-->

Notification

×

Iklan

DALAM DIRI MEREKA MASIH TERDAPAT AKHLAK YANG LUHUR

Tuesday, January 29, 2013 | Tuesday, January 29, 2013 WIB | 0 Views Last Updated 2013-01-29T10:26:56Z
Oleh: Dr.Mariani, MHsaw.  
Disebabkan oleh Sunnatullah dalam pengutusan para Rasul itu dan keadaan kerusakan yang menimpa umat-umat itu dan keadaan kerusa¬kan yang menimpa umat-umat itu bersifat umum sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, maka sudah seharusnya kita membandingkan di antara umat-umat itu agar kita dapat mengetahui siapakah di antara mereka yang lebih layak menjadi
Rasul yang bersifat umum bagi seluruh manusia.Sesungguhnya siapa saja yang luas pan¬dangannya dan peneliti yang cermat serta mengetahui perbandingan di antara umta-umat niscaya dia akan mengukuhkan bahwa bangsa Arab pada masa itu adalah bangsa yang paling beruntung nasibnya dibandingkan dengan umat-umat yang lain dan yang paling jauh dari buminya dari konflik dan peperangan. Dalam diri mereka masih terdapat Akhlak yang luhur seperti; kefasikan lidah; dermawan; dan ketinggian harga diri. Mereka sama sekali tidak mau tunduk pada kekuasaan yang sewenang-wenang dan tidak mau terbelenggu dalam perbudakan. Di antara sifat-sifat keistimewaan yang menampakkan keutamaan bangsa Arab dari semua bangsa yang lain, dan sesungguh¬nya lebih layak Rasul kemanusiaan (yang diutus kepada seluruh manusia) berasal dari mereka (dan memang itulah yang terjadi), adalah Allah Swt, telah mengutus Nabi-Nya, Muhammad Saw, dari mereka. Demikian pula Allah telah menurunkan kepada Nabi-Nya itu Kitab-Nya yang menjadi penutup syariat-syariat sebelumnya dengan bahasa mereka itu (Arab) dapat dijadikan sebagai bahasa pemersatu diantara kaum Muslim. Barangsiapa yang mengatakan bahwa bangsa Arab itu adalah dahulunya bangsa yang paling buruk keadaannya di bandingkan dengan bangsa-bangsa lainya, maka sesungguhnya dia adalah seorang yang dungu dan tidak mengeta¬hui sejarah yang benar, atau dia bingung dalam membedankan antara yang paling jelek dengan yang jelek; yang paling buruk dengan yang buruk; atau, dia berpura-pura buta tentang Sunnatullah dalam pengutusan para Rasul-Nya dan memuliakan kedua telinganya dari pendengaran Nash-nash tentang pilihan dari Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi Saw. Adapun dari ayat Al-Qur’an, Allah Swt, berfirman; “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing) (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. “ (QS. Al-‘Imran: (3): 33-34). Adapun hadis Nabi Saw, adalah apa yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan At-Tirmidzi mengatakan bahwasannya ia adalah hadis Hasan, yaitu sabda beliau; “Sesungguhnya Allah memilih Kinanah dari anak Ismail, memilih Quraisy dari Kinanah, memilih dari Quraisy Bani Hasyim, dan memilihku dari Bani Hasyim. Maka, aku adalah pilihan dari pilihan.” (HR. At-Tirmidzi; dalam Sunannya: 3606; Ahmad dalam Al-Musnad: 4/107). Imam Muslim meriwayatkan di dalam shahih-nya bahwasan Nabi Saw, bersabda; “Sesungguhnya Allah menciptakan mahluk-Nya dan menjadikanku adalah sebaik-baik bangsa. Kemudian Allah memilih Kabilah-kabilah, maka Dia memilihku dalam sebaik-baik Kabilah. Kemudian Allah memilih Klan, maka Dia menjadikanku dalam sebaik-baik Klan. Maka, aku adalah sebaik-baik di antara mereka Klan dan sebaik-baik di antara mereka secara individu. “ (HR. At-Tirmidzi dalan Sunan-nya: 3532, 3607: Ahmad, dalam Al-Musnad: 1/201). Semoga Allah mencurahkan sebaik-baik shalawat dan salam kepada beliau dan keluarga beliau. Segala puji bagi Allah yang telah menampakkan agama-Nya