-->

Notification

×

Iklan

Tingkat Keterpilihan Petahana Relatif Kecil, Bonggas: Mereka Sibuk di Dewan, Lupa Turun ke Masyarakat

Wednesday, March 8, 2023 | Wednesday, March 08, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-03-08T00:32:15Z


Founder Political Coach Politician Academy, Bonggas Adhi Chandra saat menyampaikan paparannya pada Diskusi Publik, Masalah dan Tantangan Pileg dan Pilkada Serentak 2024 di NTB di Hotel Lombok Astoria, Kota Mataram, Selasa Petang, (7/3).

 

 


Mataram, Garda Asakota.-

 

 

Momentum pemilihan umum (Pemilu) 2024 tinggal beberapa bulan lagi.

 

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Politician Academy, Bonggas Adhi Chandra, di tingkat DPRD Provinsi NTB, tingkat keterpilihan incumbent atau petahana itu relatif kecil sekitar 30,77%.

 

“Kalau di DPR RI rata-rata 50% itu tidak terpilih kembali. Kalau di daerah, beda-beda persentasinya. Kalau untuk DPR RI dari NTB sekitar 40% yang berhasil terpilih kembali dan sekitar 60% yang gagal terpilih kembali,” ungkap Founder Political Coach Politician Academy, Bonggas Adhi Chandra saat menyampaikan paparannya pada Diskusi Publik, Masalah dan Tantangan Pileg dan Pilkada Serentak 2024 di NTB di Hotel Lombok Astoria, Kota Mataram, Selasa Petang, (7/3).

 

 

Faktor rendahnya tingkat keterpilihan para petahana ini yang pertama, menurut Bonggas, disebabkan karena para petahana tidak bekerja setelah terpilih.

 

 

“Seperti mereka tidak turun ke lapangan, mereka tidak melancarkan program dan mereka tidak menjalankan janji-janji yang pada waktu mereka mengkampanyekan diri mereka,” bebernya.

 

 

Faktor kedua, kata Bonggas, karena para petahana tidak menjadi sarana apsirasi yang benar, kemudian hanya sibuk di Dewan saja, lupa turun ke masyarakat atau ke lapangan.

 

 

Ketiga, para incumbent ini merasa bisa menang dengan cara yang sama ketika mereka terpilih sehingga mereka tidak memperbaharui dirinya atau mengupdate strategi dan setting politik yang baru.

 

 

“Itu yang kemudian mengakibatkan mereka akhirnya tertinggal dan kalah pamor dengan para penantang-penantang baru.  Sebab bagi masyarakat mereka harus membuktikan dan mereka harus memberi bukti,” terang Bonggas.

 

 

Fenomena ini menurutnya bisa terulang kembali pada Pemilu 2024 karena selama tiga (3) kali pemilu hal tersebut sudah terjadi.

 

 

“Ini disatu sisi merupakan wake up call bagi para petahana atau incumbent yang sekarang atau pun membuka peluang bagi para penantang untuk kemudian bisa merebut kursi yang ada,” cetusnya.

 

 

Banyak langkah yang menurutnya bisa dilakukan oleh para petahana ini, beberapa diantaranya seperti aktivasi media sosial dan bisa memunculkan konten-konten yang produktif dan positif tentang dunia politik.

 

 

“Sehingga generasi Z dan millenial yang bermain media sosial ini tidak apatis terhadap proses politik. Karena hampir 60% pemilih ini nanti adalah generasi Z dan millenial,” saran Bonggas.

 

 

“Kemudian saran saya baik untuk incumbent atau petahana dapat melakukan political mapping yang lengkap,” sambungnya.

 

 

Pemetaan politik yang lengkap, menurutnya harus dilakukan sedini mungkin. Daerah-daerah basis dan daerah-daerah yang mungkin digarap itu seperti apa, harus bisa dipetakan.

 

 

“Sehingga kalau kemudian sesama partai mindsetnya harus dirubah. Harus menambah suara bukannya menjatuhkan incumbent diwilayah tersebut. Selain itu perencanaannya harus dilakukan sedini mungkin atau seawal mungkin jadi gak hanya diujung-ujungnya bermain tapi dari sekarang. Karena sekarang waktunya sudah kurang dari setahun lagi,” sarannya.

 

 

Sementara itu, Ketua KPU NTB Suhardi Soud mengatakan, bahwa untuk memulai melakukan penyegaran dalam penyelenggaraan adhoc, maka pihaknya sudah mulai menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi. 

 

 

Hal ini agar para mahasiswa dapat menjadi petugas di TPS saat Pemilu 2024. "Dengan banyak mahasiswa menjadi KPPS, maka spirit dan energi baru di tubuh petugas adhoc, agar enggak ada lagi petugas TPS yang sakit-sakitan saat pemilu berlangsung bisa mulai kita eleminir," ungkap dia.

 

 

Menurut Suhardi, saat ini jumlah penduduk yang berusia muda atau milenial dalam Pemilu 2024, angkanya mencapai 58 juta penduduk atau  setara dengan 21 persen jumlah pemilih.

 

 

Sedangkan, untuk pemilih generasi Z angkanya mencapai sekitar 74 juta atau setara dengan 27 persen. 

 

 

"Karena sudah eranya bermain media sosial. Makanya, kami juga selaku penyelenggara pemilu, mulai bermain di kanal platform, tiktok hingga Instagram," kata dia. 

 

 

Suhardi juga mendorong agar para caleg dan calon kepala daerah agar lebih banyak bermain di platform media sosial.  Hal ini, karena anak-anak muda dan masyarakat sudah banyak yang mulai megang ponsel atau handphone. 

 

 

Bahkan, pihaknya pun mulai memberdayakan influenzer. Termasuk Grup whatsapp juga akan terus disasar sebagai sosialisasi pemilu 2024.  

 

 

"Yang pasti, kami (KPU) akan memanfaatkan semua kanal media sosial untuk kita kelola  dengan baik. Ini agar upaya kita mencegah politik identitas, berita hoaks dan Sara bisa kita hindarkan di Pemilu 2024," tandas Suhardi Soud. (GA. Im*)

×
Berita Terbaru Update