Oleh: Rafika, S.Pd
Lagi-lagi pikiran ini mengintip tentang kartu soal,kisi-kisi dan soal ulangan harian materi pembelajaran Editorial dengan topik ‘kejujuran’. Dalam soal yang ku buat, mulai dari pedoman penskoran yang agak sulit dirincikan, kunci jawabannya, dan analisis ulangan harian. Apakah harus menggunakan coise atau esay tes saja ?
Bagaimana cara mengoreksinya ? Tanya jawab ? Penilaian kognitif, psikomotor, dan afektif ? Penilaian diri ? Matrikulasikah ? Lagi-lagi dilematik mengusik ketenangan ku sejenak, dan menguras pikiran. Buka-buka silabus dan RPP lagi atau referen yang terkini… tetap tidak tuntas, sementara wajib ‘tuntas’ dan mencapai KKM ! Bagaimana cara mengukur tingkat kefalidan-nya ? Kerja bareng-kah ?
Hasil nyontek-kah ? Atau ada contekan ‘siluman’. Lagi-lagi konplikasi,terbentur dengan suara hati dan idealis … Dengan bermodal kehatian-hatian, ku edit dan mulai mengoreksi seluruh perangkat KBM dengan hati-hati, tanpa melibatkan ‘pengaruh hati’ ! Ku koreksi sampai tuntas dengan mengutamakan kejujuran level tinggi, objektif, tidak korupsi perasaan dan tidak berlabel kejujuran bertendensi ! Bila hendak seribu daya, jika tak hendak seribu dalih, Raja Ali Haji (Tokoh Gurindam). Dimanapun engkau berada selalulah menjadi yang terbaik dan berikan dari yang bisa kita berikan, BJ Habibie.Penggalan ini hanyalah ‘kolofon’ dari sebuah esai…
Entah Kali yang ke berapa, puluhan kali, ratusan kali, atau ribuan kali kita dihadapkan dengan pelbagai ujian . Ujian tentang ‘kejujuran’, ujian kompetensi, ulangan harian, ujian mid semester, ‘Ujian hati’,dan ujian hidup. Ujian itu harus kita jalani, dan senantiasa ‘mengekor’, bersisian dengan kita sampai akhir hayat…Suspense-nya sampai titik darah penghabisan istilahnya pejuang. Ujian kejujuran-lah yang loyal mengiringi setiap item ujian yang kita hadapi, yang kelak dimintai ‘pertanggungjawabannya’!
Setiap ujian akan berbeda tujuan, misi, moment, materi, harapan, seting, dan koda. Lalu bagaimana dengan Ujian Nasional dan Ujian sekolah ? Semua unsur pendidikan sedang dievaluasi kinerjanya ketika berlangsungnya Ujian Nasional dan Ujian Sekolah.
Ujian Nasional untuk siswa ataukah Ujian Nasional untuk guru ? keduanya simbiosis dalam kelompok dan team yang sedang dievaluasi ! Secara tersurat siswanya yang dievaluasi tetapi secara tersirat gurunya juga sedang dievaluasi kinerjanya. Seluruhnya harus dilaksanakan dalam koridor yang akurat, amanah, dan holistiknya tak lepas dari peran orang tua, masyarakat, dan lingkungan pendidikan. SMA Negeri I Bolo tetap aktif memberikan bimbingan belajar pasca Ujian Sekolah, dengan harapan ke depannya kita tidak”sport jantung” pasca Ujian Nasional. Kasek SMA Negeri I Bolo, Saidin, S.Pd M.Pd. fokus mewanti-wanti dan memberikan dorongan moril kepada siswa untuk selalu pro-aktif dan kolaboratif dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) jelang Ujian Nasional.
Tetapi jangan sampai ada pihak-pihak yang dipersalahkan dan “termarjinalkan” ketika pendidikan menunjukkan hasil yang kurang membanggakan. Hasil pendidikan yang kita capai adalah kinerja kita bersama, apapun yang kita hasilkan, harus disikapi dengan aplaus dan acungan jempol. Karena orang-orang bijak dan hebat itu, tetap menyikapi dengan ‘aplaus’ setiap ‘kegagalannya’, pun aplaus dengan ‘keberhasilannya’. And Teachers can no longer be appeased with the title “hero without reward” which is equated with being poor. Dan kita bertanggung jawab pada pengambilan keputusan bagi kehidupan pribadi kita selanjutnya, Catherine pulsifer; Filsuf.
