oleh TP4D.
“Jadi untuk pengerjaan PT DPM ini,
berdasarkan informasi dari penyidik kita, tidak kita dampingi. Jadi keberadaan
TP4D tidak berada disana saat itu. Namun demikian, kritikan ini cukup bagus.
Kalaupun kedepannya, kita akan professional. Dan kita bukan instansi teknis.
Kedepannya kita akan mendorong agar TP4D ini bisa masuk dari awal dan mewarning
mereka agar mereka tidak menyimpang. Jadi kita masuk kesana itu, bukan menjadi
bemper mereka, tapi kita masuk kesana itu untuk meluruskan mereka, mencegah
terjadinya kongkalingkong dan lain sebagainya terkait dengan pengadaan barang
dan jasa,” tegas Kajati.
Oleh karenanya, Kajati juga
mengatakan, ketika instansi Pemerintah meminta bantuan TP4D, saat mereka sudah
melaksanakan pekerjaan mereka, maka TP4D akan melakukan pengecekan terlebih
dahulu, apakah pada proses sebelumnya ada penyimpangan atau tidak melalui
proses audit dari BPK atau BPKP.
“Baru kalau tidak ada penyimpangan
dalam proses sebelumnya, kita bisa menyatakan diri masuk untuk melakukan pengawasan.
Karena dikhawatirkan nanti, ketika kita masuk di pertengahan pekerjaan,
dikhawatirkan pada proses sebelumnya, ada terjadi tindak pidana. Oleh
karenanya, keterlibatan TP4D itu semestinya harus dimulai dari awal mulai dari
proses perencanaan, pelelangan, pengerjaan hingga prosesnya selesai,” pungkasnya.
(GA. 211*).