-->

Notification

×

Iklan

GMPK Desak KPK Periksa Walikota Bima, Sekda Nyatakan Data Pendemo Tidak Benar

Thursday, November 7, 2019 | Thursday, November 07, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-11-07T02:55:48Z
Aksi massa GMPK di KPK, Rabu (6/11).

Jakarta, Garda Asakota.-

Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Keadilan (GMPK) Jakarta turun kejalan dan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu 06 November 2019. Aksi massa ini merupakan kali kedua oleh GMPK setelah aksi sebelumnya, Rabu lalu (30/10/2019).


Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi GMPK Jakarta, Juhrin, melalui siaran persnya menjelaskan aksi unjuk rasa yang dihelat GMPK di depan kantor KPK itu adalah untuk meminta KPK agar segera memanggil dan memeriksa H. Muhammad Lutfi mantan anggota DPR RI Periode 2009-2014, yang kini menjadi Walikota Bima, terkait dengan dugaan aliran dana dalam dugaan kasus proyek pengadaan Al-Qur'an dan Laboratorium di Kementerian Agama tahun 2011-2012 yang sebelumnya menyeret Fahd A. Rafiq ke Rutan KPK.

Dalam kasus itu diduga merugikan negara sebesar Rp2,3 milyar. Selain dirinya, Fahd A. Rafiq diduga menyebut seluruh anggota Komisi VIII saat itu ikut menerima aliran dana. "Dan HM. Lutfi saat itu adalah salah satu anggota Komisi VIII DPR RI," duga Juhrin.

Selain dugaan kasus tersebut, GMPK juga mengangkat dugaan penggunaan anggaran lainnya seperti dana BPJS Kota Bima tahun 2019 sebesar 18 M, Dana Relokasi Rumah Korban Bencana Banjir Kota Bima tahun 2018, dari dana APBN senilai 90 M dan juga dana alokasi pembangunan Mesjid Agung Al-Muwahiddin yang berada di Kelurahan Paruga Kota Bima senilai 10 M, serta beberapa dugaan penggunaan anggaran lainnya di Pemkot Bima.

Walikota Bima, HM. Lutfi, SE, yang berusaha dikonfirmasi Garda Asakota hingga hari ini, Kamis (7/11) belum berhasil dihubungi. Berkali-kali dihubungi via ponselnya tidak aktif. Dikabarkan, sejak Selasa sore (5/11) Walikota sedang berada di luar daerah. "Benar bang (Walikota masih berada di luar daerah," sahut Kabag Humaspro Pemkot Bima saat ditanya kepastian Walikota Bima masih berada di luar daerah.

Sementara Kuasa Hukum Walikota Bima, Azwar Anas, SH, yang coba dimintai klarifikasi Walikota terkait dengan aksi GMPK di KPK, tidak mau berkomentar. "No komen kalau soal itu, nggak masuk ke ranah itu," jawabnya singkat.

Sebelumnya seperti dilansir salah satu media online Bima, Sekda Kota Bima H Mukhtar Landa, SH, MH, memberikan klarifikasi soal aksi kelompok pemuda di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa hari lalu. Mukhtar menegaskan, bahwa aksi tersebut menyampaikan data-data yang tidak benar.

Ia pun menanggapi sejumlah isu yang disampaikan massa aksi tersebut. Pertama soal dana relokasi yang disebutkan itu sebanyak Rp90 milyar. Sementara dari data Pemerintah Kota Bima, bahwa dana relokasi tersebut hanya sekitar Rp75 milyar, untuk 1.094 unit rumah.

“Tiap satu unit rumah mendapatkan alokasi dana sebesar Rp69 juta. Penyerahan uangnya langsung diterima oleh kelompok masyarakat selaku penerima manfaat. Kemudian pelaksanaannya didampingi oleh TP4D,” jelasnya, Sabtu (2/11).

Kemudian kaitan dengan BPJS disebut sebanyak Rp18 milyar, Sekda mengungkapkan bahwa pada APBD Pemerintah Kota Bima tahun 2019, jumlah anggaran BPJS sebesar Rp8,8 milyar. Dari anggaran itu, setiap bulan sesuai dengan tagihan BPJS, langsung ditransfer ke rekening BPJS.

“Paling telat setiap bulan itu ditransfer tanggal 5. Setiap bulannya juga, jumlah yang ditransfer bervariasi, tergantung dari jumlah tagihan BPJS. Ya, bisa mencapai ratusan juta,” ungkapnya.

Masih soal BPJS sambung Mukhtar, pihaknya membayar bukan sesuai dengan keinginan Pemerintah Kota Bima, tapi sesuai dengan tagihan BPJS. Karena, jika dilihat dari jumlah penduduk yang dibayarkan, adakalanya bertambah dan bisa berkurang. “Kalau ada yang meninggal dunia maka jumlah yang dibayarkan tentu akan berkurang,” tegasnya.

Yang ketiga sambung Sekda, terkait sorotan alokasi dana Masjid Agung Al-Muwahhidin sebesar Rp10 mililyar. Ia menegaskan, bahwa itu juga tidak benar. Sebab, dana tersebut belum cair.

Ia menjelaskan, kenapa pada tahun 2019 Pemerintah Kota belum mencairkan anggaran Rp10 milyar tersebut, karena penyelesaian administrasi antara Yayasan Masjid Agung Al-Muwahiddin dengan Pemerintah Kota Bima yang diminta BPKP, belum diselesaikan.

Untuk itu, BPKP perlu mengetahui sejumlah anggaran yang sudah masuk untuk pembangunan masjid tersebut pada tahun-tahun sebelumnya. Sejauh mana proses pembangunan yang sudah dilakukan oleh pihak yayasan. “Jadi, bagaimana mau dibilang korupsi, sementara anggarannya belum dicairkan, belum ditender, audit juga belum,” tuturnya.

Lalu kaitan dengan dugaan jual beli jabatan di Pemerintah Kota Bima, Mukhtar menjawab, sudah beberapa kali Walikota Bima menegaskan di setiap kesempatan, bahwa tidak ada jual beli jabatan. Bahkan Walikota Bima secara tegas mengatakan siap melepaskan jabatan apabila melakukan hal-hal yang berkaitan dengan jual beli jabatan.

Lalu soal korupsi pengadaan Al-Quran, Sekda kembali menegaskan bahwa Pemerintah Kota Bima terakhir pengadaan Al-Quran pada tahun 2018. Setelah itu, pemerintah tidak pernah lagi melakukan pengadaan Al-Quran. “Jadi sekali lagi kami tegaskan, demonstrasi Walikota Bima di KPK itu datanya tidak benar,” katanya. (GA. Tim*)

×
Berita Terbaru Update