Ketika berlangsungnya Ujian Nasional faktor psikologis anak juga sangat andil, karena kondisi psikis anak ketika evaluasi berbeda dengan saat rutinitas KBM (kegiatan Belajar Mengajar) . Tidak perlu saling “menuding” ketika hasil evaluasi kurang memuaskan, sebaliknya kita harus sama-sama “introspeksi” dan kerja ekstra agar semuanya menjadi yang terbaik dan maksimal. Satu ons pengalaman sama nilainya dengan satu ton teori; Franklin mantan presiden Amerika. Tidak ada kata gagal yang ada hanyalah terlambat; BJ Habibie. Dan keberhasilan yang luar biasa adalah implementasi dari kerja keras yang luar biasa ; Saidin, S.Pd M.Pd.
Tetapi mudah –mudahan tidak akan pernah terjadi evaluasi yang ditunggangi oleh kepentingan sesaat, karena kepentingan-kepentingan yang kontroversi akan bertolak belakang dengan tujuan pendidikan seutuhnya, dan melahirkan wacana yang merisaukan. Pendidikan itu sangat sakral karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Ketika Ujian dipolitisir sedemikian rupa, muaranya akan berpengaruh pada out put pendidikan. Maka “menetaslah” out put karbitan, asal-asalan, tidak punya value, tidak bertujuan, miskomunikasi dan pesimis.Yang rentetannya menjadi menjalarlah ke kepalsuan belaka, dan ujung-ujungnya kepada keabsahan nilai yang diperoleh siswa. Prestasi dari hasil ‘sulapan’, akan senantiasa terpinggirkan di ajang olimpiade bergengsi alias hanya akan mampu menjadi Jawara di kampung sendiri. Ibarat “Menara” tinggi dan kokoh tetapi tidak “hidup” dan tergadaikan.
Setiap tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur, melenceng dari aturan dan tataran, pada akhirnya menjadi parasit terhadap seluruh unsur yang diprogramkan. Semuanya akan merusak tatanan yang telah tersistem, binasa dan kontribusinya’Nol Besar’.
Imbasnya beresiko dan menularkan ‘kanker’ ganas yang mematikan bagi semua pelaku dan unsur pendidikan seutuhnya. Dengan tidak melakukan kecurangan dan memenej sistem dengan sempurna harus kita dukung. Harus kita hindari terjadinya kekeliruan atau kesalahan teknis ketika ulangan harian, ulangan mid semester, ulangan semester, ujian sekolah di setiap jenjang pendidikan. Pun ketika Ujian Nasional hampir tidak pernah kita temukan kesalahan teknis dalam mengetikan soal, kesalahan redaksi soal, kesalahan penggandaan soal, kesalahan penempatan data pengawas. Kekeliruan-kekeliruan kecil juga bisa merusak suasana pembelajaran, karena identik dengan amburadolnya sebuah sistem. Janganlah terbiasa melakukan kekeliruan dan kecurangan, apalagi kalau sengaja didramatisir !
Sampel yang sederhana ketika kita terbiasa membudayakan tip ex ketika evaluasi pembelajaran siswa. Penggunaan tip ex adalah estafet yang menghantarkan siswa ke pendidikan yang bersimbol “kekeliruan tersistem”. Maka jadilah out put yang “kebal” terhadap kesalahan dan hukuman. ‘Bisa karena terbiasa’ dan kekeliruan itu harus dijauhi dan dihin dari agar tidak terbentuk invidu-invidu yang kebal hukum, enteng melakukan kesalahan , dan adem menerima “umpatan” dan “cacian”. Perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama, Lao Tzu filzuf Cina. Kesalahan besar dimulai dari kesalahan-kesalahan kecil.
Semua sampel tersebut harus “menular” ke jenjang yang lebih rendah, agar menjadi sistematis dan terkoordinir.Yang pasti kitalah yang akan menjadi tilasnya. Dan Kitalah yang akan menjadi “teladan” dengan meminimalkan tradisi buruk tersebut. Bencana akibat kebodohan adalah sebesar-besar musibah bagi manusia; al-Ghazali. Dengan kecerdasan jiwalah manusia menuju arah kesejahteraan; Ki Hajar Dewantara.
Sesungguhnya perubahan mendasar justru bermula dari guru. Sebagai pribadi yang mandiri guru seharusnya merupakan orang yang paling memahami apa yang mesti ia lakukan untuk menyemai benih-benih perubahan, dan itu semua bermula dari dalam kelas. Kreativitas anak jangan sampai terpasung, tetapi biarkan merdeka seutuhnya.
Selain kemampuan dalam bidang keilmuan, guru juga harus memperkuat kemampuan personalnya yang antara lain; kemerdekaan berpengetahuan, sensitifitas kepada pengetahuan yang dibutuhkan masyarakat, kerendahan hati karena keterbatasan dirinya, dan ‘keberanian’ menegakkan kebenaran seutuhnya. Dan yang pasti bukan kebenaran yang “ bertendensi” . Mari kita bekerja lebih profesional dan memberikan yang terbaik untuk penerus, bangsa, dan Negara kita, Amin.
