-->

Notification

×

Iklan

Perda Pertanggungjawaban APBD TA 2021 Ditetapkan, Banggar Berikan Sejumlah Catatan

Tuesday, July 5, 2022 | Tuesday, July 05, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-07-05T02:12:54Z


Pose bareng antara Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah, dengan Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda didampingi Sekda dan Pimpinan DPRD NTB lainnya, Senin 04 Juli 2022.




Mataram, Garda Asakota.-


Paripurna DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), akhirnya menyetujui dan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran (TA) 2021.


"APBD TA 2021 terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran TA 2021 terdiri dari Pendapatan Rp5,3 Trilyun lebih. Belanja dan Transfer sebesar Rp5,5 Trilyun lebih. Defisit sebesar Rp218 Milyar lebih. Sementara Pembiayaan terdiri dari Penerimaan Pembiayaan sebesar Rp307 Milyar lebih. Pengeluaran sebesar Rp5 Milyar. Pembiayaan Netto sebesar Rp302 Milyar lebih. Silva sebesar Rp84 Milyar lebih," ungkap Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda, saat memimpin Rapat Paripurna DPRD NTB, Senin 04 Juli 2022.


Dalam Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2021, memuat sejumlah catatan-catatan penting yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB.


Yaitu, Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Hak Asasi Manusia memberikan catatan agar soal pegawai honorer yang tidak lolos P3K agar dapat dicarikan solusi sehingga mereka tetap dipertahankan bekerja di Pemprov NTB.


"Berdasarkan data yang disampaikan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB bahwa pada tahun 2022 akan dilaksanakan seleksi terhadap sejumlah pegawai honorer yang keseluruhannya berjumlah 15.790. Diproyeksikan yang akan diambil sebagai pegawai P3K hanya sebagian. Badan Anggaran meminta agar pegawai honorer yang tidak lulus P3K tersebut agar dicarikan solusi sehingga mereka tetap dipertahankan bekerja di Pemerintah Provinsi NTB," kata Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, DR Raihan Anwar, saat membacakan penyampaian Banggar DPRD NTB. 


Banggar juga meminta kepada Pemerintah Daerah terutama BPKAD supaya lebih cermat dalam hal penganggaran terkait kebutuhan gaji tenaga honorer. 


Selain itu, Banggar juga meminta kepada pemerintah agar kasus-kasus hukum yang terkait dengan legalitas aset-aset produktif untuk  segera dilakukan penyelesaian dalam rangka mendukung upaya peningkatan Penerimaan Asli Daerah (PAD) Provinsi NTB.


"Dalam hal tindak lanjut terhadap LHP BPK yang ada di OPD baik temuan-temuan administasi maupun keuangan, Banggar meminta agar pemerintah lebih bijaksana dalam melakukan koordinasi dan komunikasi sehingga tidak terkesan menghakimi dan lebih menitikberatkan pada upaya pembinaan," kata anggota DPRD NTB dari Daerah Pemilihan (Dapil) VI Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu dan Kota Bima ini.


Dalam Bidang Perekonomian, Banggar mencatat hampir seluruh program pada OPD Bidang Perekonomian terkena rasionalisasi pada TA 2021. 


"Padahal rata-rata program pada OPD tersebut strategis dan merupakan hasil penajaman dari RPJMD. Banyak program yang sudah dibahas bersama komisi terkait terpangkas akibat dari rasionalisasi keuangan di OPD tersebut, sehingga Banggar mengkhawatirkan target RPJMD pada OPD-OPD tersebut tidak akan tercapai di sisa waktu yang hanya satu tahun lagi. Karena itu Banggar meminta agar jangan ada lagi rasionalisasi pada program-program strategis, khususnya yang terkait dengan target-target capaian RPJMD," tegas anggota DPRD NTB dari Fraksi Nasdem ini.


Selain itu, Banggar menilai bahwa program industrialisasi yang menjadi unggulan dalam visi misi pemerintahan ini tidak berjalan dengan baik. Perhatian Pemerintah dalam kebijakan anggaran masih dirasa jauh dari cukup. Sebagai contoh, pemerintah yang tidak mempunyai Peta Jalan (Road Map) yang komprehensif terhadap program industrialisasi garam NTB. 


"Akibatnya kami tidak melihat adanya kebijakan anggaran yang jelas dalam industrialisasi garam ini. Padahal kebutuhan anggarannya juga tidak relatif kecil. Termasuk juga pada program-program industrialisasi lainnya yang banyak sekali belum tersentuh," ujarnya.


Disisi lain, Banggar melihat bahwa program zero waste, pembiayaannya tertangani dengan baik. Baik yang tercantum pada DIPA Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB maupun pada bantuan hibah keuangan yang diberikan langsung pada kelompok-kelompok masyarakat yang menangani masalah persampahan. 


