Wakil Ketua DPRD NTB, H Abdul Hadi, saat mengetes kemampuan berbahasa asing dari calon pekerja migran yang dilatih di BLK Swasta yang dikelola oleh PT PDS Surabaya, Kamis 11 Oktober 2018
Surabaya,
Garda Asakota.-
Sektor ketenagakerjaan saat
sekarang ini semestinya menjadi tempat prioritas yang harus diperhatikan oleh
Pemerintah Provinsi NTB, disaat banyak warga masyarakat mengeluhkan sulitnya
mendapatkan pekerjaan didalam Negeri. Alternatif bekerja di Luar Negeri menjadi
solusi yang menggembirakan bagi semua pihak dalam mengurangi angka
pengangguran. Hanya saja, Pemda perlu melakukan langkah-langkah perbaikan
sistem dan prosedur serta mekanisme penempatan, pelatihan serta perlindungan
yang terintegrasi dengan baik dalam melakukan penempatan pekerja migran
kedepannya.
“Kehadiran Balai Latihan Kerja
(BLK) yang pengelolaannya dilakukan dengan baik serta professional baik oleh
Pemerintah maupun oleh pihak Swasta menjadi suatu hal yang sangat penting dan
sangat diimpikan untuk segera dilakukan oleh Pemda dalam mengurai benang kusut
meningkatnya angka pengangguran di daerah. Meski di NTB sudah ada BLK, namun
hingga kini pengelolaannya belum maksimal. Padahal kunci sukses pekerja migran
ke Luar Negeri itu ada pada aspek pelatihan dan penggemblengan yang dilakukan,”
ujar Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB, H Abdul Hadi, usai meninjau BLK Swasta yang
dikelola secara professional oleh PT Prima Duta Sejati Surabaya, Kamis 11 Oktober
2018, bersama dengan Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB, HMNS Kasdiono, Forum Wartawan DPRD NTB, dan Kepala BP3TKI Provinsi NTB, Joko Purwanto.
Saat meninjau BLK Swasta yang dikelola oleh PT PDS, Rombongan Wakil Ketua DPRD NTB yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB, cukup terkagum-kagum melihat model pelatihan pekerja migran yang dilakukan oleh BLK Swasta baik dalam aspek bahasa asing maupun dalam aspek ketrampilan serta budaya yang sesuai dengan Negara Tujuan Penempatan. Sehingga dengan kemampuan berbahasa asing yang baik, para pekerja migran ini, mampu berkomunikasi dengan baik dengan para pemberi kerjanya di Luar Negeri. Tidak hanya berbahasa asing yang dilatih, para pekerja migran ini, sebelum ditempatkan juga dilatih terlebih dahulu dengan kemampuan-kemampuan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan serta budaya masyarakat yang akan mereka hadapi di Luar Negeri sana.
Saat meninjau BLK Swasta yang dikelola oleh PT PDS, Rombongan Wakil Ketua DPRD NTB yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB, cukup terkagum-kagum melihat model pelatihan pekerja migran yang dilakukan oleh BLK Swasta baik dalam aspek bahasa asing maupun dalam aspek ketrampilan serta budaya yang sesuai dengan Negara Tujuan Penempatan. Sehingga dengan kemampuan berbahasa asing yang baik, para pekerja migran ini, mampu berkomunikasi dengan baik dengan para pemberi kerjanya di Luar Negeri. Tidak hanya berbahasa asing yang dilatih, para pekerja migran ini, sebelum ditempatkan juga dilatih terlebih dahulu dengan kemampuan-kemampuan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan serta budaya masyarakat yang akan mereka hadapi di Luar Negeri sana.
Menurut Wakil Ketua Komisi V DPRD
NTB Bidang Ketenagakerjaan, HMNS Kasdiono, UU Nomor 18 Tahun 2017 telah mengatur tentang kewajiban Pemerintah untuk mengoptimalisasikan pembentukan BLK
Pemerintah maupun Swasta. “Karena investor-investor ketenagakerjaan dari pihak
swasta di NTB belum melirik untuk membentuk BLK, maka yang kita dorong adalah
Pemerintah,” tegas pria yang dikenal memiliki concern yang tinggi terhadap
aspek ketenagakerjaan di daerah ini.
