Sekda NTB, HL Gita Ariadi, saat mewakili Gubernur NTB menyampaikan penjelasan terhadap pengajuan tiga buah Raperda dihadapan Rapat Paripurna DPRD NTB, Rabu 04 Maret 2020. (Foto: Humas DPRD NTB*).
Mataram, Garda
Asakota.-
Lembaga DPRD NTB, pada Rabu 04 Maret 2020, kembali
menggelar Rapat Paripurna yang mengagendakan mendengarkan penjelasan Gubernur
NTB tentang pengajuan tiga (3) buah Raperda Provinsi NTB. Dipimpin oleh Ketua
DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda dan didampingi oleh tiga (3) Wakil Ketua DPRD
NTB lainnya yakni H Mori Hanafi, H Muzihir dan H Abdul Hadi, serta dihadiri
oleh Sekda NTB, HL Gita Ariadi, Rapat Paripurna tersebut juga dihadiri oleh
anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) dan pimpinan Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) lingkup Provinsi NTB.
Apa saja tiga buah Raperda yang diajukan oleh pihak Pemprov
NTB tersebut?. Pertama, Raperda atas Perubahan Perda Nomor 04 tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika, Kedua Raperda tentang Hasil
Pengelolaan Kekayaan Negara yang dipisahkan, ketiga Raperda tentang Perubahan
atas Perda Nomor 05 tahun 2011 tentang PT Gerbang NTB Emas.
“Untuk dimaklumi pengajuan tiga buah Raperda ini merupaka
tuntutan akan kebutuhan pembangunan daerah. Urgensi dari ketiga buah raperda
ini adalah bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi pada sektor
pemerintah perlu dikelola dan diarahkan untuk mendukung reformasi birokrasi
guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan layanan public yang
efektif dan efisien,” terang Sekda NTB, HL Gita Ariadi mengawali penyampaiannya
dihadapan Rapat Paripurna DPRD NTB.
Menurutnya, bahwa beberapa pasal dari Perda Nomor 04 tahun
2014 tentang Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika dibatalkan oleh
Mendagri melalui Keputusan Menteri Nomor 188.34-3629 tahun 2016 tentang
Pembatalan beberapa ketentuan dari Perda Provinsi NTB. Dengan diundangkannya
Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2014 tentang Tata Kelola Pemerintahan Berbasis
Sistem Elektronik, perlu dilakukan penyesuaian dan penataan kembali Perda Nomor
04 tahun 2014, agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan.
Sementara itu, era otonomi daerah telah memberikan
kesempatan kepada pemerintah di daerah untuk mengembangkan berbagai inisiatif
dan inovasi lokal termasuk pengelolaan pendapatan dan keuangan daerah. Kata
Sekda, salah satu ciri keberhasilan dari suatu daerah dalam menyelenggarakan
pembangunan daerahnya adalah diukur dari instrument kemandirian dan kemampuan
keuangan daerahnya. Artinya, daerah harus memiliki kemampuan untuk menggali
sumber-sumber pendapatan dan keuangannya sendiri. Sekaligus memanfaatkan
potensi fiscal tersebut untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan pembangunan
daerah.
Pembentukan Perda tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Negara
yang dipisahkan, untuk melaksanakan ketentuan pasal 286 ayat 3 UU 23 tahun 2014
tentang Pemda yang menyebutkan bahwa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat 1 huruf a angka 3 dan lain
pendapatan daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 285 ayat 1 huruf a
angka 4 ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
“Bahwa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang meliputi pengelolaan
BUMD dan keuntungan atas kepemilikan atau penyertaan modal pada investasi
daerah dengan pihak swasta dapat dikelola secara optimal sehingga PAD dapat
meningkat secara signifikan dengan ditetapkannya Perda tersebut,” kata Gita
Ariadi.
Demikian pula halnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah
salah satu instrument penting dalam pencapaian visi misi pembangunan menuju NTB
Gemilang. Peran BUMD yang terpenting adalah bagaimana mengisi peluang-peluang
usaha ekonomi produktif yang berpotensi menjadi penopang pendapatan daerah
sekaligus juga berfungsi sebagai katalisator tumbuhnya semangat dan kegiatan
wirausaha dikalangan masyarakat.
“Dengan telah diundangkannya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemda, maka PP nomor 54 tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah dan
Permedagri nomor 37 tahun 2018 tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota
dewan pengawas atau anggota komisaris dan anggota direksi BUMD perlu dilakukan
perubahan, penyesuaian terhadap beberapa materi muatan Perda Nomor 5 tahun 2011
tentang PT GNE yang meliputi persyaratan pengangkatan direksi, dewan komisaris,
dan beberapa pasal yang terkait,” timpalnya.
Sementara ketentuan mengenai modal dasar perseroan yang
semula Rp20 Milyar diusulkan menjadi Rp80 Milyar dimaksudkan untuk meningkatkan
kapasitas usaha, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing
perusahaan. Persaingan idustri dan perdagangan yang semakin ketat membutuhkan
modal yang besar sebagai sarana dalam mengembangkan perusahaan seperti
pembiayaan pembangunan ecotel,trading comoditas, penyewaan alat berat dan pembangunan Asphalt
Mixing Plant (AMP) serta operasional perusahaan agar terus bersaing dengan
perusahaan sejenis.
“Dalam kerangka inilah Pemprov NTB mengajukan tiga buah
Raperda ini untuk dibahas dan disepakati kelayakannya menjadi Perda,”
pungkasnya. (GA. Im/Ese*).
Post a Comment