-->

Notification

×

Iklan

Zainul Islam: Tim Penyelesaian PT GTI Masih Bekerja, Dalam Waktu Dekat Akan Turun Langsung Ke Gili Trawangan

Sunday, December 1, 2019 | Sunday, December 01, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-12-01T09:38:11Z
Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, H Zainul Islam.

Mataram, Garda Asakota.-

Nampaknya keinginan Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB, H Mori Hanafi, yang meminta Pemerintah Provinsi NTB segera menghentikan kontrak kerjasama dengan PT GTI masih belum bisa diaminin oleh pihak Pemprov NTB.

Hal ini terungkap  dari penjelasan Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, H Zainul Islam, yang menegaskan persoalan PT GTI masih dibahas oleh Tim Penyelesaian GTI yang telah dibentuk oleh Kepala Daerah.

“Tim Penyelesaian GTI sedang bekerja membahas soal keberlanjutan GTI ini. Nanti Pak Sekda selaku Ketua Tim akan memberikan penjelasan terkait dengan hasil pembahasannya bersama dengan unsur timnya adalah dari Forkopimda,” terang Zainul Islam kepada wartawan usai menghadiri acara Ambassador Chalenge di Hotel Madani pada Sabtu malam 30 November 2019.

Menyikapi soal PT GTI ini, pihaknya mengaku dirinya bersama dengan Tim berencana akan segera turun ke lokasi asset Pemda Provinsi NTB yang dikontrakan ke PT GTI ini. “Insha Alloh akan segera turun kesana dan apa yang akan menjadi keputusannya nanti kita akan tunggu hasil pembahasan dari Tim,” cetusnya.

Baca Berita Terkait Sebelumnya :
Mori Hanafi Minta Gubernur Hentikan Kontrak dengan PT GTI
http://www.gardaasakota.com/2019/11/mori-hanafi-minta-gubernur-hentikan.html

Sebagaimana diberitakan wartawan media ini sebelumnya, bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB sesungguhnya memiliki peluang yang sangat besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pemanfaatan asset Pemda Provinsi NTB yang ada di Gili Trawangan Lombok Barat.

Pemda Provinsi NTB memiliki asset tanah seluas 65 hektar di Gili Trawangan. Sejak tahun 1995, Pemda Provinsi NTB mengikat konsesi dengan pihak swasta yakni PT GTI dengan pelaksanaan HGU yang sudah berjalan selama 24 tahun.

"Kontrak kerjasamanya sendiri akan berlangsung selama 70 tahun dengan kontrak HGU nya selama 30 tahun. Dan ini sudah berjalan selama 24 tahun," terang Wakil Ketua DPRD NTB, H Mori Hanafi SE.,M.Comm., kepada wartawan media ini, Jum'at 19 November 2019.

Hanya saja konsesi atau ikatan kontrak dengan PT GTI ini hanya menghasilkan kontribusi sebesar Rp 27 juta per tahunnya dengan kewajiban bagi PT GTI untuk membangun sekitar 150 cottage atau tempat penginapan serta fasilitas penunjang pariwisata lainnya.

Namun berdasarkan informasi yang diterima wartawan media ini sekitar 24 tahun sejak perjanjian kerjasama ditandatangani, PT GTI diduga masih menelantarkan aset senilai Rp 2,3 triliun tersebut. Hal itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi NTB. Bahkan mendapat atensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK kemudian meminta agar Pemprov NTB menyelesaikan masalah aset di Trawangan tersebut. Pemprov akhirnya meminta kepada Kejaksaan Tinggi NTB melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) untuk melakukan pendampingan.

Diduga  kesalahan PT GTI bukan tidak memberikan uang kontribusi saja. Masalah fatal yang jauh lebih besar, investor tersebut ditengarai  tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana tercantum dalam perjanjian kontrak.

Beberapa perjanjian yang tidak direalisasikan diantaranya pembangunan 150 Cottage (tempat penginapan) dan fasilitas penunjang lainnya untuk pengembangan kepariwisataan.
Hal inilah yang kemudian memicu reaksi dari Wakil Ketua DPRD NTB agar Pemerintah Provinsi NTB segera mengambil sikap untuk segera mengambil sikap untuk memutus kontrak dengan PT GTI ini.

