-->

Notification

×

Iklan

Anton Medan Berbagi Pengalaman dengan Para Napi

Monday, March 3, 2014 | Monday, March 03, 2014 WIB | 0 Views Last Updated 2014-03-03T02:10:03Z


Mataram, Garda Asakota.-
Siapa yang tak kenal dengan sosok Anton Medan. Pria yang kini menjadi seorang Mubaliq dan menjadi ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Islam Tionghoa. Pada era tahun 80-an, namanya santer terdengar didunia kejahatan dan menjadi sala satu preman kelas Kakap di Jakarta.  Ia sering keluar masuk penjara, dan setelah ia mendapatkan pintu hidayah ia tobat dan berprovesi
sebagai Da’i yang kerap berceramah keberbagai pelosok, sala satu yang ia kunjungi adalah lembaga pemasyarakatan (Lapas) Mataram untuk memberikan taujiah atau ceramah kepada para nara pidana (Napi) yang berada Lapas.
Kepada ratusan Napi, ia berharap agar setelah mereka bebas  bisa berbuat yang jauh lebih baik dan tidak melakukan tinda­kan yang melanggar hukum yang bisa berakibat mereka kembali merasakan dinginnya penjara.  “Cukup kali ini saja, jangan diulangi lagi,” ujar pemilik nama asli Tan Hok Lian ini. Berkunjung ke Lapas dan memberikan ceramah serta berbagi penga­laman dengan para Napi adalah kebahagian tersendiri baginya. Selama mengunjungi sejumlah Lapas, Anton menjelaskan, masa­lah yang kerap ditemui yakni overkapasitas. Persoalan tersebut sering memicu situasi tidak kondusif, misalkan perkelahian. Sehingga, Lapas harus perbanyak kegiatan.
“Apalagi sekarang tidak adaý  biaya kesehatan bagi napi. Jadi harus banyak-banyak kegiatan, terutama keagamaan,” ujarnya. Ia menceritakan, saat dirinya ma­suk penjara tahun 1986 dulu jauh berbeda dengan sekarang. Menurut, saat itu situasi lapas terkendali dan tidak overkapasitas.
Narkoba juga jarang masuk dan meng­ge­rogoti napi. “Setelah reformasi, banyak bandar narkoba. Mereka memasukan nar­koba ke Lapas,” sebut Anton. Pihaknya ber­harap kericuhan tidak hanya disebabkan over­kapasitas, namun dipengaruhi pula oleh diskriminasi. Salah satunya terkait diskri­masi PP Nomor 99 tentang penetapan remisi. “Supaya tidak masalah, potongan remisi. Jangan adaý  diskriminasi kalau ingin Lapas aman,” katanya. Menurutnya, orang yang masuk Lapas bukan menyelesai­kan masalah namun menambah masalah. Jika dulunya maling sepeda, keluarnya jadi maling motor. “Saya ini 18 tahun hidup di penjara dan di 14 Lapas. Saya bicara seperti itu karena penga­la­man.  Dan napi yang bebas saya kasih usaha saat ini,” ujar dia. Ditanya apa yang membuatnya  sadar? Anton menjawab dengan lugas. “Karena agama dan Islam,serta pandai bersukur atas karunia tuhan,” ujarnya kepada wartawan Selasa (25/2). (GA. Joni*)
×
Berita Terbaru Update