-->

Notification

×

Iklan

Tujuh Pansus Raperda Berhasil Dibentuk, Gubernur Apresiasi Kinerja Lembaga Dewan

Sunday, December 13, 2020 | Sunday, December 13, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-12-13T05:11:44Z

Mataram, Garda Asakota.-

Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB yang digelar pada Senin 07 Desember 2020 lalu berhasil membentuk dan menetapkan Tujuh (7) Panitia Khusus (Pansus) yang bertugas untuk melakukan pembahasan dan pengkajian Tujuh (7) buah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) baik Raperda atas prakarsa Lembaga Dewan maupun Raperda atas usulan pihak Eksekutif.

Tujuh (7) Pansus tersebut yakni Pansus I yang bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah diketuai oleh DR TGH Hasmi Hamzar, SH., MH., (Duta PPP), dengan delapan orang anggota. Pansus II bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Penggunaan Jalan untuk Kegiatan Kemasyarakatan, diketuai oleh H Achmad Fu’addi, FT., SE., (Duta Golkar) dengan delapan orang anggota.

Pansus III bertugas untuk membahas dan mengkaji Raperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 04 Tahun 2006 tentang Usaha Budidaya Kemitraan Perkebunan Tembakau Virginia di NTB, diketuai oleh Lalu Satriawandi, ST., (Duta Golkar) dengan 10 anggota. Pansus IV bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan terhadap Kesatuan-kesatuan Masyarakat Adat, diketuai oleh H Patompo Adnan, Lc., MH., (Duta PKS) dengan 8 orang anggota.

Pansus V bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Perkawinan Anak, diketuai Akhdiansyah, SHi., (Duta PKB), dengan 6 orang anggota. Pansus VI bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Penyelenggaraan Desa Wisata, diketuai oleh Lalu Hadrian Irfani, ST., (Duta PKB) dengan sebelas anggota lainnya. Dan Pansus VII bertugas membahas dan mengkaji Raperda tentang Rencana Pembangunan Industri NTB 2020-2040, diketuai oleh Nauvar F Farinduan, SH.,MBA (Duta Gerindra) dengan 9 anggota.

Rapat Paripurna DPRD NTB yang dihadiri langsung oleh Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaeda, SH., MH., Wakil Ketua DPRD NTB, H Mori Hanafi, dan Wakil Ketua DPRD NTB, H Muzihir., sebelumnya juga mengagendakan penyampaian pendapat Gubernur NTB terhadap enam (6) buah Raperda Prakarsa DPRD NTB serta Pemandangan Umum (PU) Fraksi-fraksi terhadap satu (1) buah Raperda Prakarsa Gubernur yakni tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi NTB Tahun 2020-2040.

Gubernur NTB yang diwakili oleh Sekda NTB, HL Gita Ariadi, mengungkapkan enam Raperda Prakarsa DPRD NTB diyakini memiliki urgensi kekinian dengan kondisi kemasyarakatan dan pembangunan di NTB.

“Untuk itu, eksekutif menyambut baik dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada DPRD NTB yang telah memprakarsai pembentukan Enam Raperda ini sebagai bentuk perhatiannya untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di NTB,” kata Sekda NTB mewakili pendapat Gubernur NTB, Senin 07 Desember 2020.

Gubernur NTB sendiri mengemukakan sejumlah pendapatnya berkaitan dengan Raperda yang diusulkan tersebut. Seperti Raperda tentang Penggunaan Jalan untuk Kegiatan Kemasyarakatan, menurutnya, penggunaan jalan provinsi untuk penyelenggaraan kegiatan diluar fungsinya selain untuk lalu lintas terhadap kegiatan kemasyarakatan, baik kegiatan yang berkaitan dengan adat istiadat, budaya, kegiatan keagamaan, dan/atau kegiatan yang bersifat pribadi, harus dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan umum dalam rangka terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.

