-->

Notification

×

Iklan

Ditetapkan Sebagai Tersangka, Wakil Walikota Bima Nilai Prematur

Sunday, November 15, 2020 | Sunday, November 15, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-11-15T01:12:16Z


Pemrakarsa Pembangunan Dermaga Wisata Bonto, Feri Sofiyan, SH.


Kota Bima, Garda Asakota.-

Proses dugaan kasus pembangunan dermaga di Lingkungan Bonto Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota Kota Bima sudah naik pada penetapan tersangka. 

Pemrakarsa, Feri Sofiyan yang saat ini menjabat Wakil Walikota (Wawali) Bima selaku pemilik bangunan tersebut ditetapkan sebagai tersangka.

Hal itu terungkap dari keterangan Kasat Reskrim Polres Bima Kota IPTU Hilmi M Prayugo, kepada sejumlah wartawan, Sabtu kemarin (14/11). Menurutnya, sebelumnya Wawali diperiksa beberapa kali oleh Satuan Reskrim Polres Bima Kota, terhadap pembangunan dermaga yang diduga bagian dari reklamasi dan tanpa izin.

"Yang melaporkan ini salah satu LSM di Kota Bima,” ungkapnya, Sabtu (14/11), seperti dilansir Kahaba.Net

Diakui Hilmi, penetapan tersangka Feri Sofiyan pada tanggal 9 November 2020 dengan dugaan pengelolaan lingkungan hidup tanpa izin. “Yang bersangkutan terancam hukuman pidana minimal 1 tahun atau maksimal 3 tahun dengan dengan minimal Rp 1 Miliar dan maksimal Rp 3 Miliar,” sebutnya.

Diakuinya pula, selama proses penyelidikan dan penyidikan, Wawali sangat kooperatif. Proses selanjutnya, polisi akan segera memanggil kembali Feri Sofiyan untuk dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka.

Ketika disinggung soal UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Omnibus Law yang di dalamnya terdapat ketentuan menyangkut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Bahkan pasal 36 tentang perizinan dalam UU 32 2009 tentang LH sudah dihapus. 

UU Omnibus Law Nomor 11 tahun 2020 ini ditetapkan tanggal 02 November 2020, sementara penetapan Feri Sofiyan sebagai tersangka tanggal 9 November 2020, Hilmi hanya menjawab singkat dengan menunggu proses hukum selanjutnya. “Kita tunggu proses selanjutnya, ” pungkasnya.

Sementara itu, Pemrakarsa pembangunan dermaga wisata Bonto, Feri Sofiyan, SH, dalam siaran persnya mengaku sangat menghormati proses hukum yang dilakukan oleh pihak Polresta Bima.

Hanya saja ia menganggap, penetapan tersangka tersebut dinilainya dilakukan dengan prematur tanpa mempertimbangkan adanya itikad baik dari pemrakarsa yang ingin membangun kawasan wisata pantai Bonto agar tertata dengan lebih baik dengan mempergunakan anggaran pribadi untuk kepentingan umum. 

"Hal ini selaras dengan dengan konsep Kawasan Strategis Provinsi (KSP) NTB dan RTRW Kota Bima yang menetapkan bahwa kawasan teluk Bima merupakan kawasan pengembangan wisata," ungkap Feri, Sabtu (14/11).

Pertimbangan lainnya adalah bahwa permasalahan ini merupakan ranah administrasi pemerintah sehingga mestinya bisa diselesaikan dengan melakukan pendekatan administratif antara pemerintah yang mengeluarkan ijin dan pemrakarsa sesuai Perda no. 12 tahun 2017 tentang rencana zonasi wilayah pantai, pesisir dan pulau pulau kecil NTB.

Disampaikannya bahwa paska rampungnya dokumen UPL/UKL terkait kawasan wisata pantai Bonto dan rekomendasi TKPRD wilayah darat dari Pemkot Bima, langkah selanjutnya mengajukan permohonan ijin lingkungan dari DLHK Prov NTB pada awal bulan pebruari 2020,  dan disetujui untuk pembahasan pada tanggal 26 pebruari di kantor DLHK prov NTB dengan melakukan presentasi kepada Tim DLHK NTB dan hasilnya Tim meminta agar pemprakarsa melengkapi rekomendasi dari KSOP, karena DKP NTB tidak memiliki kewenangan mengeluarkan Rekomendasi TKPRD diwilayah kerja KSOP (DLKP/DLKR) dikarenakan diwilayah tsb berlaku UU 17/2009 tentang Pelayaran.

"Paska pertemuan itu, saya kemudian melakukan pengurusan berkaitan dengan apa yang disarankan oleh Tim Teknis," imbuhnya.

Kemudian, sambung Feri, setelah Rekomendasi KSOP terbit baru diadakan pembahasan lanjutan izin lingkungan dengan Tim Teknis DLHK NTB. Dikarenan masa pandemi covid 19, maka pembahasan dilakukan melalui vidio converence pada tanggal 15 mei 2020. 

Adapun hasil dari pembahasan tersebut Tim Teknis DLHK NTB tetap meminta Rekomendasi TKPRD NTB, padahal TKPRD sudah menegaskan tidak memiliki kewenangan dalam otoritas KSOP. Dan mereka (Tim Teknis DLHK NTB, red), menyatakan bahwa tidak ada masalah terkait dengan pembangunan dermaga wisata ini baik pada aspek lingkungan maupun pada aspek lainnya karena pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan minor dari seluruh pekerjaan di wilayah darat dari pemprakarsa yang berencana membuat destinasi wisata untuk masyarakat Kota Bima.

"Oleh karena adanya pernyataan tersebut, kami memulai membangun dermaga wisata. Sampai dengan hari ini sudah bisa dinikmati oleh masyarakat kota bima, kabupaten bima dan bahkan kabupaten dompu sebagai salah satu alternatif wisata baru di Kota Bima secara gratis," pungkasnya. (GA. 212*)

×
Berita Terbaru Update