-->

Notification

×

Iklan

Wakil Ketua Komisi III DPR Investigasi Kasus Ponpes UBK

Wednesday, August 3, 2011 | Wednesday, August 03, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-08-03T04:15:55Z
Fahri: Jangan Sampai Ada Kesalahan Penanganan…!
Bima, Garda Asakota.-
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, H. Fahri Hamzah, SE., yang menjadi wakil Dapil NTB utusan Partai Keadilan Sejah¬tera (PKS), Sabtu (30/7) melakukan investigasi langsung di Pondok Pesantren Umar bin Khattab (UBK) yang akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan maupun headline dari media cetak maupun elektronik pasca terjadinya ledakan yang diduga bom di dalam area Ponpes tersebut. Didampingi Ketua DPD PKS kabupaten Bima,
Ilham Yusuf dan sejumlah anggo¬ta¬nya, sekitar pukul 14.00 Wita, Fahri melakukan tinjauan lang¬sung keberadaan Ponpes UBK di Desa Sanolo Kabupaten Bima. Sekitar setengah jam melihat-lihat serta mendoku¬mentasikan kawasan Ponpes, Fahri menyempatkan diri untuk melakukan dialog dengan beberapa warga masyarakat dan juga dengan kepala desa Sanolo.
Usai pertemuan itu, kepada sejumlah wartawan Fahri mengemukakan maksud kedatangannya melihat secara langsung keberadaan Ponpes UBK. “Secara pribadi saya sangat berminat untuk melakukan penelitian kejadian yang diklaim sebagai gerakan terorisme ini. Apalagi kejadian ini terjadi di kampung halaman saya sendiri, jangan sampai ada kesalahan penanganan yang hanya berdasarkan asumsi-asumsi saja, bukan berdasarkan basis fakta yang terjadi di lapangan, yang efeknya nanti sangat buruk,” ungkapnya.
Makanya pada saat bertemu Kapolda NTB sebelumnya Jumat (29/7) dirinya menyampaikan keinginannya untuk mendalami sendiri kasus yang terjadi dan meminta untuk ditemukan dengan Ustd. Abrori dan enam orang lainnya yang sudah ditahan pihak kepolisian. “Permintaan tersebut dipenuhi,” katanya. Pada kesempatan bertemu dengan Abrori pihaknya mengaku sempat berbincang-bincang sekitar lima belas menit lamanya. “Maka untuk memperdalam data yang saya dapatkan maka datang melihat langsung lokasi ini, sekaligus mendengarkan apa yang dikatakan masyarakat sekitar tentang PonPes UBK ini. Selain itu juga saya juga berkeinginan untuk bertemu dengan keluarga Firdaus korban yang meninggal, dokter yang memvisum korban, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lain-lain. Semua ini dilakukan untuk mengklarifikasi apa yang terjadi,” jelas Fahri.
Dari data sementara yang didapatkan untuk sementara ini pihaknya menganggap sebenarnya tindakan prefentif seharusnya dominan dilakukan, tidak layak dilakukan tindakan agresif. “Hal ini bisa kita lihat bersama letak pondok ini yang terbuka, dari berbagai sudut kelihatan sekali. Jadi saya mengkritisi pihak kepo¬li¬sian jangan sampai terjebak dengan plot propaganda word and teror yang dikampanyekan oleh George W. Bush pasca terjadinya pengeboman WTC. Bisa dibayangkan tuduhan runtuhnya WTC dinisbahkan kepada Islam, kemudian tiba-tiba di Indonesia sering terjadi terorisme. Makanya kalau plot Barat ini yang dilakukan maka saya tidak terima, karena itu seharusnya berpikir dalam prespektif pencegahan, sederhana sekali sebenarnya,” tegasnya.
Secara Hukum Polisi bisa memaksa untuk melakukan pemeriksaaan secara komprehensif jika di suatu tempat terjadi tindakan pidana, contohnya tindakan saudara Sakban yang membunuh aparat kepolisi harus diusut tuntas, motif dan latar belakangnya. “Kalau itu sudah dilakukan maka kemudian maka motif dan mata rantainya harus dituntaskan satu persatu, tapi jangan kemudian menciptakan event-event lain yang seolah-olah kejadian tersebut bersambung padahal kejadian tersebut muncul belakangan . Bisa aja kejadian tersebut berdiri sendiri kemudian kita mencari pembenarannya,” katanya.
