-->

Notification

×

Iklan

SK Bupati Bima No. 188/2010 Berlumur Darah dan Kobaran Api

Wednesday, January 25, 2012 | Wednesday, January 25, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-01-25T00:43:23Z
Oleh: Mukhlis Abdullah

Masyarakat Bima adalah masyarakat religius mayo¬ritas beragama Islam, masya¬ rakat Bima sangat patuh, santun dan hormat terhadap sesama walaupun berbeda agama, suku dan warna kulit, lebih-lebih terhadap yang dituakan dan dianggap tokoh, namun sebaliknya bila hak dan harga dirinya dirampas dan dihina maka akan berbalik melawan”. Aksi massa menduduki Pelabuhan Sape Bima-NTB pada Sabtu (19/12/11) diperkirakan diikuti lebih dari 5.000 orang, masyarakat memblokade menutup Pelabuhan Sape,
sehingga arus penyeberangan kapal Ferry dari Pelabuhan Sape menuju Pelabuhan Labuan Bajo terhenti, massa menuntut Bupati Bima Ferry Zulkarnain mencabut SK Bupati Bima Nomor: 188.45/357/004/2010 tentang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) dan membebaskan Adi Supriyadin yang ditahan Polres Kota Bima. Sebagaimana kita ketahui bahwa pelabuhan Sape Bima merupakan jalur laut yang mempunyai peran penting dan strategis untuk pengiriman bahan kebutuhan pokok bagi Pro¬vinsi NTT, khususnya Pulau Flores dan Pulau Sumba. Peristiwa ini menjadi berita Nasional karena dimuat oleh berbagai media cetak dan elektronik, serta menjadi perhatian para tokoh aktivis dan tokoh politik Nasional yang ingin melakukan perubahan karena tidak puas terhadap kinerja SBY-Budiono yang dianggap gagal melindungi dan mensejahterakan rakyat dan berbagai bidang lainnya.
Pada tgl 9 Maret 2011 massa mendatangi kantor Kecamatan Lambu bermaksud untuk menyampaikan aspirasi meminta kepada Camat Lambu agar menyampaikan kepada Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, untuk mencabut SK Bupati Bima nomor: 188.45/357/004/2010 ten¬tang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) tidak melakukan eksplorasi dengan cakupan luas wilayah 24.980 Ha yang terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu Sape, Lambu dan Langgudu, namun ditolak oleh Camat Lambu dengan alasan bukan kewenangannya sehingga membuat massa kecewa dan menganggap Camat Lambu arogan, massa lalu membubarkan diri.
Pada tgl 10 Maret 2011 massa kembali datang ke kantor Camat Lambu, namun dihadang oleh sejumlah preman yang diduga dibayar oleh Camat Lambu, sehingga terjadi keributan dan Polisi/Brimob melepaskan tembakan yang diarahkan kepada massa aksi sehingga membuat massa aksi bertambah marah, Polisi dilawan, dikejar membuat Polisi lari terbirit-birit ketakutan, massa membakar kantor Kecamatan Lambu, rumah dinas Camat, pada waktu itu camat dan istrinya ada dalam rumah namun berhasil menyelamatkan diri keluar melalui jendela, kendaraan dinas ludes dibakar, api berkobar membakar berbagai fasilitas pemerintah dan membakar rumah warga yang dianggap pro tambang.
Dengan terjadinya pembakaran kantor Kecamatan, rumah dinas Camat dan fasilitas pemerintah lainnya, sejumlah massa aksi yang dianggap menjadi provokator sejumlah 5 (lima) orang ditangkap diantaranya bernama Tasrif dijadikan tersangka dan ditahan di Rutan Raba Bima, 4 (empat) orang lainnya menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polisi, diantaranya Adi Supriyadin. Masyarakat Lambu Sape Bima hampir dari 1 (satu) tahun menunggu dan mengharapkan kedatangan Bupati Bima Ferry Zulkarnain untuk bertatap muka, berdialog langsung dengan masyarakat (sosialisasi), namun sampai terjadi Tragedi Lambu Sape Bima Berdarah (24/12/2011) tidak pernah mun¬cul dihadapan masyarakat Lambu Sape Bima.