Pihaknya mengaku fokus pemerintah saat sekarang ini masih dalam upaya mendorong dalam aspek penyediaan fasilitas pelatihan tenaga kerja domestik dalam menghadapi kehadiran KEK Mandalika di Lombok Tengah. “Sehingga kami sangat berharap dengan ketersediaan lahan yang ada tersebut, pemerintah juga ikut mengoptimalkan hadirnya BLK yang juga ikut melatih para pekerja migran kita yang akan bekerja ke luar negeri,” timpalnya.
Sementara itu, Owner dan Pengelola BLK Swasta PT PDS, Maxixe
Mantofa kepada wartawan mengatakan pihaknya telah mendirikan perusahaan di
bidang jasa tenaga kerja indonesia (PJTKI) di Surabaya sejak tahun 1999 silam.
Menurutnya, selain aspek legalitas pekerja migran itu yang menjadi aspek utama
yang harus diperhatikan oleh semua pihak yang bergelut di dunia pekerja migran
ini. Ada juga aspek lainnya yang juga harus diperhatikan.
“Jika pekerja migran itu
diberangkatkan secara legal, maka jaminan keselamatannya pun akan terjamin.
Apalagi secara hukum, penempatan pekerja migran ke Negara Penempatan itu tidak
dilakukan secara serampangan, karena penempatan pekerja migran harus juga
melihat salah satu aspeknya yakni Negara Penempatan harus memiliki suatu
regulasi atau Undang-undang yang menjamin tentang keselamatan pekerja migran,
jaminan kesehatan pekerja migran, dan adanya MoU antar kedua negara,” terang
Mantofa kepada sejumlah wartawan.
Maka aspek lain yang paling penting
juga, lanjut Mantofa, adalah yang berkaitan dengan aspek pelatihan para pekerja
migran pra penempatan. “Kunci kesuksesan pekerja migran di Luar Negeri itu ada
pada pelatihan. Jika pelatihannya bagus, maka para pekerja migran ini akan
sukses menjalani pekerjaannya di Luar Negeri. Jika pelatihannya kurang bagus,
maka hasilnya juga tidak akan bagus,” cetusnya.
Belajar dari moratorium pekerja
migran di Arab Saudi dan Timur Tengah, kata Mantofa, sudah semestinya aspek
perbaikan dan peningkatan fasilitas serta pengajaran dalam pelatihan pekerja
migran harus ditingkatkan lagi. “Semuanya kembali kepada faktor pelatihan. Kita
tidak semestinya menyalahkan Negara penempatan seperti Negara Arab dan Timur
Tengah akibat lahirnya kebijakan moratorium. Sudah saatnya kita melakukan perbaikan
dan peningkatan didalam sistem dan mekanisme rekruitmen dan pelatihan pekerja
migran kita. Saya sudah mencoba menggembleng hampir 350 orang pekerja migran ke
Jeddah dan hampir 100 persen mengalami kesuksesan tanpa mengalami penyiksaan,
pemerkosaan dan tanpa ada yang mengalami kegagalan. Bahkan gaji yang mereka
dapatkan ditambah 10 persen hingga 15 persen,” ujarnya meyakinkan.
Yang harus diperbaiki itu, kata Mantofa,
adalah perspektif bangsa kita sendiri atau pengusaha kita sendiri yang selama
ini cenderung memandang pekerja migran kita hanya sebagai komoditas saja untuk
meraih keuntungan semata. “Jadi kalau Pemerintah NTB memiliki jatah penempatan
di Negara Arab dan Timur Tengah, percayakan kepada kami, biar kami yang
berangkatkan, saya jamin tidak akan ada kegagalan. Sebab kunci dalam mengirim
pekerja migran itu ada pada pelatihan dan pengenalan budaya di Negara
Penempatan,” pungkasnya. (GA. Ese*).