-->

Notification

×

Iklan

Angka Penderita TBC Meningkat, Dikes Akui Banyak Hadapi Kendala Penanganan

Thursday, February 20, 2020 | Thursday, February 20, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-02-20T00:13:35Z

Kota Bima, Garda Asakota.-

Terungkap jika di tahun 2019 lalu ternyata penyakit TBC di Kota Bima ini telah mencapai angka 263 naik dua angka dari tahun sebelumnya 2018 sejumlah 261 penderita yang semuanya tertangani. Pihak Dikes mengklaim semua penderita TBC dalam proses penyembuhannya, namun diakui dinas masih terkendala banyak hal termasuk penganggaranya yang belum mencukupi.

"Padahal di satu sisi resistensi kematian penyakit ini cukup tinggi secara Nasional dimana setiap jam nya 11 nyawa melayang bila tidak di tangani secara baik dan tepat,"  ungkap Penanggungjawab TBC Bidang P3PL Dinas Kesehatan Kota Bima, Zulkaidah, pada wartawan saat hadir di kegiatan reses dewan di Asakota Rabu pagi kemarin (19/2).

Untuk kejelasannya Zulkaidah mempersilahkan wartawan untuk menindak lanjuti lebih lanjut data-data tersebut ke Kabid P3PL Dikes. "Kalau ingin lebih jelas silahkan konfirmasi ke pak Kabid," katanya.

Terpisah Kabid P3PL (Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Dikes Kota bima, Syarifuddin, S. Sos, M.PD, membenarkan data-data penderita TBC dari petugasnya.

Meski dari porsi anggaran diakuinya sudah lumayan baik di banding dengan penanganan yang lainnya, namun jika dilihat dari sisi kebutuhan diakuinya anggaran yang ada belum mencukupi. "Tetapi kita cukup cukupin saja," akunya kepada Garda Asakota, Rabu (19/2).

Menurutnya,  anggaran yang dialokasikan ini belum mencukupi karena untuk menganjurkan taat minum obat saja pada penderita TBC pihaknya juga butuh pendamping yang disebut sebagai PMO (Pengawas Minum Obat) untuk setiap penderitanya. "Ini juga kami biayai, kemudian proses keberlanjutan obat-obatannya juga butuh biayaka," katanya.

Selain hal tersebut pihaknya juga selalu temui kendala lain dalam menangani penderita TBC ini yaitu kesadaran dan pengetahuan masyarakat, juga stigma yang masih melekat di masyarakat seakan-akan TBC adalah penyakit yang menakutkan. Kemudian faktor keturunan (genetik) dan juga rata rata masyarakat yang di vonis TBC merasa malu dan minder untuk menyampaikannya.

"Padahal kalau rutin dan teratur konsumsi obatnya pasti sembuh. TBC itu adalah problem secara Nasional bukan saja di daerah kita karena penyumbang angka kematian tertinggi itu adalah TBC dengan rasio kematian penderita rata rata 11 orang per jam," bebernya.

Syarif mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi dinas sekarang sebenarnya adalah selain sulit menemukan penderita atau orang yang mengidap TBC positif karena merasa malu jika di sebut mengidap TBC, juga Petugas yang melakukan penjaringannya kemudian pengumpulan bahan pemeriksaannya lalu tenaga pemeriksanya, lalu koordinasi lintas sektor yang semuanya juga membutuhkan biaya.

"Dimana lintas sektor yang kami maksudkan adalah kepala wilayah mulai dari Rt Rw, Lurah, Camat dan juga tokoh masyarakat," tukasnya.

Selain itu, anggaran yang dibutuhkan untuk memperluas jangkauan pelayanan terhadap masyarakat, di satu sisi juga alat yang dimiliki masih terbatas. Kota Bima hanya di dua tersedia alatnya yakni satu di RSUD dan satunya lagi di Puskesmas Mpunda. "Sementara Faskes lainnya masih melakukan pemeriksaannya secara manual. Karenanya kami berharap kedepan ada penambahan satu alat untuk wilayah timur," tuturnya.

Kemudian ditambahkannya, faktor gizi penderita juga yang menghambat penyembuhan, setelah itu mobilitas penduduk yang kesulitan untuk menyesuaikan obat program yang diberikan. "Maklum kalau kita temukan penderita yang positif paling cepat minum obatnya enam bulan dan selama waktu itu kita follow up evaluasi," pungkasnya. (GA. 003*)
×
Berita Terbaru Update