-->

Notification

×

Iklan

Stagnasi Bima Ramah dan Ancaman Masa Depan

Saturday, September 1, 2018 | Saturday, September 01, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-09-01T01:28:22Z
Oleh: Hazairin AR.

Mandeknya implementasi Bima Ramah sebagai sebuah visi yang diusung Kepala Daerah tak kunjung nampak pada misi maupun program. Padahal, pemerintahan Bupati dan Wabup Bima dibawah asuhan IDP-DAHLAN (Hj. Indah Dhamayanti Putri dan Drs. H. Dahlan M. Nur) hampir memasuki usia 3 Tahun. Kemandekan implementasi misi dan program Bima Ramah tidak bisa lagi dilihat pada aspek mandulnya cara berfikir Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah sebagai pejabat politik. Tetapi telah meluas menjadi problematika Pemerintahan sebagai satu kesatuan sistem.

DPRD yang turut serta sebagai bagian langsung dari sistem penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah entitas legislatif yang patut di tuntut untuk ikut bertanggung jawab. Tanggung jawab dalam pengertian kecerdasan memberikan solusi. Tanpa DPRD memberikan solusi, lantas atas dasar apa rakyat percaya dan memilihnya kembali? Yang terjadi dalam permukaan yakni pemerintah terlihat bekerja selama tiga Tahun ini, padahal pekerjaan itu tanpa pikiran, tanpa arah, bahkan kehilangan kendali.

Pemerintah Daerah melalui kuasa otonom Kepala Daerah, baru pantas disebut berfikir karena ada kemampuan membuat terobosan strategis untuk menjawab berbagai prolem internal maupun eksternal yang terjadi. Kemampuan menjawab probelm internal bisa diukur dari kemampuan membangun tata kelola birokrasi. Fakta menunjukan bahwa internal birokrasi justeru kian menuai kisruh.

Kekisruhan internal birokrasi membawa dampak keterpurukan pelayanan publik pada satu sisi, dan disisi lain menjelaskan posisi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mengendalikan pemerintahan tanpa manajemen kepemimpinan.

Dalam perspektif eksternal, situasi publik kian kacau dan tidak terkontrol, itu juga potret buram manajemen kepemimpinan. Membangun masyarakat berarti membangun tatanan yang beradab, berbudi luhur, bermental kuat, bersemangat maju. Rakyat tidak boleh dilayani atas dasar senang dan tidak senang, sebab prinsip kepemimpinan tak lain bahwa pemimpin ada untuk semua tanpa kecuali.

Kalau hanya menghabiskan APBD Rp1,8 TRILIUN perTahun, semua orang bisa. Padahal penggunaan APBD yang tidak memberi dampak pada kebaikan hajat hidup publik adalah penyimpangan melampaui korupsi dari sisi teori. Yang terjadi adalah manajemen pemerintahan sarat praktek korup, tanpa perlu menunggu pembuktian di meja peradilan. Korupsi model itu disebut korupsi yang lengket pada mentalitas aparatur pada semua tingkatan.

Ancaman dimasa Datang.

Krisis kepemimpinan adalah akar dari segala krisis. Pemimpin yang krisis identik pemimpin tanpa keteladan dan pemimpin tanpa keputusan.

Bisakah diatasi?
Bisa, sepanjang ada ketaatan etis dari partai politik sebagai salah satu rumah rekruitmen kepemimpinan dan kesadaran moral publik untuk rela berkata jujur dalam memberikan penilaian.

Tanpa itu, daerah akan berkutat pada problem yang sama dengan mendatangkan krisis baru seperti kekeringan sumber mata air dan kekeringan sumber mata pencaharian. Dari situ ledakan sosial tidak bisa lagi dihindari.

Waktu yang tersisa, kiranya dapat menjadi momentum pembenahan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk merumuskan kebijakan strategis yang patut dibanggakan di sisa usia Kepemimpinan meski harus membayar mahal ahli untuk membantu merumuskan kebijakan yang bisa mengembalikan marwah Bima Ramah sebagai rumah kebahagiaan bagi kepentingan rakyat Bima tanpa kecuali.*
Penulis, putra Bima tinggal di Jakarta
×
Berita Terbaru Update