"Banggar berpendapat, walaupun anggarannya memadai, masih ada beberapa persoalan, khususnya yang terkait dengan koordinasi dengan kabupaten/kota yang belum optimal," cetusnya.


Banggar juga mencermati bahwa realisasi pendapatan pada tahun anggaran 2021 dari  restribusi pada OPD-OPD di bidang perekonomian belum memenuhi target yang sudah ditetapkan, padahal potensi pendapatannya dapat ditingkatkan lebih optimal. Kerja keras dari masing-masing OPD sangat dibutuhkan, dan tentunya juga dibutuhkan pengawalan dari TAPD agar ini menjadi perhatian khusus. 


Pada Bidang Keuangan dan Perbankan, Banggar meminta kepada pemerintah daerah agar semua temuan BPK, khususnya terkait tata kelola aset, supaya benar-benar ditindaklanjuti dengan sungguh sungguh, salah satunya dengan memperbaiki sistem pengelolaan aset berbasis teknologi.


Banggar juga mendesak agar pemerintah daerah segera melakukan proses adendum terhadap seluruh kontrak kerjasama pemanfaatan aset di bawah tahun 2000. 


"Desakan ini sudah berkali kali disampaikan dalam berbagai kesempatan, tapi badan anggaran melihat pemerintah tidak sungguh sungguh dalam menangani persoalan ini. Bahkan cenderung lalai dan terkesan cuek. Padahal saat ini daerah sangat membutuhkan dana segar dari kontrak-kontrak baru tersebut," cetusnya lagi.


Banggar juga mendesak pemerintah daerah untuk memberikan perhatian khusus terkait kecukupan modal seluruh BUMD terutama PT. Bank NTB Syariah yang harus memenuhi kecukupan modal intinya sebesar Rp3 triliun pada Desember 2024. 


"Sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai skema yang akan diambil dalam memenuhi kecukupan modal tersebut. Banggar belum melihat bagaimana pemerintah daerah berkoordinasi dengan para pemegang saham lainnya di kabupaten/kota se-NTB," timpalnya.


Banggar meminta kepada pemerintah daerah untuk mempercepat proses konversi BPR NTB dari konvensional menjadi BPR NTB Syariah. 


"Karena kami yakin apabila BPR tersebut sudah menjadi syariah maka akan semakin banyak keuntungan yang didapat sebagai akibat dari perluasan segmentasi di pasar syariahnya. Saat ini pasar syariah sedang tumbuh pesat di NTB," ujarnya.


Dalam rangka pencapaian target pendapatan, Banggar meminta agar pengelolaan terhadap potensi pendapatan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah terutama dari komponen hasil pemanfaatan barang milik daerah seperti kawasan gili trawangan agar pengelolaannya ditawarkan ke beberapa pihak melalui mekanisme beauty contest.


Dan terhadap aset-aset daerah yang mangkrak atau tidak produktif (contoh aset yang dikerjasamakan dengan PT. Lombok Plaza seluas 3,2 hektar lebih, pasar seni di senggigi dan lain-lain), Banggar menyarankan kepada pemerintah daerah untuk mempertimbangkan melepas aset-aset tersebut.


Realisasi Belanja Daerah tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 6,54 persen dibanding dengan tahun tahun 2020. Hal ini terjadi karena adanya pinjaman dana PEN yang digunakan untuk biaya percepatan jalan, namun apabila didasarkan pada persentasi penyerapan anggaran maka realisasi belanja daerah mengalami penurunan yang signifikan sebesar 10,60 persen. 


"Banggar melihat hal ini terjadi karena tidak terealisasinya pendapatan pemerintah, khususnya pada realisasi PAD yang hanya mencapai 88,56 persen," kritisnya.


Pada Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup, Banggar mencatat sesuai dengan amanat Perda Nomor 12 tahun 2019 bahwa Program Percepatan Jalan akan berakhir tahun 2022 sedangkan beban penyelesaian keuangan/pembayaran masih membutuhkan anggaran sebesar Rp251,79 milyar rupiah, sementara progres fisiknya 97%. 


"Oleh karena itu pemerintah daerah harus segera mencari solusi penyelesaian beban tersebut," kata Doktor Raihan.


Masih adanya perbedaan data hutang jangka pendek yang disampikan oleh Dinas PUPR sebesar Rp162,190 Milyar berbeda dengan data yang disampaikan oleh TAPD sebesar Rp162 milyar.


Dalam proses rasionalisasi maupun refocussing anggaran yang merupakan kebijakan pemerintah daerah agar dapat memerankan Bappeda sesuai dengan tupoksinya.


Selain itu, masih adanya realisasi fisik beberapa program infrastruktur yang tidak sesuai dengan yang dilaporkan dalam laporan pelaksanaannya. Banggar meminta agar hal ini menjadi perhatian serius pemerintah sehingga capaian sesuai dengan target RPJMD. 


