-->

Notification

×

Iklan

Urus Bahan Sertifikasi, Diduga Masing-masing Guru Setor Rp50 ribu

Wednesday, April 11, 2012 | Wednesday, April 11, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-04-11T04:20:02Z
Kota Bima, Garda Asakota.-
Pungutan liar atau pungli adalah penge¬naan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanya¬kan pungli dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai perilaku Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), tetapi kenya¬taannya hal ini lazim terjadi di Indonesia. Indikasi adanya pungli, diduga mencuat di Dinas Dikpora Kota Bima. Hal ini terung¬kap ketika sejumlah oknum pegawai honorer yang mengurus sertifikasi profesi,
di institusinya para guru tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan, tahun anggaran 2011 ini terdapat kurang lebih 400 orang guru yang dinyata¬kan lolos sertifikasi profesi tersebut.
Diduga, setiap guru diwajibkan menye¬tor¬¬kan uang sebanyak Rp50 ribu. Sejumlah guru menuturkan bahwa uang Rp50 ribu tersebut diberikan kepada oknum pegawai honorer di SMA-2 Kota Bima berinisial, Dw, yang selanjutnya akan menyetorkannya ke salah satu oknum di Dikpora.
Uang itu, ungkap guru berinisial Is (guru honorer pada salah satu SMU, red) sebagai imbalan karena telah mempercepat pengu¬ru¬san legalisir sertifikasi tersebut. “Saya ikhlas memberikannya, daripada saya harus menyewa bis ke Mataram untuk mengurus ini,” akunya. Pengakuan yang sama juga diungkapkan rekan guru lainnya, inisial Ti. Guru honorer di salah satu SDN ini menga¬kui adanya penyetoran uang Rp50 ribu kepada oknum tersebut. Hanya saja, seperti penuturan rekan lainnya, dia menyetorkan uang tersebut juga secara ikhlas. “Karena merekalah yang mengurus legalisir ini, yah sekedar pengganti bensin-lah,” akunya.
Sementara itu, Sm, guru SDN lainnya, mengaku mewakili empat orang rekan guru lainnya datang ke Dikpora untuk mengurus sertifikasi, dengan menitipkan uang ma¬sing-masing Rp50 ribu. “Pemberian uang ini kami berikan untuk mempercepat ke¬pengurusan sertifikasi yang akan dilegalisir di Mataram,” katanya.
Diakuinya uang tersebut diserahkan kepada oknum Dw, agar bahan-bahan sertifikasi bisa dipercepat dan dimudahkan kepengurusannya. Ketika ditanyakan oleh sejumlah wartawan apakah Dw itu pegawai di Dinas Dikpora atau bukan, justeru Sm tidak mengetahuinya pasti. “Saya tahunya hanya memberikan uang tersebut pada dia (Dw, red) karena teman yang lainnya menyetor ke sana,” cetusnya.
Sementara itu Dw, guru honorer SMA-2 Kota Bima yang dikonfirmasi oleh sejumlah wartawan terkait dengan penyeto¬ran uang tersebut, enggan berkomentar banyak. “Maaf mas, tidak usah diperpan¬jang masalah ini. Inikan murni keikhlasan mereka, lagi pula bukan saya yang menyu¬ruh mereka menyerahkan sejumlah uang tersebut,” elaknya.
Namun saat ditanyakan apakah dia bekerja sebagai staf di Dikpora dan dugaan pungli ini berdasarkan perintah orang dalam Dikpora sendiri?, lagi-lagi Dw tidak memberikan keterangan jelas. “Sekali lagi ini, jangan dijadikan masalah,” cetusnya sembari pergi meninggalkan wartawan.
Pihak Dikpora Kota Bima melalui Kasi Sarana dan Bantuan, Gufran AH, SPd, M. Si, yang dimintai tanggapannya secara tegas menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah memerintahkan para guru sertifikasi tersebut untuk menyetorkan sejumlah uang untuk kepengurusan legalisir.
Bahkan mengantisipasi hal itu, pihaknya sudah menempelkan pengumuman di dinding, yang menegaskan bagi guru yang akan menerima sertifikasi profesi tidak dikenakan pungutan biaya. “Tidak ada pungutan biaya,” tegasnya.
Gufran juga tidak mengetahui status oknum guru di SMU-2 Kota Bima, Dw, yang menerima penyetoran uang masing-masing Rp50 ribu?. “Saya tidak tahu siapa dia, dan uang penyetoran tersebut akan dikemanakan, juga saya tidak tahu. Itu urusan mereka,” tandasnya. (GA. 334*)
×
Berita Terbaru Update