yang lurus melalui pengutusan Rasul-Nya yang lurus Sayyidina Muhammad Saw, dan Dia telah menaklukkan musuh-musuh-Nya yang keras kepala melalui peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasul-Nya yang mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari-Nya. Sehingga, musuh-musuhnya itu mendapat kebinasaan dan dilemparkan ke dalam sumur (dalam perang Badar), kemudian mereka itu dilemparkan ke dalam Neraka Jahanam. Semoga Allah bersyalawat dan bersalam kepada Rasul-Nya dan keluarga beliau yang disucikan dari dosa sepanjang masa serta para sahabat beliau yang telah berjihat untuk menegakkan kalimat takwa sehingga mereka mendapat keberuntungan dengan masuk ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kesejahteraan. Kecendekiawaan dan aktivitas keilmuan Sayyid ‘Abdullah Dahlan _ Rahi¬mahullah_ yang terus menerus itu telah menarik perhatian para penguasa, mereka melihat tanda baik padanya, maka mereka pun mengangkatnya sebagai pengawas umum pada departemen-departemen pemerintahan, disamping sebagai Imam di Maqam Ibrahim dan pengajar di Masjid Al-Haram. Sebagaimana pula dia ditunjuk sebagai kepala distrik Zubaidah yang administrasinya terbentuk pada masa Gubernur At-Turki Usman Basy An-Nuri, dan dia menamainya Kamisum ‘Ain Zubaidah”, dan dia pula yang langsung mengontrol pembangunan distrik itu. …. Adalah Syarif Husain bin Ali, menyingkirkan pula Gubernur Makkah saat itu, Sayyid ‘Abdullah, dari administrasi Al-‘Ain karena membantu Gubernur At-Turki. Akan tetapi, meskipun semua itu, Sayyid ‘Abdullah Dahlan adalah seorang yang pemberani yang memiliki ketetapan hati, teguh dalam pendiriaanya, dan tegas, yang tidak gentar dalam menyampaikan kebenaran terhadap celaan orang yang mencela. Dia tidak segan-segan menyanggah perkataan para pejabat pemerintah, termasuk diantaranya Syarif Husein, apa yang dilihatnya sebagai kebenaran tampa merasa takut di hadapan kekuasaan Syarif Husain. Dalam setiap pertentangan ini spiritnya yang tinggi dan jiwanya yang agung engan untuk terhina dalam rumahnya sendiri dan tinggal di tengah-tengah keluarganya, sebaliknya hal itu mendorongnya untuk pergi guna memberikan manfaat kepada kaum Muslim, sebagaimana yang dilakukan oleh nenek moyangnya yang agung. Mereka adalah juru petunjuk dan kebenaran. Allah telah memilih mereka (para Rasul) untuk menerima Wahyu-Nya dan menyampaikan petunjuk-Nya. Oleh karena itu, kebutuhan mengenal mereka dan mempelajari sejarah kehidupan mereka lebih besar daripada kebutuhan ruh bagi badan dan cahaya bagi penglihatan. Sebab, tidak ada jalan untuk membedakan antara yang bagus dan yang jelek; yang baik dan yang buruk; yang batil dan yang benar; kecuali melalui mereka. Akhlak mereka; perkataan mereka; dan perbuatan mereka adalah timbangan yang tepat bagi Akhlak, perkataan, dan perbuatan. Dengan mempelajari sejarah perjalanan mereka akan dapat dibedakan antara golongan yang mendapatkan petunjuk dan golongan yang sesat. Bahkan, tidak ada jalan lain untuk mendapatkan keridhaan Allah Ta’ala dan kebahagiaan serta keberuntungan kecuali dengan mengikuti jalan mereka. Allah Swt, telah memerintahkan dalam Kitab-Nya yang mulia sejarah kehidupan Rasul-Nya, Sayyidina Muhammad Saw, sebagaimana Dia telah menceritakan sejarah kehidupan Rasul-rasul sebelum beliau agar ia menjadi pengajaran dan nasehat bagi setiap Muslim dan Muslimah. Oleh karena itu, pengetahuan tentang sejarah kehidupan Nabi Saw, termasuk kewajiban yang pertama di dalam syariat Islam dan termasuk pula perkara yang paling penting di dalam agama. Allah