Dari data-data yang didapatkan pihaknya, selanjutnya akan meminta dan bertanya kepada BNPT dan Densus 88 untuk melakukan investigasi secara tuntas menyeluruh terhadap kejadian ini. “Dan seterusnya saya akan terus memantau proses persidangan dan lainnya terhadap kasus ini. Tugas saya sebagai pengawas pemerintahan, sebab kalau dilihat yang ada sekarang mengenai ledakan bom perlu kita juga pertanyakan jenis bom apakah yang kemampuannya tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan sebab kita lihat bangunan yang ada ini mudah terbakar dan juga kita juga perlu pertanyakan fersi jenis ledakan kompor yang bagaimana suaranya terdengar jauh dari lokasi ledakan. Jadi semua itu perlu diinvestigasi lebih dalam,” ucapnya seraya menegaskan bahwa dalam upaya penelusurannya itu pihaknya menempatkan diri bukan untuk memihak siapapun. “Tetapi untuk mencari apa yang sebenarnya terjadi,” tandasnya.
Pantauan langsung Garda Asakota, setelah melihat dari dekat keberadaan Ponpes UBK (Umar bin Khatab) di Desa Sanolo Kabupaten Bima, Fahri Hamzah, melanjutkan kegiatan investigasinya, melakukan pertemuan dengan isteri almarhum
Firdaus yang terbunuh di dalam areal Ponpes. Setelah itu dilanjutkan dengan mendengarkan masukan dari salah satu Ketua MUI Kabupaten Bima, H.Yusuf Usman, yang saat itu didampingi Sekretaris MUI, H. Burhan. Dari situ, perjalanan dilan¬jutkan ke kediaman dr. H. Sucipto, untuk mendengarkan keterangannya sebagai dokter yang sempat melakukan visum terhadap jenazah almarhum Ust. Firdaus.
Ketika disinggung kesimpulan hasil investigasinya, Fahri sedikit membuka bahwa kata kunci untuk mengungkap kasus di Ponpes UBK terletak pada “ledakan”. “Kenapa kata kuncinya pada ledakan?, karena sangat disayangkan sekali bahwa visum sementara yang dilakukan itu tidak mendalam. Kalau menggunakan visum yang ada sekarang ini, itu jelas sekali hasil yang didapatkan. Kejadian tersebut bukan diaki¬batkan kompor ataupun oleh bom. Kenapa itu bukan kompor atau bom?, karena hasil visum sementara tidak ada yang mem¬per¬lihatkan bekas terbakar, yang terlihat malah satu luka benturan di bagian kepala seperti pukulan benda tumpul yang ada tajamnya, seperti pukulan benda yang tidak terlalu tumpul. Jadi ini harus dijelaskan,” bebernya. Menurutnya, ledakan ini penting dijelaskan karena menyangkut dengan modus kejaha¬tan itu sendiri. Kejahatan itu muncul jika di dalam pondok itu memang ada kegiatan pengayaan bahan-bahan berbahaya. “Itu yang bisa membuat Ponpes tersebut dijerat dalam tindakan terorisme,” katanya.
Ditanya kesimpulan sementara dari hasil pertemuannya dengan pengurus MUI Kabupaten Bima, Wakil Ketua Komisi III ini mendapatkan kesan bahwa keberadaan kelembagaan agama yang lama tidak terlalu mengakar, sehingga terlalu banyak perkem¬bangan yang terjadi di masyarakat justru tidak terpantau. “Dan kelembagaan tersebut tidak mengetahui apa saja yang menjadi arah orientasi dan tujuan kelompok-kelompok masyarakat tersebut. Contohnya apa yang terjadi dengan Ponpes UBK misalnya institusi agama yang tidak memantau suatu pondok yang di dalamnya itu ada gejala-gejala yang patut dipertanyakan baik secara administrasi maupun secara operasional, secara administrasi lembaga yang tidak terdaftar tapi ada kegiatannya,” jelasnya.
Oleh sebab itu kepada seluruh komponen masyarakat yang paling penting diharapkan¬nya adalah pemahaman keagamaannya perlu diperluas. “Karena kalau memiliki pe¬mahaman yang luas maka kita tidak mudah ditipu atau dipergunakan oleh pemahaman kelompok tertentu yang pada akhirnya merugikan diri kita sendiri maupun kepada orang lain,” imbuhnya. (GA.321*)
×
Berita Terbaru Update