-->

Notification

×

Iklan

Farin: APBD Itu Adalah Milik Bersama, Jangan Lagi Bangun Term Belanja Pokir dan Belanja Direktif

Thursday, April 28, 2022 | Thursday, April 28, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-04-28T20:30:34Z


Nauvar Furqoni Farinduan






Mataram, Garda Asakota.-


Anggota DPRD NTB, Nauvar Furqani Farinduan, mengungkapkan saatnya term pokir Dewan dan Direktif Gubernur dihilangkan dalam term APBD. Alasannya?, menurut pria yang bakal menempati posisi Wakil Ketua DPRD NTB Bidang Anggaran ini, disebabkan karena APBD itu adalah milik bersama.


"Jadi tidak boleh APBD ini dicap eksekutif sekian dan legislatif sekian. Gak boleh. Jangan kemudian ruang itu dibangun kedepannya. Sebab dalam APBD itu ada belanja, dan didalam belanja itu ada memang belanja pokir dan belanja direktif serta belanja reguler. 


Hanya saja kemudian jangan dipecah, apalagi mengatakan bahwa ini pokir dewan yang menyebabkan terjadinya divisit. Gak boleh seperti itu. Begitu pun juga sebaliknya. Karena APBD ini adalah APBD bersama koq, dan diketok secara bersama," cetus pria yang akrab disapa Farin ini kepada sejumlah wartawan, Kamis 28 April 2022.


Menurutnya, APBD NTB saat sekarang ini terdampak akibat pandemi. Akibat pandemi tersebut, menurutnya, diperparah juga oleh karena kemampuan kita yang tidak memahami apakah kita harus menghadapi pandemi ataukah kita harus mengejar capaian RPJMD kita.


"Sehingga acuan indikatornya tidak jelas, membuat proyeksi-proyeksi baik pendapatan dan belanja menjadi blunder. Karena perencanaan pendapatan dan belanja ini menjadi blunder, kemudian inilah yang mengakibatkan terjadinya defisit," ungkap Farin.


Dengan membaiknya kondisi keadaan kita saat sekarang, lanjutnya, maka kedepannya kita harus fokus untuk memperbaiki konstruksi anggaran kita.


"Kalau kita melihat konstruksi anggaran kita saat sekarang ini berdasarkan perhitungan rapat internal banggar kita, bahwa proyeksi aktualisasi kapasitas fiskal kita per April, dari potensi pendapatan kita hanya sebesar 61%. Kalau ini terjadi sampai dengan akhir tahun, maka kita kehilangan atau loss 39%. 


Nah inilah yang menjadi catatan kita harus bangkit. Jika kita ingin bangkit maka harus ada pergerakan manusia. Kondisi NTB dan semua daerah di Indonesia mengalami hal yang sama. Ditambah lagi pemerintah pusat pun menangani pandemi tanpa mereduksi pertumbuhan ekonomi kita. Nah itu yang kita lakukan di NTB. Sehingga wajar terjadi defisit," ujarnya.


Untuk segera pulih dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi ini, menurutnya, salah satu caranya adalah merubah cara berpikir kita yang masih menggunakan konstruksi pikir konvensional.


"Cara pikir konvensional itu adalah cara pikir yang menganggap bahwa pendapatan kita ini akan terus bergerak melambung. Sementara sektor pendapatan kita seperti PKB, BBNKB dan lainnya tidak termodifikasi secara baik. Kita cenderung membiarkannya secara organik bertumbuh. Acuan pendapatannya jangan terlalu konservatif. 


Harus ada sektor pendapatan-pendapatan yang lainnya yang harus dimaksimalisasi oleh Pemerintah. Sementara berbicara penjualan asset itu harus ditempatkan sebagai upaya terakhir dalam memaksimalisasi pendapatan. Kenapa?, karena daerah ini akan terus berkembang kedepannya, kalau kita menjual asset kita, maka akan sama halnya dengan kita menghilangkan investasi bagi generasi kita kedepannya," ujarnya.


Selain itu menurutnya, salah satu upaya peningkatan PAD itu adalah dengan melakukan peningkatan sektor-sektor yang memiliki potensi pendapatan.


"Nah sementara ini, alokasi keberpihakan terhadap hal itu belum terlihat. Ini yang saya katakan konservatif, atau tidak terlihat. Artinya cenderung dibiarkan berkembang secara organik saja. Kalau kita terus mengacu kepada hal itu, maka pasti kita tidak akan pernah berkembang," tandasnya. (GA. Im*)

×
Berita Terbaru Update