Pemerhati Pendidikan dan Budaya
Mengajar di SMA Negeri I Bolo
Lagi-lagi pikiran ini mengintip tentang kartu soal,kisi-kisi dan soal ulangan harian materi pembelajaran Editorial dengan topik ‘kejujuran’. Dalam soal yang ku buat, mulai dari pedoman penskoran yang agak sulit dirincikan, kunci jawabannya, dan analisis ulangan harian. Apakah harus menggunakan coise atau esay tes saja ?
Bagaimana cara mengoreksinya ? Tanya jawab ? Penilaian kognitif, psikomotor, dan afektif ? Penilaian diri ? Matrikulasikah ? Lagi-lagi dilematik mengusik ketenangan ku sejenak, dan menguras pikiran. Buka-buka silabus dan RPP lagi atau referen yang terkini… tetap tidak tuntas, sementara wajib ‘tuntas’ dan mencapai KKM ! Bagaimana cara mengukur tingkat kefalidan-nya ? Kerja bareng-kah ?
Hasil nyontek-kah ? Atau ada contekan ‘siluman’. Lagi-lagi konplikasi,terbentur dengan suara hati dan idealis … Dengan bermodal kehatian-hatian, ku edit dan mulai mengoreksi seluruh perangkat KBM dengan hati-hati, tanpa melibatkan ‘pengaruh hati’ ! Ku koreksi sampai tuntas dengan mengutamakan kejujuran level tinggi, objektif, tidak korupsi perasaan dan tidak berlabel kejujuran bertendensi ! Bila hendak seribu daya, jika tak hendak seribu dalih, Raja Ali Haji (Tokoh Gurindam). Dimanapun engkau berada selalulah menjadi yang terbaik dan berikan dari yang bisa kita berikan, BJ Habibie.Penggalan ini hanyalah ‘kolofon’ dari sebuah esai…
Entah Kali yang ke berapa, puluhan kali, ratusan kali, atau ribuan kali kita dihadapkan dengan pelbagai ujian . Ujian tentang ‘kejujuran’, ujian kompetensi, ulangan harian, ujian mid semester, ‘Ujian hati’,dan ujian hidup. Ujian itu harus kita jalani, dan senantiasa ‘mengekor’, bersisian dengan kita sampai akhir hayat…Suspense-nya sampai titik darah penghabisan istilahnya pejuang. Ujian kejujuran-lah yang loyal mengiringi setiap item ujian yang kita hadapi, yang kelak dimintai ‘pertanggungjawabannya’!
Setiap ujian akan berbeda tujuan, misi, moment, materi, harapan, seting, dan koda. Lalu bagaimana dengan Ujian Nasional dan Ujian sekolah ? Semua unsur pendidikan sedang dievaluasi kinerjanya ketika berlangsungnya Ujian Nasional dan Ujian Sekolah.
Ujian Nasional untuk siswa ataukah Ujian Nasional untuk guru ? keduanya simbiosis dalam kelompok dan team yang sedang dievaluasi ! Secara tersurat siswanya yang dievaluasi tetapi secara tersirat gurunya juga sedang dievaluasi kinerjanya. Seluruhnya harus dilaksanakan dalam koridor yang akurat, amanah, dan holistiknya tak lepas dari peran orang tua, masyarakat, dan lingkungan pendidikan. SMA Negeri I Bolo tetap aktif memberikan bimbingan belajar pasca Ujian Sekolah, dengan harapan ke depannya kita tidak”sport jantung” pasca Ujian Nasional. Kasek SMA Negeri I Bolo, Saidin, S.Pd M.Pd. fokus mewanti-wanti dan memberikan dorongan moril kepada siswa untuk selalu pro-aktif dan kolaboratif dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) jelang Ujian Nasional.
Tetapi jangan sampai ada pihak-pihak yang dipersalahkan dan “termarjinalkan” ketika pendidikan menunjukkan hasil yang kurang membanggakan. Hasil pendidikan yang kita capai adalah kinerja kita bersama, apapun yang kita hasilkan, harus disikapi dengan aplaus dan acungan jempol. Karena orang-orang bijak dan hebat itu, tetap menyikapi dengan ‘aplaus’ setiap ‘kegagalannya’, pun aplaus dengan ‘keberhasilannya’. And Teachers can no longer be appeased with the title “hero without reward” which is equated with being poor. Dan kita bertanggung jawab pada pengambilan keputusan bagi kehidupan pribadi kita selanjutnya, Catherine pulsifer; Filsuf.
Ketika berlangsungnya Ujian Nasional faktor psikologis anak juga sangat andil, karena kondisi psikis anak ketika evaluasi berbeda dengan saat rutinitas KBM (kegiatan Belajar Mengajar) . Tidak perlu saling “menuding” ketika hasil evaluasi kurang memuaskan, sebaliknya kita harus sama-sama “introspeksi” dan kerja ekstra agar semuanya menjadi yang terbaik dan maksimal. Satu ons pengalaman sama nilainya dengan satu ton teori; Franklin mantan presiden Amerika. Tidak ada kata gagal yang ada hanyalah terlambat; BJ Habibie. Dan keberhasilan yang luar biasa adalah implementasi dari kerja keras yang luar biasa ; Saidin, S.Pd M.Pd.
