-->

Notification

×

Iklan

Distan Kabupaten Bima Dinilai Tak Serius Perjuangkan Nasib Petani Jagung

Saturday, September 28, 2019 | Saturday, September 28, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-09-28T09:46:21Z
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Tumpu, Muhamad.

Kabupaten Bima, Garda Asakota.-

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Tumpu Kecamatan Bolo Kabupaten Bima mengeluhkan kekecewaannya terhadap Pemerintah Daerah khususnya Dinas Pertanian (Distan) yang dinilainya tidak serius menangani dan memperjuangkan harapan dan keinginan petani agar mereka diberikan bibit jagung unggul seperti yang mereka usulkan.

Kepada wartawan media ini, Ketua Gapoktan Desa Tumpu, Muhammad, menyebut beberapa contoh bibit jagung yang diusulkan pihaknya seperti Bisi 2, Bisi 18, NK 171, dan Pioner, malah dalam realisasinya diberikan bibit jagung premium yang justru dianggap sangat merugikan petani.

Mirisnya lagi, kata dia, kindisi ini telah berlangsung selama tiga tahun terakhir. "Terus terang kami sangat kecewa atas persoalan ini pasalnya Dinas Pertanian terkesan tidak serius dan acuh tak acuh memperjuangkan harapan dan keinginan para petani," keluhnya kepada Garda Asakota, Sabtu (28/9).

Muhamad menduga persoalan ini terjadi di hampir seluruh petani termasuk di Gapoktannya yang memiliki lahan sekitar 700 Ha dan digarap oleh 17 Kelompok Tani. "Untuk pengadaan bibit jagung potensial seperti Bisi 2, Bisi 18, NK 171 dan Pioner justru tiga tahun terakhir kami diberikan bibit jagung yang merugikan kami. Anehnya, bibit tersebut kami tolak kenapa masih di drop oleh pemerintah?," kesalnya.

 "Di pasaran banyak tersedia bibit yang kami usulkan ke pemerintah tapi kenapa pemerintah tidak pernah bisa merealisasikannya ya?. Pernah sih kami tanyakan kepada Dinas terkait kenapa bibit yang kami usulkan tidak pernah bisa di realisasi, jawaban yang selalu kami dengar bahwa dinas sudah berusaha serta mengusulkan apa yang menjadi usulan para petani, namun tetap bibit itu yang di berikan," cetusnya lagi.

Akibat droping bibit yang tidak sesuai permintaan ini, pihaknya mengaku selama tiga tahun terakhir mau tidak mau para petani terpaksa merogoh kocek sendiri untuk membeli bibit unggul yang diharapkan meskipun harus berhutang. Kondisi ini, sambungnya, belum diperhadapkan dengan persoalan pupuk yang harganya semakin melonjak.

Bayangkan saja untuk 1 sak urea itu harganya Rp150 ribu kemudian NPK itu Rp155 ribu padahal sesuai kesepakatan bahwa harga pupuk tetap dijual sesuai HET yaitu antara Rp95 -Rp97 ribu per sak.

"Kondisi ini sedang terjadi di wilayah kami, setiap hari saya selalu melihat lalu lalang kendaraan dengan muatan pupuk yang di jual dengan harga selangit sungguh sebuah posisi yang sulit bagi kami para petani, tidak di beli kami merugi di beli pun belum tentu kami untung karena harganya selangit lalu kemana pemerintah selama ini kenapa bisa lolos dari pengawasan?," katanya. (GA. 003*)

   
×
Berita Terbaru Update