-->

Notification

×

Iklan

Kembali Diterpa Isu Miring, Kepala BKPH Maria Donggomasa Bantah Adanya Dugaan Pungli

Tuesday, August 23, 2022 | Tuesday, August 23, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-08-23T08:05:47Z

 

Suasana pertemuan klarifikasi yang diinisiasi oleh Kelompok Kapenta Raya Jatibaru.




Kota Bima,  Garda Asakota.-



Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Maria Donggomasa kembali diterpa isu pungutan liar lewat media sosial atas pengelolaan lahan di wilayah Jatibaru. 



Namun isu ini secara tegas dibantah oleh Kepala BKPH Maria Donggomasa saat memfasilitasi pertemuan antara pihak Polsek Asakota dan Kelompok Kapenta Raya Jatibaru.


Bantahan ini sekaligus klarifikasi atas dugaan pungli yang dituduhkan dan berujung pada laporan Polisi. 

  

"Yang pasti semua tudingan itu tidak benar, kami tidak pernah menerima uang dari pihak kelompok pengelola lahan, " bantah Kepala BKPH Maria Donggomasa, Ahyar, saat melakukan klarifikasi, Selasa (23/8). 



Dijelaskannya bahwa, sesuai kesepakatan  dengan pihak kelompok bersama pengelola lahan, mereka seharusnya wajib membayar uang PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak) kepada KPH sebesar Rp200 ribu dari hasil komoditi yang mereka tanam. 


"Jadi saya tegaskan lagi, KPH hanya menerima PNPB sesuai hasil komoditi yang disepakati yakni Rp200 ibu saja. Selain dari itu kami tidak tahu,  lalu dikatakan pungli itu dimana?, " tegasnya lagi.


Ahyar menambahkan bahwa, pertemuan diinisiasi oleh Kelompok Kapenta Raya, guna klarifikasi agar tuduhan tersebut agar tidak semakin liar dan dianggap benar. Karena sesungguhnya, tidak ada pungli seperti materi laporan di polisi tersebut. 


Menurut dia, ini berawal dari opini yang berkembang setelah adanya pengelolaan perhutanan sosial, wabilkhusus Kelompok Kemitraan Kapenta Raya yang difasilitasi mulai tahun 2020. Seiring berjalannya waktu, muncul dinamika klasik dalam kelompok yang terjadi berulang-ulang.


Terbaru, ada warga Oi Fo’o yang mengelola perhutanan sosial melapor ke polisi, terkait adanya dugaan Pungli. Laporan itu pun, disertai foto saat meyampaiakn laporan, juga diunggah di media sosial dan menandai akun BKPH Maria Donggomasa. 


Dalam beberapa komentar status warga tersebut, justru menuding biang kerusakan hutan ini adalah Kepala BKPH Maria Donggomasa. “Makanya penting ini diklarifikasi dengan mengundang media, agar nanti tidak dianggap benar,” tegasnya. 



Di tempat yang sama, Kepala Resort Asakota Ria Iswandari mengungkapkan, yang melapor ke polisi itu H Iksan atau akrab disapa Abu Firi. Melaporkan Ketua Kelompok Kapenta Raya, terkait adanya dugaan penipuan yang diduga dilakukan oleh ketua kelompok tersebut. Bentuk penipuan yakni ada permintaan sejumlah uang untuk kejelasan pengelolaan area di lahan tersebut. 



“Menurut Abu Firi, sudah menyerahkan uang ke ketua kelompok, makanya merasa ditip dan dituduh pungli juga,” ungkapnya. 

Kemudian sambung Ria, pihaknya pun memanggil Abu Firi untuk klarifikasi. 


Pada kesempatan itu juga diberikan penjelasan soal prosedur sesuai ketentuan. Setelah dapat memahami, yang bersangkutan pun akhirnya bersedia mencabut laporan. 


“Tapi permintaannya sekarang berbeda-beda lagi dan membuat kami bigung, Abu Firi mau cabut laporan jika Ketua Kelompok Kapenta Raya diturunkan,” terang Ria. 



Di tempat yang sama, Ketua Kelompok Kapenta Raya Jatibaru Syahbudin, mengaku sudah dua kali tuduhan yang tidak mendasar itu mencuat. Sebelumnya,  kata dia, juga pernah dilakukan klarifikasi terkait penyerahan uang kepada KPH, padahal semua itu tidak benar.


Dia menegaskan, tidak ada pungutan liar yang dilakukan di luar PNBP dan PAD tersebut. "Tudingan oleh mereka kepada saya melakukan pungli ataupun penipuan tersebut itu tidak benar," katanya.



Hanya saja diakuinya, pihaknya sebagai kelompok menerima Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dari kelola kehutanan sosial dan itu hasil kesepakatan dengan para pengelola lahan. "Artinya uang itu dari hasil komoditi pengelolaan lahan negara, " ujar Syahbudin 


Sebenarnya hasil kesepakatan kelompok dengan pengelola lahan yang disetor pengelola itu sebesar Rp300 ribu per hektare dengan rincian untuk disetor ke KPH Rp200 ribu sebagai PNPB,  sementara sisanya untuk kas kelompok. 


"Bukan untuk kami pribadii,  jadi intinya tidak ada istilah kami melakukan pungli, " pungkasnya. (GA. 355*)

×
Berita Terbaru Update