Swt, berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya; (21): 107). Ayat di atas sangatlah ringkas kalimatnya, tetapi padat maknanya, dekat isyaratnya, dan luas artinya. Kesimpulan mak¬nanya, bahwasannya Allah Swt, mengabarkan kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw, sesung¬guh¬nya pengutusan beliau sebagai Rasul adalah demi menjadi rahmat bagi seluruh hamba-Nya. Ayat tersebut mengandung pembatasan risalah yang khusus di dalam rahmat yang umum. Penjelasan akan hal itu tergantung pada pengetahuan tentang keadaan umat-umat dalam masa yang lahir di dalamnya penyelamat yang agung (Sayyidina Muhammad Saw,) dan bagaimana perilaku beliau terhadap mereka dan reputasi beliau di tengah-tengah mereka. Kekuatan penguasa yang kuat cenderung menguasai harta benda kaum yang lemah dan pikiran kaum cendekiawan. Mereka bersikap arogan dan merampas apa saja yang tersisa di tangan orang-orang yang bodoh. Berdasarkan tujuan-tujuan yang rendah ini, para penguasa mewajibkan pajak dan upeti. Semua ini mereka lakukan dengan mengatasnamakan Undang-undang untuk melindungi orang yang lemah dan kekejaman orang yang zalim dan seorang penguasa yang sewenang-wenang. Oleh karena itu, orang yang teraniaya tidak mengetahui siapa yang dapat menghilangkan ke-Zaliman yang menimpanya, dan orang yang mengadukan masalahnya tidak mendapatkan siapa yang mau mendengarkan keluhannya, akibatnya, kefakiran semakin merata, sementara ketakutan dan kehinaan meliputi hati orang-orang yang lemah sehingga mereka merasa tidak memiliki kebebasan pada diri mereka sendiri dan menempatkan diri mereka di bawah penguasaan para penguasa yang sewenang-wenang. Bahkan, sebagian dari mereka mengira bahwa mereka diciptakan hanyalah untuk mengabdi kepada para penguasa dan memenuhi kesenangan mereka. Demikian keadaan alam semesta ini dalam hal kehidupan sosial, pada setiap masa, keadaan yang serupa itu, bahkan lebih buruk lagi dalam kehidupan keagamaan mereka. Jalan menuju petunjuk telah tertutup pada pikiran para penguasa yang terlihat sekarang. Sebaliknya hawa nafsu telah menguasai kebenaran. Maka, mereka telah mengubah Kitab-kitab Samawi dan menggantikan hukum sesuai selera yang rendah. Kemudian, mereka melarang menggu¬nakan akal untuk mempelajari kandungan Kitab Samawi, ataupun mengkaji maknanya. Mereka membuat cerita-cerita khurafat yang merusak akidah dan ibadah mereka. Akibatnya, tersebarlah penyakit-penyakit pemujaan berhala (seperti; sihir/santet; menghalalkan untuk mendapatkan jabatan; status; harta; tahtah; wanita dan sebagainya) dan ramailah perdagangan yang menghalalkan segala cara. Kemudian kerusakan akidah dan ibadah ini diikuti oleh kerusan moral dan adat-istiadat dalam segenap lapisan masyarakat. Orang yang kuat bersikap sombong dan melakukan penindasan terhadap yang lemah, sedangkan kaum yang lemah tunduk pada tindakan sewenang-wenang orang-orang kuat itu karena kefakiran mereka. Di samping itu, rumah orang-orang kaya dipenuhi dengan kemaksiatan dan per-zinaan, yang lainnya menjalankan sistem riba dan kecanduan minuman keras dan sabu-sabu. Bukankah termasuk rahmat Allah Swt, kepada manusia, yang telah Allah menciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan membangun fondasinya berdasarkan petunjuk dan pengajaran, dengan mengutus kepada mereka pada masa itu/ini seorang (Nabi Saw,) yang menyelamatkan orang-orang yang di ambang kebinasaan dan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang sesat ?. Tentu, hal itu merupakan rahmat dari-Nya dan karunia-Nya, dan itu juga merupakan Sunnattullah bagi hamba-hambanya yang adil. Allah memilih