-->

Notification

×

Iklan

Korsup di NTB, KPK RI Temukan Dua BUMN Diduga Nunggak Pajak Galian C Milyaran Rupiah

Wednesday, June 29, 2022 | Wednesday, June 29, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-06-29T02:35:08Z


Kunjungan Lapangan KPK RI ke wilayah PT AMNT pekan lalu (Foto: Ist*)




Mataram, Garda Asakota.-


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menemukan adanya dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditengarai bandel tidak membayar pajak kepada Pemerintah. Dua perusahaan BUMN tersebut yakni PT Nindya Karya (NK) dan PT Brantas Abipraya (BA).


"PT Nindya Karya menjadi bagian dari konsorsium Mega Proyek Bendungan Beringin Sila, belum melunasi kewajiban pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) sebesar Rp1,3 Milyar. Setelah difasilitasi KPK akhirya bersedia melunasi kewajibannya paling lama Agustus tahun ini. Sementara PT Brantas Abipraya memiliki potensi dari pajak galian C di Wilayah Kabupaten Sumbawa mencapai Rp45 Milyar yang belum dibayar perusahaan. BUMN yang bergerak dibidang konstruksi ini pun menjanjikan pelunasan dalam waktu dekat ini," ungkap Kasatgas Koordinasi dan Supervisi Sektor SDA Wilayah V KPK, Dian Patria, kepada wartawan.


Selain menerima keluhan minimnya kontribusi dari sektor MBLB yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa, KPK juga menemukan adanya delapan (8) perusahaan yang ditengarai menunggak pajak di Kabupaten Lotim, antara lain PT SJU, PT VUB, PT SB, PT BG, PT CKN, PT EPJ, PT LI dan PT TGR.


"Kedelapan perusahaan yang mengambil material Galian C di Wilayah Kabupaten Lotim tersebut justru tidak menjalankan kewajiban membayar pajak yang jumlahnya mencapai milyaran rupiah. Padahal Pemkab Lotim telah berulangkali melakukan upaya penagihan. Ini jadi atensi kami di KPK," tegas Dian.


KPK juga mendapatkan informasi kalau Pemkab KSB belum menerima pembayaran atas keuntungan bersih dari PT AMNT. "Kami dapat informasi kalau Pemkab KSB belum menerima pembayaran atas keuntungan bersih dari PT AMNT," ungkap Dian.


Selain itu, KPK juga menemukan adanya 14 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdata di Kementerian ESDM namun tidak memiliki NPWP. Bahkan separoh diantaranya telah habis masa berlaku izinnya.


"Kalau begini, bagaimana mereka memenuhi kewajibannya. Dari awal, seharusnya pemberi izin tidak meloloskan permohonan, kalau tidak melampirkan bukti NPWP yang benar," bebernya.


KPK menurut Dian akan menjadikan atensi khusus terhadap penerimaan pendapatan dari sektor pertambangan tersebut. "Terutama di NTB yang selama ini fiskal daerahnya berada pada zona kuning. Harusnya sama-sama saling membantu, Pemda membantu menciptakan iklim usaha kondusif, begitupun perusahaan harus melaksanakan kewajibannya kepada daerah," tegasnya.


Selama pekan kemarin, KPK turun melakukan Korsup untuk sektor pertambagan di Pulau Lombok dan Sumbawa. Monitoring ini sebagai upaya KPK dalam mendorong kemandirian fiskal bagi Kabupaten, Kota maupun Provinsi.


"Sehingga penting untuk mengoptimalkan penerimaan dari sektor pertambangan, terutama di pajaknya. KPK juga menemukan sejumlah persoalan pengelolaan pertambangan di NTB seperti lemahnya pengawasan akibat kewenangan pertambangan yang terpusat, maraknya tambang ilegal, hingga tidak patuhnya perusahaan menjalankan kewajibannya. Kondisi ini tidak saja menimbulkan kerugian keuangan negara tapi juga kerusakan lingkungan. Ini yang kemudian jadi perhatian KPK," pungkasnya. (**)

×
Berita Terbaru Update