Pada tgl. 3 Mei 2011, Prof. Dr. Farouk Muhammad (Anggota DPD) berdialog dengan lebih dari 300 orang warga yang mewakili masyarakat Kecamatan Lambu, terutama dari Desa Rato dan Desa Sumi apa yang menjadi akar masalah, masyarakat meminta kepada pak Farouk agar dapat membebaskan warga yang ditahan dan yang dijadikan Daftar Pencarian Orang (DPO) tidak diteruskan, serta SK Bupati Bima, Ferry Zulkarnain Nomor 188.45./357/004/2010 dicabut dan dibatalkan. Kemudian tgl. 13 Mei 2011, Prof. Dr. Farouk Muhammad, selaku anggota DPD RI mengirim surat kepada Kapolres Kota Bima, mengharapkan agar proses penyidikan terhadap kasus tersebut untuk sementara tidak diteruskan.
Harapan tersebut didasarkan atas berbagai pertimbangan, namun diabaikan oleh Polres Kota Bima. Adi Supriyadin yang menjadi DPO ditangkap dan ditahan. Masyarakat Lambu Sape Bima mendatangi Kantor Kapolres Kota Bima, menemui Kapolres Kota Bima meminta agar Adi Supriadin dibebaskan, namun diabaikan.
Pada tgl 10 Desember 2011 semua unsur masyarakat Lambu Sape Bima berkumpul di suatu tempat bernama TEMBA ROMBA (Sumur Tembaga), mereka bersepakat menolah tambang dan diberi nama Forum Masyarakat Anti Tambang ( FRAT) dan menuntut pem¬bebasan Adi Supriyadin yang ditahan oleh Polres Kota Bima. Pada tgl. 19/12/2011 masya¬rakat Lambu Sape datang berbondong-bondong membaikot pelabuhan Sape mereka menuntut; SK Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, Nomor 188.45./357/004/2010 dicabut dan Adi Supriyadin yang ditahan Polres Kota Bima agar dilepas dan dibebaskan. Pada tgl. 21 Desember 2011 bertempat di kantor Camat Sape diadakan pertemuan dialog antara Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, dengan perwakilan massa Anti Tambang yang diwakili sejumlah 8 (delapan) orang yang dimediasi oleh Wakapolda NTB, Kapolres Kota Bima, Dandim 1608 Bima, Kadis Pertambangan dan Energi, Kabag Hukum, Setda Bima, Camat Sape, Camat Lambu dan Kapolsek Sape. Dari hasil pertemuan dialog tersebut massa Anti Tambang merasa sangat kecewa dengan adanya pernyataan Bupati Bima Ferry Zulkarnain : “Kalau saya cabut izin Pertambangan maka maka saya akan masuk penjara dan saya lebih baik mati daripada mencabut SK itu. Jadi harapan saya agar massa membubarkan diri untuk tidak aksi lagi dan apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi maka saya tidak bertanggung jawab. Saya juga tahu kalian ini aksi sudah ditumpangi oleh orang yang punya kepentingan, apalagi saya dengar kalian ini dibayar untuk aksi.” Perwakilan massa anti tambang kembali bergabung dengan kawan-kawan yang menduduki pelabuhan Sape dan menyampaikan hasil dialog tersebut. Massa aksi anti Tambang terus bertahan hingga terjadi Tragedi Lambu Sape Bima Berdarah pada tgl. 24 Desember 2011. Bupati Bima Ferry Zulkarnain menganggap SK tersebut SAKRAL, ada apa, apakah telah menerima sejumlah uang dari PT. Sumber Mineral Nusantara…???