Begitu pun yang berkaitan dengan Raperda tentang Penyelenggaraan Desa Wisata, dalam rangka mengembangkan potensi yang ada di desa, menurut Gubernur NTB, peran pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam percepatan pembangunan desa dan peningkatan kesejahteran masyarakat tidak sepenuhnya diserahkan kepada desa, tetapi peran pemerintah dan pemerintah daerah tetap harus terus dilakukan.

“Salah satu yang dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah untuk desa adalah pembangunan di bidang kepariwistaan. Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan bidang ekonomi, membawa beberapa dampak bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Dukungan terhadap pembangunan desa tidak hanya dilakukan melalui alokasi dana desa dari anggaran pendapatan belanja negara, tetapi desa juga melalui perencanaan pembangunan dari berbagai sektor dan bidang sesuai dengan kondisi dapat menggali sumber dana berdasarkan potensi yang dimiliki dan yang dapat dikembangkan oleh desa, salah satunya adalah perencanaan pembangunan desa melalui penetapan desa wisata,” cetusnya.

Menyangkut Raperda tentang Perkawinan Anak, Gubernur melalui Sekda juga memberikan penekanan berkaitan dengan pencegahan perkawinan pada usia anak, hal ini didasari pada ketentuan pasal 1 angka 1 undang-undang perlindungan anak, bahwa yang dimaksud usia anak dalam ketentuan ini adalah usia sebelum 18 tahun.

“Selanjutnya, secara lebih tegas berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa batas usia minimal perkawinan untuk pria dan wanita adalah berumur 19 tahun. Dengan demikian, ketentuan syarat umur untuk melangsungkan perkawinan adalah apabila pria dan wanita telah mencapai usia 19 tahun,” tegasnya.

Gubernur juga memberikan pendapatnya berkaitan dengan Raperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 04 Tahun 2006 tentang Usaha Budidaya Kemitraan Perkebunan Tembakau Virginia. Dikatakannya, sebagaimana diketahui bersama, Provinsi NTB merupakan salah satu daerah penghasil tembakau virginia yang turut memberikan kontribusi bagi pabrik rokok di indonesia. Namun Perda NTB Nomor 4 tahun 2006, tentang usaha budidaya dan kemitraan perkebunan tembakau virginia di NTB belum memberikan rasa keadilan kepada petani tembakau, sehingga harus dilakukan perubahan.

Demikian halnya dengan bidang pendidikan, lanjutnya, dimana pendidikan pesantren sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional ditujukan untuk individu santri diberbagai bidang yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertaqwa,  berakhlak  mulia,  berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang, dan moderat.

Pendidikan pesantren diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal, meliputi jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi sesuai dengan kekhasan, tradisi, dan kurikulum yang dikembangkan oleh masing-masing pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.

Provinsi NTB merupakan daerah dengan penduduk mayoritas agama islam yang memiliki cukup banyak pesantren dan madrasah yang menyelenggarakan satuan atau program pendidikan berbasis masyakarat sesuai dengan kekhasan agama islam dan/atau kekhasan pesantren.

Keberadaan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat belajar untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. dalam kenyataan, terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antar satuan pendidikan keagamaan.                                                                                      

Sebagai komponen sistem pendidikan nasional, pendidikan pesantren dan madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk pemerintah dan pemerintah daerah.

Atas dasar tersebut, diperlukan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan pendidikan pesantren dan madrasah. pesantren merupakan pendidikan berbasis masyarakat yang diselenggarakan oleh masyarakat muslim sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia generasi muslim yang memiliki kekhasan yang telah mengakar serta hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

 “Keberadaan pesantren menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan, terlebih lagi karena pesantren bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya  akan  jenis  layanan  pendidikan dan layanan lainnya. Oleh karenanya, selain menjadi akar budaya bangsa indonesia sebagai bagian strategis dari kekayaan tradisi dan budaya yang perlu dijaga kekhasannya, pendidikan pesantren yang dikembangkan dengan kekhasan nilai agama islam, disadari merupakan bagian tidak terpisahkan dalam  pendidikan,” pungkasnya. (red*)

×
Berita Terbaru Update