Mataram,
Garda Asakota.-
Boss CV JMP Kota Bima,
SEW, mendapatkan somasi dari Kuasa Hukum, Muhammad Wahidin, Al-Imran SH.,
berkaitan dengan dugaan penggunaan NPWP pribadi M Wahidin untuk dugaan
pengelabuan penyetoran pajak kepada Negara sebesar kurang lebih Rp6 Milyar atas
transaksi bisnis CV JMP dengan salah satu perusahaan sejak tahun 2016 hingga
tahun 2018.
“Klien kami sangat
terkejut ketika mendapatkan panggilan dari pihak DJP Wilayah Nusra pada 11
September 2020 lalu untuk panggilan pemberian keterangan soal transaksi bisnis
atas nama NPWP klien kami senilai Rp18 Milyar lebih. Padahal klien kami tidak
tahu menahu soal adanya transaksi bisnis yang begitu besar sehingga
meninggalkan pajak yang begitu besar hingga mencapai angka Rp6 Milyar. Dan
jelas dalam hal ini, perbuatan SEW ini sangat merugikan klien kami dan kami
minta pertanggungjawabannya untuk menyelesaikan persoalan ini dan mengganti
kerugian moril maupun materil yang kami tanggung akibat adanya masalah ini,”
tegas Al Imran SH., Kuasa Hukum yang juga menangani kasus sengketa Blok 70
Amahami Kota Bima ini kepada wartawan, Kamis 01 Oktober 2020.
Dampak dari adanya
tunggakan pajak atas nama pribadi kliennya itu, menurut Al Imran, kliennya
diblacklist oleh pihak perbankan dan tidak bisa mengajukan kredit usaha pada Bank
manapun.
“Itu semua karena
adanya tunggakan pajak miliaran rupiah ini dan sangat berdampak buruk terhadap
pribadi klien kami baik secara moral maupun secara psikis serta secara ekonomi,
klien kami diblacklist oleh semua Bank yang ada,” kata Al Imran.
Secara hukum, perbuatan
SEW yang disinyalir menggunakan NPWP kliennya secara sepihak atas transaksi
bisnisnya menurut Al Imran melanggar UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan, pasal 39 huruf a dan b.
“Tindak pidana
perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan
tentang perpajakan yang menimbulkan kerugian Negara, dimana pelakunya dapat
diancam dengan hukuman pidana,” tegasnya.
Oleh karenanya,
pihaknya meminta kepada pihak JMP agar segera memenuhi tuntutan ganti rugi yang
diderita oleh kliennya dengan segera. “Kami layangkan surat somasi atau
peringatan ini kepada pihak JMP agar dalam jangka waktu tujuh (7) hari sejak
surat ini diterima agar dapat menyelesaikan masalah ini dengan pihak kliennya.
Dan jika surat somasi ini diabaikan, maka kami akan tempuh jalur secara pidana
maupun secara perdata,” tegasnya.
Sementara itu Direktur CV. JMP, SEW, saat dikonfirmasi wartawan mengatakan pihaknya berjanji akan menyelesaikan persoalan itu. Dia menjamin tidak ada kerugian sama sekali di pihak Wahidin terkait dengan persoalan ini karena yang menyelesaikan semuanya adalah pihaknya.
"Sebenarnya angka untuk pajaknya sendiri belum ada seperti yang di sebutkan sebesar 18 milyar, itu tidak ada sama sekali," ujarnya saat dikonfirmasi wartawan.
Kemudian katanya, untuk masalah DHN (Daftar Hitam Nasional) atau Blacklist itu tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan urusan pajak karena DHN itu kredit.
"Sebenarnya untuk menjelaskan tentang persoalan ini kami telah menyerahkan kepada PH dan silahkan kalau mau dilaporpun kami nggak apa apa, silahkan," pungkasnya.
“Karena ini merupakan
informasi yang dikecualikan sesuai UU KIP, maka kami tidak bisa memberikannya,”
kata Kepala Bidang (Kabid) Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen dan Penyidikan DJP
Wilayah Nusra, Chandra Budi, kepada wartawan, Kamis 01 Oktober 2020, di kantor
DJP Wilayah Nusra, Mataram.
Chandra Budi yang saat
itu turut didampingi Kabid Humas DJP Wilayah Nusra, Dwi Joko, didampingi oleh
pihak Pelayanan DJP, Rekson, menegaskan berkaitan dengan tidak diberikannya
informasi ini kepada wartawan terkait dengan adanya penanganan permasalahan
kasus perpajakan, tidak dikarenakan pihaknya berupaya menyembunyikan adanya
kasus tersebut.
“Jadi tidak karena
adanya apa-apa. Karena memang informasi seperti ini adalah informasi yang
dikecualikan saja sesuai dengan UU KIP Pasal 34, maka tidak bisa kami beri
tahukan. Sebab ketika kami beritahukan soal ini, atau menyangkut Wajib Pajak
dan ada nama, itu tidak bisa pak, kami akan dipidana, pak. Bukan kami
menyembunyikan soal ini loh pak. Tolong dicatat. Kalau informasi secara umum
soal perpajakan, bisa saja kami beritahukan. Bapak baca saja UU nya,” elak
Chandra Budi.
Namun menurut Chandra
Budi, jika dilihat secara umum, ada yang namanya kepatuhan Wajib Pajak (WP). “WP
itu menyampaikan kewajiban perpajakannya berdasarkan sistem self assessment
atau yang bermakna WP hitung sendiri pajaknya dan melakukan pembayaran serta
pelaporan sendiri kewajiban pajaknya. Nah ditengah perjalanannya, kami punya
aturan untuk menguji kepatuhan WP, dengan salah satunya adalah melakukan
pemeriksaan dan menerbitkan surat tagihan. Dan ketika masih juga belum dibayar,
maka kami bisa melakukan langkah penyitaan atau pemaksaan dan langkah lainnya
atau langkah pidana,” jelasnya.
Kalau NPWP nya
dipergunakan oleh orang lain?. Dijelaskan Chandra Budi, konteksnya sudah masuk
kedalam wilayah perdata antara orang tersebut dengan orang yang menggunakan
NPWP nya.
“Itu masuk urusan
perdata dia dengan orang yang menggunakannya. Kita tidak bisa tau soal itu.
Yang jelas pada sisi kami, ada kewajiban pajak yang harus dia bayar, maka kita
berkewajiban untuk menagihnya,” pungkasnya. (GA. Im*)
Post a Comment