"Terbukti PT GTI ini tidak mampu memenuhi klausul perikatan yang ada didalam kontrak. Sehingga hal ini sudah cukup menjadi alasan bagi Pemprov untuk segera mengambil sikap memutuskan kontrak dengan PT GTI," tegas politisi senior Partai Gerindra ini.

Menariknya lagi asset Pemda Provinsi NTB seluas 65 hektar yang menjadi konsesi PT GTI itu secara keseluruhannya sudah dikuasai oleh masyarakat setempat dengan jumlah bangunan tempat usaha yang mencapai hampir 400 bangunan tempat usaha yang jenisnya beragam mulai dari hotel, bar dan restoran. Dan sisanya lagi menurut Mori Hanafi dalam bentuk rumah warga. Sehingga Menurutnya jika ditaksir secara keseluruhan nilai bangunan itu bisa mencapai angka sekitar Rp200 Milyar.

Cukup miris memang ketika melihat disatu sisi Pemprov NTB tidak bisa menarik keuntungan yang besar dari asset yang dimilikinya yang terlanjur dikonsesikan dengan PT GTI, namun disisi lain masyarakat yang menguasai areal itu mampu mendapatkan keuntungan yang besar dari sejumlah usaha yang dilakukan tanpa membayar sepeser pun ke PT GTI maupun ke Pemerintah.

"Dan menariknya masyarakat di areal itu bersedia membayar kontribusi sebesar Rp5 Milyar per tahun kepada Pemda Provinsi. Namun akan salah misalnya kalau Pemda Provinsi menerima kontribusi dari masyarakat sebelum melakukan pemutusan kontrak dengan PT GTI dan membuat alas hukum yang baru dengan pihak masyarakat ini " cetusnya.

Akan sangat tidak wajar bagi Pemda Provinsi NTB jika terus mempertahankan konsesi dengan PT GTI ditengah kenyataan PT GTI ini yang ditengarai tidak memenuhi satu pun klausul yang ada didalam kontraknya.

"Setelah beberapa kali diberikan kesempatan oleh Pemerintah dan tidak ada satu pun yang dipenuhi oleh PT GTI ini bahkan peringatan juga telah beberapa kali diberikan, lantas pertanyaan saya apa iya ketika GTI ini diberikan kesempatan lagi, ia akan mampu memberikan kompensasi sebesar Rp200 Milyar kepada masyarakat yang ada disana? Dan apa iya orang yang sudah punya omset sehari sekitar Rp40 juta mau bangunannya dirubuhkan?," ujarnya kritis.

Pihaknya secara tegas meminta Gubernur NTB untuk berani mengambil sikap menghentikan kontrak dengan PT GTI termasuk menghentikan tim yang dibentuk Gubernur untuk mengkaji keberadaan PT GTI ini.

"Hentikan sudah semua itu. Dan kalau pun ada gugatan dari PT GTI, kita jelas punya banyak sekali bahan untuk melakukan perlawanan karena dari sekian banyak klausul perjanjian, banyak sekali yang tidak dilaksanakan oleh PT GTI," tegasnya.

Anggota Komisi II DPRD NTB dari Fraksi Golkar, H Misbach Mulyadi, mengaku lebih senang ketika jalan yang diambil adalah jalan win win solution atau dengan cara semua pihak harus bertemu dalam satu forum pertemuan untuk membahas jalan yang terbaik.

"Sebaiknya kita cari tahu dulu alasan kenapa PT GTI ini tidak melaksanakan klausul yang ada didalam kontrak. Dan kita juga semua sudah tahu kalau asset konsesi ini sudah dikuasai oleh pihak lain dalam hal ini masyarakat. Dan masyarakat yang menguasai areal ini juga tidak boleh kita kesampingkan keberadaannya. Oleh karenanya harus ada duduk bareng antar semua pihak ini. Dan Pemerintah Provinsi bisa menginisiasi untuk melakukan hal itu," pungkasnya. (GA. Im*)
×
Berita Terbaru Update