Mataram, Garda Asakota.-
Indonesia memiliki keragaman budaya yang tidak terhitung jumlahnya. Bangsa ini terdiri dari lebih dari seribu etnis, ribuan bahasa daerah, tradisi adat dan berbagai kearifan lokal lainnya. Di dalam keberagaman itu, kata Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi, sesungguhnya terdapat kekuatan. "Kebudayaan menurut pendapat saya, dapat disimpulkan sebagai instrumen relaksasi sosial, untuk mengurangi berbagai ketegangan di antara anak bangsa. Sebab di dalamnya terdapat nilai-nilai kultural yang sangat besar untuk menyatukan masyarakat," ungkap Gubernur TGB saat menjadi narasumber pada Forum Group Discussion seri 4 dan Simposium Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) di Senayan Room Residence 2 Lt.2 The Sultan Hotel Complex di Jakarta, Selasa (19/9-2017).
Di hadapan FGD yang dihadiri puluhan Jendral Purnawiran TNI,sejumlah Perwira Tinggi dari Mabes TNI, FKPPI, termasuk Mantan Pangdam IX Udayana, Letjen TNI (Purn) Kiki Syanakri tersebut, Gubernur TGB menyampaikan materi “Pendayagunaan Kearifan Lokal Dalam Memperkuat Semangat Kebangsaan”.
TGB menceritakan pengalamannya dalam memimpin NTB selama dua periode hingga saat ini. Ia menemukan banyak permasalahan sosial dan konflik diantara masyarakat yang sulit dituntaskan hanya mengadalkan instutusi penegak hukum. Dan TGB melihat hal itu lebih tepat jika institusi adat diperankan dalam menyelesaikan konflik-konflik sosial tersebut.
Menurutnya, setiap local wisdom di komunitas manapun berada, selalu terdapat 3 terminologi yang sangat mendasar, yaitu “kebijaksanaan (wisdom), pengetahuan (knowledge) dan kecerdasan (genious) yang dijadikan pedoman bersama. Jadi kearifan local, dalam pandangan Gubernur TGB, berkaitan erat dengan cara pandang tentang kerukunan, kepatutan dan keselarasan dalam menjalani kehidupan bersama. Untuk itu diperlukan tolak ukur cara pandang untuk dapat memahami betasan-batasan tentang hal-hal yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, positif atau negatif, beradab atau tidak beradab.
Di samping itu, kata dia, juga mengandung tiga asas yang implementatif, yakni asas rukun, patut, dan laras. Asas Rukun adalah suatu pedoman yang diterapkan dalam menyelesaikan segala persoalan adat. Dari kata rukun terbentuk istilah “kerukunan” yang mengandung arti bahwa isinya berhubungan erat dengan pandangan dan sikap orang menghadapi hidup bersama di dalam suatu lingkungan dengan sesamanya untuk mencapai suatu suasana hidup bersama seperti suasana rasa aman, tentram, dan sejahtera. Sementara di dalam Asas Patut, TGB menjelaskan di dalamnya mengandung nilai-nilai etika dan tatakrama yang menjadi kesepakatan kolektif. Demikian juga Asas laras, mengandung makna keselarasan sikap dan perilaku setiap individu dalam menjalani kehidupan bermasyarakat agar dapat diterima semua pihak, ungkap Gubernur TGB sembari menegaskan bahwa nilai-nilai universal inilah yang harus terus dirawat, dipahami dan dikembangkan untuk merawat NKRI.
Karena menurut Gubernur NTB dua periode ini dari nilai-nilai luhur budaya lokal inilah yang kemudian mengkristal menjadi nilai-nilai Pancasila yang mengilhami pemikiran para pendiri bangsa (founding fathers) dalam merumuskan suatu konsensus nasional yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pancasila lahir sebagai konsensus, kata TGB, digali oleh para ulama dan pendiri negara secara mendalam dari nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya dan nilai-nilai tradisi budaya lokal yang sangat beragam membentuk Nusantara dan Indonesia Jaya. Pada kesempatan tersebut, Gubernur TGB juga menjelaskan bahwa dua periode memimpin NTB, tetap menempatkan nilai-nilai agama dan budaya sebagai modal utama dalam visi misi pembangunan NTB. Jika pada periode pertama, Di dalam visi daerah terdapat kata beriman, maka di periode kedua, ditambah dengan kata beriman dan berbudaya, terangnya. (GA. Imam*)