Tetapi mudah –mudahan tidak akan pernah terjadi evaluasi yang ditunggangi oleh kepentingan sesaat, karena kepentingan-kepentingan yang kontroversi akan bertolak belakang dengan tujuan pendidikan seutuhnya, dan melahirkan wacana yang merisaukan. Pendidikan itu sangat sakral karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Ketika Ujian dipolitisir sedemikian rupa, muaranya akan berpengaruh pada out put pendidikan. Maka “menetaslah” out put karbitan, asal-asalan, tidak punya value, tidak bertujuan, miskomunikasi dan pesimis.Yang rentetannya menjadi menjalarlah ke kepalsuan belaka, dan ujung-ujungnya kepada keabsahan nilai yang diperoleh siswa. Prestasi dari hasil ‘sulapan’, akan senantiasa terpinggirkan di ajang olimpiade bergengsi alias hanya akan mampu menjadi Jawara di kampung sendiri. Ibarat “Menara” tinggi dan kokoh tetapi tidak “hidup” dan tergadaikan.
Setiap tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur, melenceng dari aturan dan tataran, pada akhirnya menjadi parasit terhadap seluruh unsur yang diprogramkan. Semuanya akan merusak tatanan yang telah tersistem, binasa dan kontribusinya’Nol Besar’.
Imbasnya beresiko dan menularkan ‘kanker’ ganas yang mematikan bagi semua pelaku dan unsur pendidikan seutuhnya. Dengan tidak melakukan kecurangan dan memenej sistem dengan sempurna harus kita dukung. Harus kita hindari terjadinya kekeliruan atau kesalahan teknis ketika ulangan harian, ulangan mid semester, ulangan semester, ujian sekolah di setiap jenjang pendidikan. Pun ketika Ujian Nasional hampir tidak pernah kita temukan kesalahan teknis dalam mengetikan soal, kesalahan redaksi soal, kesalahan penggandaan soal, kesalahan penempatan data pengawas. Kekeliruan-kekeliruan kecil juga bisa merusak suasana pembelajaran, karena identik dengan amburadolnya sebuah sistem. Janganlah terbiasa melakukan kekeliruan dan kecurangan, apalagi kalau sengaja didramatisir !
Sampel yang sederhana ketika kita terbiasa membudayakan tip ex ketika evaluasi pembelajaran siswa. Penggunaan tip ex adalah estafet yang menghantarkan siswa ke pendidikan yang bersimbol “kekeliruan tersistem”. Maka jadilah out put yang “kebal” terhadap kesalahan dan hukuman. ‘Bisa karena terbiasa’ dan kekeliruan itu harus dijauhi dan dihin dari agar tidak terbentuk invidu-invidu yang kebal hukum, enteng melakukan kesalahan , dan adem menerima “umpatan” dan “cacian”. Perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama, Lao Tzu filzuf Cina. Kesalahan besar dimulai dari kesalahan-kesalahan kecil.
Semua sampel tersebut harus “menular” ke jenjang yang lebih rendah, agar menjadi sistematis dan terkoordinir.Yang pasti kitalah yang akan menjadi tilasnya. Dan Kitalah yang akan menjadi “teladan” dengan meminimalkan tradisi buruk tersebut. Bencana akibat kebodohan adalah sebesar-besar musibah bagi manusia; al-Ghazali. Dengan kecerdasan jiwalah manusia menuju arah kesejahteraan; Ki Hajar Dewantara.
Sesungguhnya perubahan mendasar justru bermula dari guru. Sebagai pribadi yang mandiri guru seharusnya merupakan orang yang paling memahami apa yang mesti ia lakukan untuk menyemai benih-benih perubahan, dan itu semua bermula dari dalam kelas. Kreativitas anak jangan sampai terpasung, tetapi biarkan merdeka seutuhnya.
Selain kemampuan dalam bidang keilmuan, guru juga harus memperkuat kemampuan personalnya yang antara lain; kemerdekaan berpengetahuan, sensitifitas kepada pengetahuan yang dibutuhkan masyarakat, kerendahan hati karena keterbatasan dirinya, dan ‘keberanian’ menegakkan kebenaran seutuhnya. Dan yang pasti bukan kebenaran yang “ bertendensi” . Mari kita bekerja lebih profesional dan memberikan yang terbaik untuk penerus, bangsa, dan Negara kita, Amin.
Pemerhati Pendidikan dan Budaya
Mengajar di SMA Negeri I Bolo
Post a Comment