Bima, Garda Asakota.-
Saat ini sudah banyak berdiri
Perguruan Tinggi (PT) baik swasta maupun negeri di Indonesia, mulai dari sabang
sampai merauke.
Banyak pilihan yang harus
diambil untuk menentukan perguruan tinggi mana yang akan dijadikan tempat
untuk melanjutkan jenjang S1. Tapi rata-rata biaya kuliah saat ini bisa
dibilang cukup mahal, meskipun ada bantuan seperti beasiswa dari pemerintah
baik swasta maupun negeri untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu.
Menjamurnya PT yang terbilang cukup mahal inilah, khususnya perguruan tinggi
yang mengusung program bidang Kesehatan, menjadi motivasi utama pria yang
bernama lengkap Yahya, S.KM, M. Kes,
untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi
Kesehatan yang dapat mengakomodir potensi mahasiswa Bima yang tergolong tidak
mampu.
“Motivasi awal saya mendirikan
perguruan tinggi Kesehatan tahun 2008 silam, lahir karena adanya keinginan
untuk mengakomodir anak-anak yang tidak punya kemampuan masuk Perguruan Tinggi
Kesehatan. Sebab, saya melihat bukan saja swasta, yang negeripun begitu besar
uang perkuliahan yang dikeluarkan untuk PT Kesehatan,” ucapnya mengawali perbincangan
dengan Garda Asakota di kediamannya BTN Rontu Kota Bima, Senin (16/12).
Terbesit dalam pikiran Yahya
yang saat itu tengah menempuh pendidikan S2 di Kota Makassar, kira-kira apa seh
yang bisa dibawa pulang dalam rangka mendukung Pemerintah Daerah (Pemda) pada
aspek memajukan SDM (Sumber Daya Manusia).
“Tercetuslah sebuah ide, oke
saya akan mendirikan sebuah PT yang Insya’Allah dapat terjangkau kemampuan
ekonomi orang Bima. Itulah ide awal saya, mengembangkan SDM dengan mendirikan
PT Kesehatan di Bima, dengan tidak membenani biaya kuliah yang besar. Semangat itulah yang menjadi
dasar saya, sampai hari ini,” ungkap pria yang juga Dewan Pembina Yayasan Islam
Kesehatan Masyarakat Mbojo yang menaungi STIKES Yahya di Kecamatan Woha
Kabupaten Bima ini.
Yahya mencetus ide dan
pemikirannya untuk mendirikan sebuah PT sejak awal tahun 2008 silam dengan
mengusulkan pendirian STIKES Yahya Bima dibawah naungan Yayasan Islam Kesehatan
Masyarakat Bima. Sekitar bulan April 2008, pihaknya mengajukan permohonan
pendirian PT ke Dikti. Yahya mengaku, berkas-berkas dan bahan-bahan
pengusulan-pun langsung dibawanya sendiri ke Jakarta.
“Dan Alhamdulillah dalam
prosesnya surat kami dijawab pada bulan Juni. Kami diminta perbaiki proposal,
sehingga pada sekitar bulan Juli kita
ajukan lagi. Terjawablah surat permohonan itu pada bulan September 2008,
bersamaan dengan saya menerima mahasiswa baru (Maba). Saya menganggap ini awal
dari proses pendirian PT, dan
Alhamdulillah Peguruan Tinggi yang saya dirikan ini maju pesat hingga
ada dua program Kejuruan yakni Kebidanan dan Keperawatan, yang sudah mendapat
akreditasi saat ini,” terangnya.
Suami dari Muslimah, S. Hi,
mengakui bahwa pertarungannya untuk mendirikan sebuah PT, cukup luar biasa dan
menguras energy. Di tengah kondisi itu, sekitar bulan Oktober 2008,
dirinya harus masuk kembali mengabdikan diri sebagai PNS.
Proses pengajuan ijin PT yang
begitu maksimal dilakukan, sempat terhenti, karena dirinya tidak focus
melakukan komunikasi dengan pihak Dikti.
Namun yang patut disyukurinya saat itu, bahwa dirinya turut dibantu
senior-seniornya yang betul-betul mendedikasikan waktunya dalam rangka
bagaimana STIKES Bima yang sudah mulai berkembang itu bisa berjalan seperti
layaknya sebuah PT. “Harus diakui di tengah perjalanan, terjadi rentetan
peristiwa, tapi berkat dukungan teman-teman, lebih khusus isteri tercinta.
