-->

Notification

×

Iklan

Wacana Interpelasi Pertanyakan Legal Standing Pembayaran Utang Belanja 2020 ke 2021

Friday, January 29, 2021 | Friday, January 29, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-03-13T10:22:55Z

 

Anggota DPRD NTB dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), H Najamuddin Mustofa, 

Mataram, Garda Asakota.-


Anggota DPRD NTB dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), H Najamuddin Mustofa, menjelaskan substansi dasar dari lahirnya interpelasi Dewan kepada pihak eksekutif adalah menyangkut persoalan tata kelola keuangan daerah yang menyangkut Bantuan Sosial atau Bansos.


"Tata kelola keuangan khususnya yang berkaitan dengan Bansos banyak yang bermasalah di tahun 2020. Proposal Bansos yang sudah ditandatangani kuitansinya dan semestinya sudah siap dibayarkan oleh pihak eksekutif banyak yang tidak bisa dibayarkan. 


Proposal-proposal Bansos itu misalnya proposal Ponpes, Masjid dan lain sebagainya sudah ditandatangani kuitansinya oleh eksekutif tidak bisa dibayar dan rakyat banyak mengadu ke Dewan. Itu totalnya hingga puluhan milyar," ungkap pria yang dikenal cukup vokal ini, Kamis 28 Januari 2021, di ruangan Komisi I DPRD NTB.


Sebagai salah seorang wakil rakyat yang didatangi warga masyarakat menanyakan terkait 'nasib' proposal bansosnya itu, H Najam, mengaku setuju ketika masalah ini ditanyakan ke pihak eksekutif melalui hak interpelasi. 


"Saya pribadi setuju interpelasi. Dan semua isu atau masalah yang berkaitan dengan tata kelola keuangan daerah baik itu soal keluhan bansos yang tidak dibayarkan serta isu lain yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran lainnya akan kita pertanyakan kepada pihak eksekutif. Termasuk soal efektivitas pelaksanaan anggaran untuk industrialisasi," katanya berapi-api.


Meski Pimpinan DPRD NTB mengaku telah mendapatkan penjelasan dari pihak eksekutif berkaitan dengan adanya 'utang belanja' di tahun 2020 yang akan dibayarkan pada tahun 2021, namun H Najam mengaku informasi atau penjelasan eksekutif berkaitan dengan masalah tersebut belum didapatkannya secara utuh.


"Disinilah letak masalahnya, kenapa masih banyak anggota yang meminta interpelasi dikarenakan penjelasan TAPD itu tidaklah konek dan tidak tersambung secara baik dengan anggota Dewan lainnya. Kami tidak pernah mendengar adanya penjelasan berkaitan dengan soal itu dari Pimpinan Dewan. Ini sebabnya kita mengajukan hak interpelasi untuk mengakomodir usulan atau protes-protes dari rakyat," tegasnya.


Hak interpelasi yang diusulkan anggota Dewan ini menurutnya akan menguntungkan Gubernur. "Kenapa bisa menguntungkan Gubernur?. Karena Gubernur bisa menjelaskan secara detil tentang pengelolaan keuangan daerah agar publik ini tahu kehebatan Gubernur dalam tata kelola keuangan. Mestinya tidak usah takut dengan interpelasi dan harus diambil momentum ini dengan sebaik-baiknya," saran Najam.


Pihaknya juga mengaku tidak bisa memastikan hak interpelasi itu dapat dilakukan dan dapat memenuhi syarat dilakukan interpelasi karena keberadaan lembaga Dewan sebagai lembaga politik.


"Tidak bisa dipastikan jadi atau tidak jadinya karena Dewan itu adalah lembaga politik. Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Tetapi saya tetap mengusung dan memperjuangkan interpelasi itu bisa dilaksanakan karena ini adalah bagian dari aspirasi masyarakat untuk disampaikan melalui Dewan ketimbang melalui aksi demo," tegasnya.


Soal tata kelola keuangan daerah ini menurutnya merupakan isu yang sangat krusial. Apalagi, sambungnya, ketika alokasi anggaran sudah dianggarkan dan ditetapkan pada tahun 2020, mestinya pembayaran harus dilakukan pada tahun 2020 itu.


"Ini isu krusial yang harus segera diselesaikan. Sebab alokasi anggarannya sudah diketok dan atau ditetapkan untuk dilaksanakan pada tahun 2020, bukan dilaksanakan untuk tahun 2021. Kalau dibayar pada tahun 2021 apakah hal itu bisa dubenarkan secara hukum?. Sebab kalau anggaran 2020 dibayarkan pada APBD 2021 pasti akan menuai masalah. Apalagi belum diatur secara hukum berkaitan dengan bisa dibayarkan pada tahun berikutnya atau pada tahun 2021," tegasnya.


Skenario pembayaran utang belanja APBD 2020 pada APBD 2021 dikhawatirkannya akan menuai masalah sebab belum jelas legal standingnya. "Tidak boleh seperti itu, bekerjalah sesuai aturan. Kalau bansosnya dianggarkan 2020, maka bayarlah di 2020. 


Kalau memang tidak dibayar, jangan suruh orang tandatangan kuitansi. Beritau kepada orang itu supaya tidak terjadi keributan. Dewan sudah memberikan anggaran bansos 2020, koq dibayarkan di 2021?. Sementara Dewan pada APBD 2021 tidak pernah membahas atau.menetapkan anggaran untuk pembayaran utang belanja di 2021?," pungkasnya. (GA. Im*)



Baca Juga Berita Terkait :

https://www.gardaasakota.com/2021/01/tata-kelola-keuangan-2020-menjadi.html?m=1

×
Berita Terbaru Update