-->

Notification

×

Iklan

BANJIR LAGI

Thursday, January 14, 2021 | Thursday, January 14, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-03-08T03:29:55Z


Oleh; Alwi Yasin


Beragam komentar tentang banjir yang saat ini menghantui sebagian masyarakat Kota Bima. Berbagai opini/komentar bermunculan/dimuat di berbagai media, kontra dan pro dengan perspektif masing-masing. 

Ada yang memandang bahwa banjir itu dengan perspektif Agama sebagai hukuman/murka Allah terhadap dosa-dosa kita saat ini, ada yang memandang bahwa penyebab banjir adalah akibat ulah masyarakat yang membabat hutan semau-maunya sehingga menambah luas lahan gundul dan lahan kritis karena tak ada bedanya antara hutan kawasan atau di luar kawasan semuanya dirambas untuk kebutuhan sesaat menanam jagung dan bahkan ada yang berpendapat bahwa penyebab banjir adalah curah hujan tinggi dan aliran air (sungai) yang tersumbat. 

Ada juga pihak-pihak yang merasa diri sebagai pengontrol sosial menilai miring terhadap kebijakan masa lalu, akan tapi kita harus ingat bahwa kebijakan apapun yang dilakukan pemerintah pasti ada titik lemahnya, ada sisi positif dan ada sisi negatifnya. 

Semuanya sah sah saja untuk berpendapat, tetapi mereka hanya sebatas berpendapat ‘nothing to do’ karena mereka bukan pengambil kebijakan, ibaratnya dalam pertandingan sepak bola mereka hanya sebagai penonton/supporter, sefanatik apapun penoton/suporter tak akan pernah bisa mencetak gol. 

Pemerintah saat ini tidak berdaya menahan hasrat masyarakat untuk menggunduli lereng-lereng curam, sisa-sisa kawasan/daerah tanggapan air yang belum digunduli, akibatnya musim hujan kebanjiran, musim kemarau kekeringan, dan bahkan isu perambasan hutan ini menjadi komoditi politik suksesi. 

Sebagai contoh di kawasan hutan Kabanta terdapat kurang lebih 90 hektar hutan yang dirambas masyarakat setempat dalam kondisi gundul hanya untuk kebutuhan menanam jagung di musim hujan. 

Banjir bandang yang telah meluluh lantahkan kota Bima tahun 2016 belum hilang di memori kita, salah satu penyebabnya intesitas hujan yang cukup tinggi dan sampai saat ini masih menyisahkan masalah bagi Pemerintah Kota Bima, banjir masih menghantui warga di sepanjang bantara sungai. 

Tak hanya itu ketika ada hujan terjadi longsor, badan jalan sekitar bukit tertutup oleh bebatuan dan sedimen, menjadi pekerjaan baru bagi Pemerintah. Kawasan-kawasan bermasalah semakin melebar, artinya jika dibiarkan kondisi ini terjadi terus  menerus maka semakin lama ancaman semakin bertambah. 

Paling tidak Pemerintah saat ini sudah harus memikirkan konsep bukan saja bersifat upaya-upaya mitigasi/tanggap darurat penanganan bencana banjir akan tetapi yang lebih penting adalah upaya meminimalisir timbulnya banjir, artinya yang yang perlu dipikirkan saat ini adalah kebijakan yang berbasis hulu, bagaimana merubah mindset masyarakat perambah hutan/menanam jagung menjadi masyarakat gemar menanam, menanam tanaman tahunan atau tanaman yang menghambat laju air. 

Banyak kebijakan sesaat yang telah dilakukan Pemerintah diantaranya melalui program sejuta pohon, namun yang terjadi adalah sejuta yang kita tanam sejuta pula yang mati, sia-sia ibaratnya menggarami air laut. 

Salah satu titik lemah pengambilan kebijakan pemerintah selama ini adalah selalu top down/paket proyek, jarang menyerap aspirasi dari bawah, atau sekedar mendengarkan keinginan masyarakat yang berkepentingan, mendengarkan kebutuhan mereka saat ini dan akan datang. 

Pemerintah paling tidak mengajak duduk bareng masyarakat sehingga Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kelurahan/Desa bukan sekedar agenda ngopi bareng, berlalu tanpa makna. 

Disisi lain koordinasi lintas sektoral/bidang sangat kurang, masing-masing sektoral merasa menjadi single fighter/ego sektoral,  merasa paling hebat, alhasil out put/dampak program/kegiatan tidak maksimal. 

Miris rasanya Pemerintah/masyarakat hanya disibukkan dengan mengurus air yang mengalir karena ulah masyarakat itu sendiri, dulu hutannya lestari, aliran air (sungai) lebar-lebar, sekarang hutan menghilang, aliran air dibendung, ditutup untuk membangun rumah, sehingga jangan heran kalau airnya marah.

Berangkat dari persoalan diatas maka Pemerintah segera mengambil langkah-langkah strategis sebagai rumusan kebijakan pembangunan kedepan antara lain : 

(1) Merumuskan regulasi tentang pemanfaatan lahan dengan mempertimbangkan kemiringan lahan/topografi, pengolahan/pematangan (pembuatan terasering) sebelum ditanami, pendampingan oleh pemerintah, kesesuaian komoditi yang ditanam, pasca panen dll.

(2) Diversifikasi komoditi melalui pemilihan tanaman/pohon yang sesuai dengan kawasan dengan tetap mengedepankan prinsip bagaimana menahan laju pergerakan air sehingga diserap oleh tanah secara maksimal misalnya pembuatan sabuk lahan berupa terasering yang ditanam tanaman berumpun misalnya, pisang, bambu, rumput gajah sebagai pakan ternak dll. 

(3) Penanaman bertahap, pendekatan penanaman secara massal kurang mengedukasi masyarakat karena cenderung merubah pola pikir masyarakat secara radikal dan mereka cenderung menolak, akan tetapi jika ditanam beberapa bagian terdahulu, misalnya di bagian terasering atau sebagai boader lahan, jika menanam pisang atau papaya misalnya maka tahun kedua mereka sudah memanennya. 

(4) Kawasan hulu sudah selayaknya diprioritaskan tanaman buah yang sesuai dengan karakteristik/kondisi tanah, dan 

(5) Kerja bareng lintas sektoral yang diawali dengan pemetaan, perumusan kebijakan bersama dan melaksanakan program bersama. 

Untuk itu pemerintah harus hadir dan memastikan kebijakan yang dilaksanakan “ To do or not to do” (William Dunn), kebijakan apapun namanya harus estafet, jangan ganti rezim ganti juga kebijakan, kalau hal ini terjadi maka niat baik memakmurkan rakyat /mensejahterakan masyarakat hanya sebuah cita-cita saja. .

Pemerintah itu ada untuk kesejahteraan masyarakat, bila tidak berarti pemerintah belum hadir sebagai pemerintah. Pemerintah harus hadir secara totalitas mulai dari kawasan hulu sampai hilir, masyarakat hulu sejahtera, alam lestari, masyarakat hilir nyaman, perekonomian tumbuh, secara makro kesejahteraan masyarakat meningkat. 

Demikian pula para pihak harus kerja bareng pemerintah, tidak cukup bersuara tapi butuh kerja nyata, sebagai warga Negara kita harus berbuat ‘talk less do more’.*

×
Berita Terbaru Update