Kebetulan saat itu ada tujuh PT yang dibawa ke Jakarta, karena bersamaan saya
minta tolong cek saya punya, di sisi lain Maba berproses. Kami ajukan
pengusulan program Keperawatan di bulan Februari tahun 2009, setelah diperbaiki
bahan-bahan usulan, dan melewati proses rekomendasi program Keperawatan mulai
Provinsi hingga Pusat.
Hingga pada bulan April 2009
kami terakreditasi,” terangnya seraya mengungkapkan bahwa proses untuk
mendapatkan status terakreditasi itu merupakan sebuah proses yang dianggapnya
pahit karena penuh dengan dinamika.
STIKES Yahya Bima, kata dia,
melaksanakan pendidikan dibawah naungan Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat
Yahya. Dirinya adalah deklator tunggal terhadap pendirian awal STIKES. Pada
awalnya diakui Yahya, nama Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Yahya, tidak
bisa diterima oleh teman-teman karena terkesan namanya Nasionalis. Dan pihaknya
terus berupaya.
Kenapa harus dibuat Yayasan
Islam Kesehatan Masyarakat, karena itu lahir dari Yahya, Yayasan adalah Ya,
Islam itu adalah agama saya, kesehatan masyarakat adalah disiplin ilmu saya.
Menjadi penggalan, sehat itu adalah H, masyarakat itu menjadi YA, lahirlah Yahya,
dan Jadilah Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Yahya.
“Dia lahir duluan dari Yahya
bukan lahir dari hasil penggalan dari pada itu. Karena Yahya adalah keinginan
saya bagaimana sekolah ini hidup, tidak lahir begitu saja karena sudah melewati
tahapan konsultasi. Saya adalah deklator tunggal pendirian dan penentuan
nama Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Yahya. Berdasarkan permohonan, Yayasan
inilah yang melahirkan SK Nomor: 184 tanggal 2 November tahun 2009,” tegasnya.
Dalam perjalannya, sambungnya Yahya,
sekitar tahun 2010, ada beberapa proses kejadian yang dianggap pengurus dan pembina
akan terjadi suatu yang dapat menghancurkan masa depan yayasan. Muncul isu
yang menghabiskan banyak energy baik moril maupun materil yang cukup
banyak. Berbagai upaya penyelamatan-pun dilakukan dalam mengembangkan STIKES
ini, sesuai dengan komitmen awalnya pihaknya mendirikan PT, dan mendedikasikan
namanya. Dari kondisi yang ada dan
dinamikan internal yang terjadi, pihaknya sebagai deklator yang
bertanggungjawab penuh dengan penyelenggaraan STIKES melakukan beberapa
tahapan diantaranya mengkonsultasikan ke pihak Kopertis agar bagaimana STIKES
Yahya tetap eksis dan tetap ada di Bima. “Upaya yang dilakukan adalah melakukan
penyelamatan terhadap SK 184 agar ijin operasionalnya tidak mati, karena
batasan ijinnya hanya dua tahun.
Jika tidak dilakukan
upaya-upaya perpanjangan dalam waktu enam bulan sebelum berakhirnya ijin maka
SK 184 itu akan mati. Dan siapa lagi yang melakukan itu, lagi-lagi saya. Dalam
rangka upaya penyelamatn mahasiswa untuk tetap menjadi mahasiswa STIKES.
Solusi konkrit dan saya katakana sebagai alternative terbaik dalam rangka
penyelamatan ini adalah kami mendirikan yayasan yang baru, secara filosofi dan
secara hitoris tidak jauh dari yayasan sebelumnya. Maka sejak tahun 2010,
bersama teman-teman yang lain kita lakukan upaya penyelamatan dengan
menghadirkan Yayasan Islam Kesehatan Mbojo,” jelasnya.
Di penghujung tahun 2010 dan
awal tahun 2011, pihaknya mencari lokasi baru STIKES Yahya di sekitar
Talabiu-Penapali Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Setelah menjaminkan SK PNS,
didapatlah lokasi sekitar 1 hektar, sehingga dapat dibangun STIKES Yahya yang
cukup representative. “Alhamdulillah berkat ijin-Nya, di tahun 2011
keluar ijin perpanjangan STIKES. Dan kami bersepakat dalam Yayasan untuk terus
meningkatkan SDM, seperti mengutus dua orang dosen untuk di-S2 kan di Mataram,
yakni saudara kami, Wahidah dan Taufik. Dan Insya’Allah di tahun depan akan
kita tingkatkan lagi,” ucapnya penuh optimis. “InsyaAllah kami akan membangun
STIKES dengan hati kami, kita tidak hidup dengan uang. Tapi kita hidup dengan
semangat,” tukasnya.
