-->

Notification

×

Iklan

Sikapi Pernyataan Ditreskrimsus Polda NTB, Tim Kuasa Hukum Minta Kasus Feri Sofiyan di SP3

Tuesday, November 24, 2020 | Tuesday, November 24, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-11-24T04:04:32Z
Rusdiansyah, SH, MH, salah satu Tim Kuasa Hukum Feri Sofiyan, SH, Wakil Walikota Bima.


Kota Bima, Garda Asakota.-

Polda NTB melalui Ditreskrimsus, Kombes Polisi I Gusti Putu Gede Ekawana Putra, dalam keterangan persnya seperti dilansir salah satu media cetak NTB, menyebutkan beberapa point hasil gelar Perkara secara zoom meeting di Polda NTB terhadap kasus Dermaga Wisata Bonto.

Seperti dilansir salah satu media cetak NTB edisi Sabtu (21/11), Ekawana menyebut adanya beberapa unsur yang harus dilengkapi penyidik. Selain itu dia menegaskan bahwa kasus tersebut masuk ranah administrasi, belum masuk ranah pidana.

Pernyataan Ditreskrimsus Polda NTB ini menuai tanggapan dari Tim Kuasa Hukum Feri Sofiyan. Mereka adalah Al-Imran, SH, Lily Marfuatun, SH, MH, Bambang Purwanto, SH, MH, Rusdiansyah, SH, MH, Suhardin, SH, Sahrin, SH, Mukhtar, SH, dan Arifuddin SH

Kepada wartawan, salah satu Tim Hukum, Rusdiansyan, SH, MH, menilai bahwa pernyataan Ditreskrimsus Polda NTB itu menunjukan bahwa Penyidik Polres Bima Kota dalam menetapkan Wakil Walikota Bima menjadi tersangka didasari pada keragu-raguan. 

Terhadap persoalan ini, kata dia, seyogyanya Penyidik harus menghentikan proses hukum terhadap klien pihaknya, karena unsur pidananya tidak terpenuhi, kemudian penyempurnaan pasal pasca hasil gelar perkara dengan Polda NTB justru bukan malah menyempurnakan, tapi justru konstruksi hukumnya dinilai makin kacau.

"Penyempurnaan pasal itu kan malah makin menunjukan ketidak cakapan Penyidik dalam memahami hukum karena hasil perubahan pasal 109 UU 32 2009 di UU 11 2020 Ciptaker tidak lagi menyangkut soal ijin lingkungan hidup sebagaimana di atur dalam Pasal 36 UU PPLH yang telah dihapus, tetapi sudah berbicara tentang dumping (pembuangan limbah)," ungkapnya kepada wartawan, Selasa (24/11). 

Lebih lanjut dia menegaskan bahwa, jelas tertera di pasal 109 UU 11 2020 hasil perubahan tersebut dalam ayat 3 di sebutkan bahwa yang dapat di kenakan sanksi berdasarkan ketentuan pasal 60 UU Ciptaker hasil Perubahan juga berbicara tentang dumping.

"Pertanyaaan kami, lalu hal ihwal mana kasus atau perbuatan klien kami ini yang mengarah pada pembuangan limbah B3 itu sementara di sana itu (dermaga wisata Bonto, red) hanya ada bangunan kayu yang di bawahnya memilki pondasi berukuran 50 cm?," tanyanya.

Jebhy pun memastikan bahwa berbicara dari segi kerusakan lingkungan juga tidak terjadi, karena tidak ada yang di rusak. "Justru itu kita lakukan perawatan ranting kering yang sudah tua patah, itu di rapikan  dengan harapan akan tumbuh tunas baru. 

Jadi dalam hal ini polisi harus bisa menemukan ada tidaknya perbuatan pidana klien kami. Tapi tolonglah dalam menemukan perbuatan pidana jangan mengambil pasal yang lebih tidak ada hubungan hukum dengan apa yang dilakukan klien kita lagi karena pasal yang dikenakan tersebut tidak terkait dengan yang di sangkakan kepada klien kami.

Jangan sampai itu terjadi ada Penegak hukum yang tidak memahami hukum karena itu dapat meruntuhkan bangunan hukum di Negeri ini," cetusnya.

"Coba bayangkan saja Feri Sofiyan, SH, yang seorang Wakil Walikota saja di tetapkan sebagai tersangka degan pasal yang sudah di ubah dan tidak lagi mengatur apa yang di sangkakan terhadap klien kami, tindakan ini menerobos ketentuan pasal 1 ayat 1 KUHP tentang asas legalitas yang merupakan soko guru hukum pidana dunia, lalu bagaimana dengan rakyat kecil di Negeri ini?.," timpalnya lagi.

Lalu bagaimana tanggapannya terkait dengan salah satu point pernyataan Ditreskrimsus Polda NTB yang menegaskan bahwa pada prinsipnya persoalan ini merupakan ranah administratif bukan ranah pidana?.

"Ya itu betul, itu benar sekali kenapa karena sesuai dengan pasal 82 (a) dalam UU 11 tahun 2020 tentang Ciptaker jelas dikatakan bahwa yang belum memenuhi ijin lingkungan hanya dapat di kenakan sanksi administrasi termasuk, itu penyidik baru benar cara berpikirnya.

Tapi, walaupun kewenangan penyidik di Polres Bima Kota, jika Polda NTB menganggap penyidik dibawahnya tidak memiliki kecakapan memahami hukum dalam kasus ini Polda menurut hemat saya dalam rangka memberikan kepastian hukum dan mengembalikan kepercayaan publik bisa mengambil alih kasus ini dan menghentikan penyidikan kasus ini. (GA. 212*)

×
Berita Terbaru Update