utusan-Nya itu seorang yang paling mulia di antara kabilahnya dan yang paling baik keturunannya agar orang-orang yang terpandang dan tersesat di antara mereka tidak mengatakan, “Kita tidak sepatutnya mendengar¬kan seruan seseorang yang rendah keturunannya”. Selain itu, tidak sepatutnya bagi orang-orang yang memiliki nasab yang tinggi (berasal dari keturunan yang mulia) untuk mengkuti kelompok yang rendah nasabnya. Disebabkan oleh Sunnatullah dalam pengu¬tusan para Rasul itu dan keadaan kerusakan yang menimpa umat-umat itu bersifat umum sebagaimana yang telah disebutkan diatas, maka sudah seharusnya kita membandingkan di antara umat-umat itu agar kita dapat mengetahui siapakah diantara mereka yang lebih layak menjadi Rasul yang bersifat umum bagi seluruh manusia. Aku memohon kepada Allah agar mendapat petunjuk pada kebenaran, kesungguhannya Dia Mahamulia, Maha Pemurah, dan Maha Pemberi. Adalah dikatakan oleh Abu Thalib; “Telah terjadi di antara kami dan kalian beberapa perkara yang tidak kalian sebutkan di dalam lembaran kalian itu, maka ambillah lembaran itu barangkali kita mendapatkan apa yang bisa memperbaiki urusan kita”. Maka mereka pun mengambil lembaran itu dan meletakkannya di tengah-tengah mereka, lalu mereka berkata kepada Abu Thalib, “Telah tiba waktunya bagi kalian wahai Bani Hasyim untuk kembali dari apa yang telah kalian adakan (sesuatu yang baru) terhadap kami dan terhadap diri kalian”. Abu Thalib, menjawab pertanyaan mereka ini dengan perkataannya; “Sesungguhnya aku mendatangi kalian ini dengan suatu perkara, yang ia adalah seperti di antara kami dan kalian. Sesungguhnya anak saudaraku ini telah mengabarkan kepadaku, sedangkan dia sama sekali tidak pernah berdusta kepadaku, yaitu, bahwasannya Allah Ta’ala telah mengirimkan kepada lembaran kalian ini binatang yang telah memakan apa yang tertulis di dalamnya, yaitu pemutusan hubungan dengan keZaliman kalian secara terang-terangan terhadap kami, dan ia (binatang itu) meninggalkan setiap nama Allah Ta’ala. Maka, jika ia memang seperti yang dikatakannya, aku berharap kalian menghenti¬kan permusuhan kalian ini (terhadap kami). Demi Allah, Kami tidak akan pernah menyerahkan dia (Nabi Saw,) sehingga tidak ada lagi yang tersisa seorang pun di antara kami. Dan jika dia berdusta, maka kami akan menyerahkan dia kepada kalian, yang kalian dapat melakukan apa saja terhadapnya sesuka hati kalian ?. Mereka menjawab ; “Kami setuju”. Lalu mereka pun membuka lembaran tersebut, ternyata mereka mendapatkan persis yang dikabarkan oleh Al Mushtahfa (Nabi Saw,). Maka, orang-orang yang bijak di antara mereka menghentikan pemboikotan (terhadap Bani Hasyim) ini, dan lima orang di antara mereka ber¬upaya untuk membujuk yang lainnya menerima hal itu. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesepuluh dari kenabian beliau. Semoga Allah mencurahkan sebaik-baik shalawat dan salam kepada beliau, keluarga beliau, dan para sahabat beliau. Allah Swt, telah memuliakan hamba-Nya yang mulia itu (Nabi Saw,) dengan perjalanan agar Dia memperlihatkan kepada sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya dan mahluk-mahluk-Nya yang menakjubkan yang mene¬nangkan jiwanya karena sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yakni; “Sesungguhnya hamba ini (Nabi Saw,) yang Kami telah muliakan dengan perjalan ini, dia adalah seorang yang memiliki pendengaran dan penglihatan yang sempurna, yang dengan keduanya dia dapat memahami hakikat-hakikat semua yang didengarnya dan dilihatnya dalam perjalanan yang diberkahi ini.” Bersambung….
×
Berita Terbaru Update