Disinggung munculnya isu
dualisme kelembagaan seperti gencar diberitakan akhir-akhir ini?, secara lugas
Yahya mengakui adanya nama STIKES Yahya Bima yang berada di Jl. Soekarno-Hatta
Kota Bima.
Hanya saja menurut
pengakuannya, perjalanan STIKES di jalan Soeta itu dengan ijin Allah hanya
efektif berjalan dua tahun. Apakah ada
upaya klaim Yayasan dari pihak lain?, diakuinya adanya upaya pengklaiman itu,
namun itu dilakukan oleh oknum yang dinilainya kecewa dengan keputusan dikeluarkan
dari STIKES. “Dan saya anggap itu hanya dinamika saja, dan saya katakan tidak
akan mempengaruhi opini, karena masyarakat sudah tahu jelas STIKES Yahya
seperti apa, kita sudah melaksanakan wisuda dua kali. Sebuah bentuk jaminan
mutu, berhasil menjalankan profesi Tri Dharma Perguruan Tinggi,” tandasnya.
Bagaimana dengan klaim saling
gugat-menggugat?, kembali pria energik ini menepisnya. “Itu tidak, tidak ada
gugatan sampai hari ini,” tepisnya. Yahya tidak menampik adanya informasi Dikti
telah mengeluarkan surat jawaban terkait dengan Yayasan Islam Kesehatan
Masyarakat meskipun pihaknya sampai saat ini belum menerima secara resmi.
“Surat itu kami sudah tahu, surat tentang jawaban Dikti atas pertanyaan
teman-teman yang merasa dirugikan tentang SK 184. Benar didalam SK itu
menyatakan bahwa STIKES dan Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Bima, dan masa
itu hanya berlaku dua tahun.
Sedangkan STIKES hari ini
berdasarkan perpanjangan ijin dan status terakreditasi, sejak tahun 2010,
STIKES Yahya Bima berada di bawah Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Mbojo.
Bagi kami surat itu tidak berpengaruh apa-apa, karena SK 184 itu sudah berakhir
masanya sejak dua tahun lalu,” tegasnya.
Menjawab status STIKES Yahya
di Kecamatan Woha Kabupaten Bima yang tidak boleh melakukan kegiatan belajar
dan mengajar, termasuk menghelat kegiatan wisuda?, pihaknya mengakatan bahwa
hal itu mungkin bisa terjadi sebelum STKES Yahya Bima mengalami perpanjangan
ijin. Dia menegaskan bahwa bahwa antara Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Bima
dan Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Mbojo adalah satu kesatuan yang utuh dan
sampai hari ini-pun dalam pelaporan pihaknya ke Dikti telah mengumumkan adanya
nama Yayasan Islam Kesehatan Masyarakat Mbojo. “Tidak mungkin Yayasan yang sama
memindahkan pada sekolah yang sama. Berdasarkan penjelasan saya. Kembali saya
tegaskan bahwa, surat Dikti itu menjawab pertanyaan dua tahun lalu tentang
status SK 184 tahun 2009, yang sudah tidak berlaku lagi hari ini.
Itu kata kuncinya,” tandasnya
seraya mengutip pernyataan pihak Dikti yang mempersilahkan pihaknya (STIKES
Yahya di Kecamatan Woha), untuk melanjutkan
dan menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. “Silahkan lanjutkan dan jangan
berhenti untuk mengabdikan diri terhadap Nusa dan Bangsa,” demikian pesan pihak
Dikti yang disampaikan kepada pihaknya.
Terkait hal itu juga, Dosen di
STIKES Yahya Woha, menegaskan bahwa secara legal dan procedural, baik ijin
perpanjangan maupun terakreditasi sudah dilakukan oleh STIKES Yahya Woha.
“Jadi, klaim benar dan salah menurut saya bukan ranahnya Dikti. Dikti tidak
bisa menghalangi apa yang dilakukan oleh STIKES Yahya Woha,” ucap Taufik, SH.
Dia menambahkan bahwa, yang menjadi ranahnya Dikti adalah yang menyangkut ijin
operasional, akreditasi bagi kampus yang dianggap layak sebagai penyelenggara
pendidikan tinggi, bantuan atau hibah bagi perguruan tinggi, dan lain-lain yang
tidak ada kaitannya dengan masalah hukum. (GA. 333/555/adv*)
Post a Comment