-->

Notification

×

Iklan

Kompak NTB Desak Kejati Selidiki Dugaan Konspirasi Pengaturan Pemenang Lelang ‘Raba Seme’ Rp2,4 M Lebih

Wednesday, December 5, 2018 | Wednesday, December 05, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-12-05T00:36:10Z

Ketua Kompak NTB, Arif Kurniadin alias Gebi, saat menyampaikan orasi di depan Kantor Kejati Provinsi NTB, Selasa 04 Desember 2018.

Mataram, Garda Asakota.-

Dugaan pengaturan pemenang lelang dalam suatu tender proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah bukan lagi menjadi sesuatu hal yang aneh bagi publik untuk didengar. Hal itu bisa saja terjadi, ketika norma-norma atau-atau kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar ketentuan pelaksanaan lelang cenderung diabaikan oleh Panitia Pelelangan Barang dan Jasa Pemerintah.

Dalam ketentuan peraturan tentang pengadaan barang dan jasa pun, hal ini sudah diatur secara tegas dalam pasal yang mengatur tentang Larangan Korupsi, dan Nepotisme (KKN), persekongkolan serta penipuan dengan menegaskan “peserta dan pihak yang terkait dengan pengadaan berkewajiban untuk mematuhi etika pengadaan dengan tidak melakukan tindakan sebagai berikut seperti melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur hasil pelelangan sehingga mengurangi, menghambat, memperkecil, meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan pihak lain,”.

“Tindakan seperti itu selain bisa digugat secara perdata, pelaporannya pun bisa dilakukan secara pidana kepada pihak yang berwenang,” tegas Ketua Komando Pemuda Anti Korupsi (Kompak) Provinsi NTB, Arif Kurniadin, usai menggelar orasi saat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi NTB, Selasa 04 Desember 2018.

Sejumlah Aktivis Kompak NTB saat diterima oleh Kasi Humas Penkum Kejati NTB, Dedi Irawan SH MH.

Permasalahan ini yang menurutnya sempat terindikasi muncul dan menguat saat pelaksanaan proses pelelangan paket pekerjaan Daerah Irigasi (DI) Pengairan ‘Raba Seme’ Kecamatan Sape TA 2018 senilai Rp2,4 Milyar lebih yang dimenangkan oleh CV Cahaya.
Menurut pria yang akrab disapa Gebi ini, pada proses pelelangan paket pekerjaan DI Pengairan ‘Raba Seme’ Kecamatan Sape tersebut, diikuti oleh empat (4) Perusahaan yakni CV Nusantara Satu dengan nilai penawaran Rp2,478 Milyar, CV Fajar Indah dengan nilai penawaran Rp2,475 Milyar, CV Cahaya dengan nilai penawaran Rp2,467 Milyar, dan satunya lagi yakni CV Al-Qaedah dengan nilai penawaranyang sangat jomplang dari yang lainnya yakni sebesar Rp2,249 Milyar.

“Dua perusahaan yakni CV Nusantara Satu, CV Cahaya yang memiliki penawaran dengan selisih yang cukup signifikan itu kami tengarai dimiliki oleh satu orang orang. Hal ini terlihat dari data pengurus badan usaha yang ditengarai dimiliki oleh orang yang sama. Sehingga patut diduga ada pengaturan terlebih dahulu dalam memuluskan perusahaan ini untuk memenangkan paket lelang. Jika merujuk pada kaidah aturan yang ada, mestinya Panitia saat itu harus melakukan verifikasi yang detail terhadap pemilik perusahaan-perusahaan itu dan harusnya memberikan sanksi menggugurkan atau mendiskualifikasi dan atau memblack list perusahaan-perusahaan yang melanggar etika pelelangan, namun hal itu tidak dilakukan oleh panitia lelang,” jelasnya.

Disamping itu, lanjut Gebi, pihak Inspektorat Kabupaten Bima harus melakukan penghentian pelaksanaan pekerjaan tersebut jika dijumpai dalam proses pelaksanaan tender itu ditemukan adanya dugaan pelanggaran ketentuan peraturan Perundang-undangan, seperti dugaan pelanggaran Pasal 22 Perpres 16/2018 tentang larangan mengumumkan Rencana Umum Pengadaan (RUP) pelelangan sebelum adanya persetujuan atau penetapan APBD oleh Legislatif dan Eksekutif.

“Apa yang mereka lakukan itu adalah mengadopsi ketentuan yang dilakukan di APBN. Di APBN itu ada istilahnya pelelangan Pra DIPA sebagaimana diatur dalam Permen. Tetapi di APBD, tidak pernah dibuat aturan melelang terlebih dahulu paket pekerjaan sebelum APBD ditetapkan. Sehingga pejabat pengadaan di daerah itu harus tetap mengacu secara utuh apa yang diatur didalam Perpres. Sepanjang tidak diatur melalui Peraturan Kepala Daerah menyangkut pelelangan mendahului DPA, maka acuan hukumnya harus tetap mengacu kepada Perpres 16/2018,” tegas Gebi.

Menyikapi desakan sejumlah aktivis Kompak ini, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi NTB melalui Kasi Humas Penkum Kejati, Dedi Irawan SH MH., menyambut baik apa yang disampaikan kepada pihaknya.

“Kami apresiasi apa yang disampaikan oleh teman-teman Kompak. Tapi sebagai pijakan bagi kami untuk menindaklanjuti apa yang disampaikan ini, kami minta laporan yang disertai dengan dokumen-dokumen pendukung awalnya. Kalau laporannya sudah masuk, maka jelas akan kami tindaklanjuti laporannya,” kata Dedi Irawan kepada sejumlah aktivis ini.

Sementara berkaitan dengan pembahasan dan proses pelelangan paket pekerjaan yang diduga mendahului penetapan APBD, Dedi, secara tegas menyatakan bahwa hal itu adalah merupakan suatu pelanggaran yang terkategorikan kedalam pelanggaran administratif.

“Memang gak boleh, pelanggaran itu. Tapi pelanggaran administratif, bukan kewenangan Aparat Penegak Hukum. Ada yang namanya APIP yang melakukan pemeriksaan internal. Bisa saja itu dibatalkan karena tidak sesuai dengan peraturan perundanga-undangan yang ada,” pungkasnya. (GA. 211*).

×
Berita Terbaru Update