Sabtu (24/12/2011) pagi memasuki hari kelima pemblokiran kawasan pelabuhan Sape Bima oleh Front Rakyat Anti Tambang (FRAT), dibubarkan dengan paksa oleh ratusan aparat gabungan Polisi/Brimob (200 Brimob Polda NTB, 1 SSK Brimob Sumbawa, 30 personil Brimob Dompu, dan Brimob Bima) termasuk aparat Kepolisian Polresta Bima ikut mengepung, menembak dan membubarkan paksa massa aksi yang menduduki pelabuhan Sape Bima, massa pengunjuk rasa dari Front Revormasi Anti Tambang (FRAT) yang sudah lebih dari satu tahun tuntutan mereka tidak dihiraukan oleh Bupati Bima, Ferry Zulkarnain. Korban berjatuhan, dua orang massa aksi mati tertembak menurut versi Polisi yaitu Syaiful 17 th, dan Arif Rahman 18 th, menurut Komnas HAM ada tiga orang yang mati tertembak, namun menurut H. Najib Walil Ketua DPRD kabupaten Bima ada empat orang tewas yaitu Syaiful, Arif, Alamsyah dan Ismail, dan puluhan luka-luka diantaranya, Syahbuddi (31 th.) warga Desa Soro Lambu, Ilyas Sulaiman (25 th,) warga desa Rato Lambu, Ibrahim (45 th,) warga desa Sumi lambu, Awaluddin (24 th.) warga Sumi Lambu, Suhaiman (23 th,) warga desa Lambu.
Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, jelas melakukan pelanggaran, pada th. 2008 Bupati Bima Ferry Zulkarnain mengeluarkan Kuasa Pertambangan (KP) No.261 th.2008 secara diam-diam tanpa sepengetahuan anggota DPRD Kabupaten Bima, dan masyarakat yang terkena lokasi pertambangan (Lambu, Sape dan Langgudu). Pada th. 2010 Bupati Bima Ferry Zulkarnain mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Bima Nomor: 188.45/357/004/2010 tertanggal 28 April 2010 perihal Persetujuan Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP) kepada PT. Sumber Miniral Nusantara, luas lahan 24.980 Ha. Penanggung Jawab/Dirut Ir. H. Gunardi Salam Faiman, dengan alamat Tanjungn Mas Raya Blok BI/43/Lantai 2 Tanjung Barat Jakarta 12530 Telp. (021)78833475, Fax.(021)7807602.
Lazimnya bagi setiap perusahaan yang ingin melakukan kegiatan usaha disuatu daerah harus memenuhi dan melengkapi persyararatan yang telah ditentukan oleh Undang-undang maupun oleh pemerintah daerah, mengajukan proposal awal kepada Bupati, persyararatan administrasi, keterangan domisili perusahaan, tenaga teknik, amdal, dan persyarakatan finansial bukti penempatan jaminan kesunggu¬han pelaksanaan eksplorasi dan bukti pem¬bayaran harga nilai konpensasi data informasi hasil lelang. Persyaratan finansial dari perusa¬haan berupa uang deposito harus dibayar pada Bank yang ditunjuk oleh Bupati dan dana reklamasi untuk perbaikan lingkungan yang rusak akibat operasional perusahaan harus masuk kekas daerah dan menjadi APBD.
Undang-Undang RI No:41 Th. 1999 Tentang Kehutanan Ps. 50 (3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi bahan tambang didalam kawasan hutan tanpa ijin meteri. Ps. 78 (6) Barang siapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimakssud Ps.50 ayat (3) huruf g diancam dengan Pidana Penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 5 milyar.
Apakah PT. Sumber Mineral Nusantara telah memiliki ijin dari Menteri Kehutanan patut dipertanyakan. Undang-undang RI No. “ 4 Th. 2009 Pertambangan, Mineral dan Batubara Ps. 165 Setiap orang yang mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang bertentangan dengan Undang-undang No. 4 Th. 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara menyalah¬gunakan wewenangnya diberi sanksi pidana dua tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Kini Masyarakat Bima NTB menuntut :
1. PENEGAKKAN HUKUM DAN KEADILAN !
2. SEGERA MENCABUT DAN MEMBATALKAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN NO.:185/45/357/004 /2010 PT. SUMBER MINERAL NUSANTARA (SMN), KEMBALIKAN TANAH RAKYAT dan BEBASKAN ADI SUPRIYADIN DARI TAHANAN.


*Penulis: Warga Bima, tinggal di Jakarta
×
Berita Terbaru Update