Sementara pada Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pemberdayaan Perempuan, Banggar meminta agar pemerintah daerah mengevaluasi team pengelola dana BOS Provinsi NTB karena hal ini terkait temuan BPK tentang penggunaan dana BOS di NTB masih banyak yang tidak sesuai dengan Juklak dan Juknis.


"Banggar menemukan beberapa penyaluran dana bantuan sosial oleh Dinas Sosial Provinsi NTB yang tidak lengkap diterima oleh penerima bantuan, sehingga badan anggaran menyarankan untuk betul betul dilaksanakan pengecekan di lapangan secara detail terhadap barang yang diterima oleh masyarakat sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang ada," ujarnya.


Banggar menemukan pelaksanaan DAK SMK/SMA di Provinsi NTB masih membingungkan karena tidak ada transparansi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terhadap proses pelaksanaannya. 


"Oleh karena itu Badan Anggaran menyarankan pelaksanaan DAK di lapangan, dilakukan secara transparan, sosialisasi atas pelaksanaan kegitan yang bersumber dari DAK harus lebih ditingkatkan agar sekolah penerima lebih faham dalam pengelolaan anggaran sesuai Juklak Juknis," timpalnya.


Hubungan antara Dinas Pemuda dan Olah Raga dengan KONI ditemukan masih ada miskomunikasi terkait pelaksanaan kegiatan dan program. Banyak penerima bantuan/hibah double, hal ini disebabkan karena kekurang telitian dalam perencanaan program dan adanya program yang tiba tiba masuk tanpa terencana dengan baik serta komunikasi yang tidak baik dari para pihak yang berkepentingan. 


"Terhadap hal tersebut, kami sarankan bahwa harus adanya sinergi dan aturan pelaksanaan program dan kegiatan antara Dispora dan KONI agar dalam pelaksanaan kegiatan maupun pemberian bantuan/hibah tidak tumpang tindih. Juklak Juknis terkait hal tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ada," tegasnya.


Terakhir Badan Anggaran menemukan bahwa di Dinas Sosial Provinsi NTB, penerima hibah dan bansos menerima bantuan dua kali dalam satu tahun. Ini diakibatkan oleh tidak transparansinya pelaksanaan program tersebut oleh team peaksana. 


"Oleh sebab itu badan anggaran menyarankan agar team pelaksana diisi oleh orang orang yang memahami aturan-aturan yang berlaku dan bebas dari kepentingan apapun," ujar Doktor Raihan. 


Sementara itu, Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah mengatakan bahwa segala masukan dan catatan yang diberikan oleh Badan Anggaran DPRD Provinsi NTB akan menjadi perhatian serius dan akan ditindaklanjuti dalam perbaikan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya untuk tata kelola keuangan daerah yang lebih baik dimasa yang akan datang.


"Hal ini selaras dengan komitmen kita bersama, berbagai program dan kegiatan yang telah kita rencanakan bersama melalui pemanfaatan potensi APBD setiap tahunnya, semata-mata dihajatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas maupun tercapainya NTB lebih baik dimasa mendatang," kata Gubernur NTB saat memberikan sambutan dalam Rapat Paripurna ke-4 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB, Senin (04/07).


Bang Zul sapaan akrab Gubernur NTB,  juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholder terkait khususnya selama proses pembahasan Raperda tentang  laporan tentang pertanggungjawaban APBD tahun anggaran 2021.


"Intinya komitmen, kesamaan sikap serta pegangan antara eksekutif dan sahabat-sahabat di legislatif yang telah terbantu dengan baik selama ini adalah sesuatu yang sangat positif sebagai kekuatan dan modal dasar kita bersama dalam membangun daerah menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang," tutur Bang Zul.


Disamping itu, Bang Zul menceritakan kesuksesan Motor Cross Grand Prix (MXGP)  of Indonesia Samota Sumbawa 2022 berhasil menyedot perhatian dunia. Hal ini dikarenakan jumlah penonton yang cukup besar dan peningkatan ekonomi yang terasa ditengah masyarakat. 


"Event MXGP Samota 2022 adalah event dunia yang terselenggara di Asia, sebelum dilaksanakan Di Sumbawa, MXGP sebelumnya dilaksanakan di Jerman dan mereka langsung ke Samota, Sumbawa dan kembali ke Republik Ceko" ungkapnya.


Bahkan, team Infront dan FIM Motocross World Championship mengusulkan agar penyelenggaraan MXGP diadakan di Sumbawa dan Lombok.


"Mulai tahun depan mereka mengusulkan atau memberi masukan bahwa  dua seri MXGP  tetap diselenggarakan  di Indonesia, tidak lagi di Sumatra, Jawa dan Sulawesi tapi diselenggarakan di NTB yaitu Sumbawa dan Pulau Lombok," pungkas Bang Zul. (GA. Ese*)

×
Berita Terbaru Update