Ketua Bawaslu NTB, Muhammad Khuwailid, S.Ag., MH.
Mataram, Garda Asakota.-
Pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah
yang digelar secara serentak pada tanggal 27 Juni 2018 di Provinsi NTB yakni di
tingkatan Pemilihan Gubernur, Bupati Lombok Timur, Bupati Lombok Barat, dan Walikota
Bima telah berakhir dengan sukses, tertib, lancar dan kondusif. Namun demikian,
meski tidak diwarnai oleh gejolak, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Provinsi NTB menemukan adanya sejumlah dugaan pelanggaran baik yang dilakukan
pada masa tenang dan pada saat proses pencoblosan pada tanggal 27 Juni 2018.
Kepada sejumlah wartawan, Ketua
Bawaslu Provinsi NTB, Muhammad Khuwailid, S.Ag., MH., mengaku bersyukur karena
proses pelaksanaan Pilkada di NTB berjalan kondusif, tertib dan tidak terjadi
hal-hal yang menonjol. Meski demikian, pihaknya mengaku masih menemukan
beberapa dugaan pelanggaran yang terjadi pada masa tenang dan pada saat proses
pencoblosan 27 Juni 2018.
“Ditemukan di Desa Kerembong
Kecamatan Janapria Lombok Tengah adalah adanya pembagian paket sabun, tasbih
dan jilbab berwarna coklat disertai stiker salah satu Paslon pada saat masa
tenang tanggal 26 Juni 2018. Kemudian ada juga ditemukan 17 jilbab yang berwarna
hijau di Desa yang sama di Lombok Tengah. Dan di Desa Landah Kecamatan Praya
Timur Lombok Tengah, juga ditemukan adanya pembagian paket sabun juga. Sedang
dilakukan penanganan pelanggarannya. Pada kasus pelanggaran tersebut belum
disimpulkan apakah masuk pada aspek pidana yang dilakukan oleh orang per orang
ataukah dilakukan oleh Tim. Karena masih ditangani oleh Panwas di Kabupaten,”
terang pria kelahiran Desa Darek Kecamatan Praya Barat Lombok Tengah ini kepada
sejumlah wartawan, Kamis 28 Juni 2018, di Kantor Bawaslu NTB, Jalan Udayana
Kota Mataram.
Sementara berdasarkan hasil rekapan
pengawasan pihak Bawaslu NTB, pada saat proses pencoblosan 27 Juni 2018, pihaknya mengaku masih menemukan
beberapa dugaan kekurangan dan pelanggaran seperti masih banyak C6 yang
dikembalikan dengan alasan pemilik nama di C6 itu sudah meninggal dunia,
pemilih ganda, pemilih keluar Negeri. Kemudian, kekurangan surat suara di beberapa
TPS yang baru diketahui setelah dibukanya kotak suara. Temuan, adanya dugaan
surat suara yang sudah tercoblos terlebih dahulu di Kabupaten Lombok Timur. “Itu
sudah tercoblos lebih dahulu untuk nomor 4 di Pilgubnya, dan untuk nomor 3 di
Pilkada Kabupaten Lotim. Ditemukan masing-masing satu lembar surat suara.
Ditemukan sebelum digunakan surat suaranya oleh pihak pemilih,” beber pria yang
dikenal ramah dan humoris ini.
Pihaknya juga mengaku menemukan ada satu
pemilih yang diduga mendapatkan surat suara lebih dari satu di TPS 14 Lenek di
Kabupaten Lombok Timur untuk Pemilihan Gubernur. “Ditemukan pemilih itu
melakukan pencoblosan sebanyak dua kali. Hal itu juga terjadi di Kota Mataram,
dia memilih di TPS Pejarakan dan di TPS 5 Gomong. Dan di Lombok Barat, kita
temukan hal yang sebaliknya, ada satu pemilih yang tidak mendapatkan surat
suara untuk Pilgub. Itu terjadi di TPS 9 Dasan Tapen. Maka akibatnya terjadi
perbedaan selisih penggunaan surat suara di tempat itu,” kata pria yang sebelumnya
aktif di LBH NTB ini.
Di Kabupaten Bima, pihaknya mengaku menemukan
satu pemilih yang tidak menggunakan hak pilih sesuai dengan alamat KTP. “Itu terjadi
di 2 TPS, ada beberapa orang yang memegang KTP di luar dari Kabupaten Bima dan
menggunakan hak pilihnya di TPS di Kabupaten Bima,” timpalnya.
Selain itu, menurutnya, ditemukan
juga ada pemilih yang setelah memilih tidak diberikan tanda atau mencelupkan tinta
penanda dijarinya di TPS Matang di Desa Aik Darek. “Terhadap soal ini, secara
umum, KPPS didalam melakukan pengecekan pemilih tidak sama, ada yang bersikap
longgar dan ada juga yang ketat. Termasuk adanya pembukaan Kotak Suara setelah
perhitungan suara, infonya untuk mengambil form C1 yang harus ditempel, itu
ditemukan di Sakra, Sakra Timur, Aikmel Lombok Timur.
Sementara itu, menurut pria yang
pernah menjadi Ketua KPUD Lombok Tengah ini, berkaitan dengan tata cara
pengajuan gugatan terhadap hasil pelaksanaan Pilkada di NTB. Menurutnya, gugatan
terhadap hasil Pilkada merupakan hak dari setiap Paslon. “Gugatan Pilkada
merupakan hak dari semua pasangan calon (Paslon), soal gugatan itu terbukti
atau tidak itu menjadi hal yang menjadi wilayah pembuktian di Mahkmah
Konstitusi, jika yang digugat itu adalah menyangkut soal selisih hasil. Beda kalau
hal itu adalah soal proses, kalau soal
proses maka hal itu ditangani oleh Bawaslu,” kata Khuwailid.
Berdasarkan ketentuan Peraturan
Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2017, jika suatu wilayah itu Penduduknya berjumlah
sampai 6 juta, maka selisih hasil yang bisa dilakukan gugatan itu adalah 1,5 %.
Kalau selisih hasil Pilkada itu diatas 1,5 %, maka berdasarkan Peraturan MK
2017 itu, MK akan melakukan pemeriksaan pendahuluan yang akan menguji
keterkaitan syarat formilnya. “Jadi kalau Provinsi NTB yang memiliki jumlah
penduduk sekitar 5 juta lebih ini, maka selisih hasil yang bisa dijadikan acuan
untuk menggugat itu adalah sekitar 1,5 %,” pungkasnya (GA. 211/215*).