-->

Notification

×

Iklan

Diduga Gunakan NPWP Mantan Anak Buah, Nunggak Pajak Rp6 M, Boss CV JMP Disomasi

Friday, October 2, 2020 | Friday, October 02, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-10-02T02:17:23Z

 

Kuasa Hukum, Muhammad Wahidin, Al-Imran SH., 

Mataram, Garda Asakota.-

Boss CV JMP Kota Bima, SEW, mendapatkan somasi dari Kuasa Hukum, Muhammad Wahidin, Al-Imran SH., berkaitan dengan dugaan penggunaan NPWP pribadi M Wahidin untuk dugaan pengelabuan penyetoran pajak kepada Negara sebesar kurang lebih Rp6 Milyar atas transaksi bisnis CV JMP dengan salah satu perusahaan sejak tahun 2016 hingga tahun 2018.

“Klien kami sangat terkejut ketika mendapatkan panggilan dari pihak DJP Wilayah Nusra pada 11 September 2020 lalu untuk panggilan pemberian keterangan soal transaksi bisnis atas nama NPWP klien kami senilai Rp18 Milyar lebih. Padahal klien kami tidak tahu menahu soal adanya transaksi bisnis yang begitu besar sehingga meninggalkan pajak yang begitu besar hingga mencapai angka Rp6 Milyar. Dan jelas dalam hal ini, perbuatan SEW ini sangat merugikan klien kami dan kami minta pertanggungjawabannya untuk menyelesaikan persoalan ini dan mengganti kerugian moril maupun materil yang kami tanggung akibat adanya masalah ini,” tegas Al Imran SH., Kuasa Hukum yang juga menangani kasus sengketa Blok 70 Amahami Kota Bima ini kepada wartawan, Kamis 01 Oktober 2020.

Dampak dari adanya tunggakan pajak atas nama pribadi kliennya itu, menurut Al Imran, kliennya diblacklist oleh pihak perbankan dan tidak bisa mengajukan kredit usaha pada Bank manapun.

“Itu semua karena adanya tunggakan pajak miliaran rupiah ini dan sangat berdampak buruk terhadap pribadi klien kami baik secara moral maupun secara psikis serta secara ekonomi, klien kami diblacklist oleh semua Bank yang ada,” kata Al Imran.

Secara hukum, perbuatan SEW yang disinyalir menggunakan NPWP kliennya secara sepihak atas transaksi bisnisnya menurut Al Imran melanggar UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pasal 39 huruf a dan b.

“Tindak pidana perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan tentang perpajakan yang menimbulkan kerugian Negara, dimana pelakunya dapat diancam dengan hukuman pidana,” tegasnya.

Oleh karenanya, pihaknya meminta kepada pihak JMP agar segera memenuhi tuntutan ganti rugi yang diderita oleh kliennya dengan segera. “Kami layangkan surat somasi atau peringatan ini kepada pihak JMP agar dalam jangka waktu tujuh (7) hari sejak surat ini diterima agar dapat menyelesaikan masalah ini dengan pihak kliennya. Dan jika surat somasi ini diabaikan, maka kami akan tempuh jalur secara pidana maupun secara perdata,” tegasnya.

Sementara itu Direktur CV. JMP, SEW, saat dikonfirmasi wartawan mengatakan pihaknya berjanji akan menyelesaikan persoalan itu. Dia menjamin tidak ada kerugian sama sekali di pihak Wahidin terkait dengan persoalan ini karena yang menyelesaikan semuanya adalah pihaknya. 

"Sebenarnya angka untuk pajaknya sendiri belum ada seperti yang di sebutkan sebesar 18 milyar, itu tidak ada sama sekali," ujarnya saat dikonfirmasi wartawan.

Kemudian katanya, untuk masalah DHN (Daftar Hitam Nasional) atau Blacklist itu tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan urusan pajak karena DHN itu kredit. 

"Sebenarnya untuk menjelaskan tentang persoalan ini kami telah menyerahkan kepada PH dan silahkan kalau mau dilaporpun kami nggak apa apa, silahkan," pungkasnya.



Sementara itu pihak DJP Wilayah Nusa Tenggara yang berusaha diwawancarai wartawan soal adanya permasalahan tunggakan pajak dengan menggunakan NPWP pihak lainnya ini enggan memberikan tanggapannya.

“Karena ini merupakan informasi yang dikecualikan sesuai UU KIP, maka kami tidak bisa memberikannya,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen dan Penyidikan DJP Wilayah Nusra, Chandra Budi, kepada wartawan, Kamis 01 Oktober 2020, di kantor DJP Wilayah Nusra, Mataram.

Chandra Budi yang saat itu turut didampingi Kabid Humas DJP Wilayah Nusra, Dwi Joko, didampingi oleh pihak Pelayanan DJP, Rekson, menegaskan berkaitan dengan tidak diberikannya informasi ini kepada wartawan terkait dengan adanya penanganan permasalahan kasus perpajakan, tidak dikarenakan pihaknya berupaya menyembunyikan adanya kasus tersebut.

“Jadi tidak karena adanya apa-apa. Karena memang informasi seperti ini adalah informasi yang dikecualikan saja sesuai dengan UU KIP Pasal 34, maka tidak bisa kami beri tahukan. Sebab ketika kami beritahukan soal ini, atau menyangkut Wajib Pajak dan ada nama, itu tidak bisa pak, kami akan dipidana, pak. Bukan kami menyembunyikan soal ini loh pak. Tolong dicatat. Kalau informasi secara umum soal perpajakan, bisa saja kami beritahukan. Bapak baca saja UU nya,” elak Chandra Budi.

Namun menurut Chandra Budi, jika dilihat secara umum, ada yang namanya kepatuhan Wajib Pajak (WP). “WP itu menyampaikan kewajiban perpajakannya berdasarkan sistem self assessment atau yang bermakna WP hitung sendiri pajaknya dan melakukan pembayaran serta pelaporan sendiri kewajiban pajaknya. Nah ditengah perjalanannya, kami punya aturan untuk menguji kepatuhan WP, dengan salah satunya adalah melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat tagihan. Dan ketika masih juga belum dibayar, maka kami bisa melakukan langkah penyitaan atau pemaksaan dan langkah lainnya atau langkah pidana,” jelasnya.

Kalau NPWP nya dipergunakan oleh orang lain?. Dijelaskan Chandra Budi, konteksnya sudah masuk kedalam wilayah perdata antara orang tersebut dengan orang yang menggunakan NPWP nya.

“Itu masuk urusan perdata dia dengan orang yang menggunakannya. Kita tidak bisa tau soal itu. Yang jelas pada sisi kami, ada kewajiban pajak yang harus dia bayar, maka kita berkewajiban untuk menagihnya,” pungkasnya. (GA. Im*)

×
Berita Terbaru Update