Mataram,
Garda Asakota.-
Nasib tragis yang dialami oleh
para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Luar Negeri menjadi atensi
khusus Komisi V DPRD NTB. Sekitar Juni 2019 ini, salah satu contoh terbaru,
empat orang TKI asal Lombok Tengah (Loteng) meninggal dunia akibat musibah
kebakaran di rumah majikannya di Arab Saudi. Berbagai permasalahan yang belum
bisa dicarikan solusinya hingga saat ini adalah menyangkut aspek pemberangkatan
TKI ke Luar Negeri. Mulai dari soalan seperti legalitas Perusahaan Jasa Tenaga
Kerja Indonesia (PJTKI), dokumen perizinan seperti passport dan lain sebagainya
serta aspek jaminan perlindungan dan Keamanan TKI saat bekerja di Luar Negeri
hingga kembali ke tanah airnya.
Komisi V DPRD NTB akan segera
menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan berbagai pihak seperti
Disnakertrans, BP3TKI, Imigrasi, Polda, Biro Hukum Setda Provinsi NTB serta
pihak lain soal ketenagakerjaan ini. Rencananya Senin 08 Juli 2019, Komisi V
DPRD NTB akan menghadirkan semua pihak yang berkaitan dengan TKI asal NTB yang
dipekerjakan di Luar Negeri untuk didengar pendapatnya berkaitan dengan soal
ini.
“RDP ini akan membahas soal kasus
meninggalnya TKI asal NTB di Luar Negeri serta kasus-kasus TKI lainnya yang
kerap menghantui TKI kita di Luar Negeri. Bahkan berkembang wacana untuk
membentuk Panitia Khusus (Pansus) Dewan yang akan menelusuri lebih jauh terkait
dengan kemunculan kasus-kasus TKI ini,” jelas Wakil Ketua Komisi V dari Partai
Demokrat, HMNS Kasdiono, kepada sejumlah wartawan di ruang Komisi V DPRD NTB,
Rabu 03 Juli 2019.
Dalam RDP ini juga, pihaknya
mengaku akan melakukan klarifikasi berkaitan dengan adanya dugaan tindak
perdagangan orang dalam proses pengiriman TKI ke Luar Negeri sebagaimana
informasi yang santer berkembang di ruang publik.
“Selain adanya dugaan tindak
perdagangan orang, kami juga akan mengklarifikasi berkaitan dengan adanya
informasi yang menyangkut ketidaklengkapan data atau dokumen-dokumen sebagai
kelengkapan persyaratan untuk mendapatkan pekerjaan di Luar Negeri. Dan yang
lebih penting lagi adalah tindak pencegahan kedepannya agar kasus-kasus serupa
tidak lagi terjadi di kemudian hari apakah perlu dibentuk Satuan Tugas (Satgas)
Tindak Pidana Pencegahan Perdagangan Orang,” tegasnya.
Pembentukan Satgas menurutnya
merupakan suatu langkah efektif yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
tindak pidana perdagangan orang ke luar negeri serta yang paling penting adalah
melakukan tindakan penindakan terhadap setiap orang yang diduga terlibat dalam
kegiatan tindak pidana perdagangan orang.
“Dalam tubuh Satgas ini
komposisinya akan terdiri dari berbagai institusi atau lembaga yang ada yang
akan memudahkan setiap institusi ini untuk membangun koordinasi dalam
penyelesaian setiap kasus dugaan tindak perdagangan orang. Dan selama ini
Satgas seperti ini belum pernah dibentuk di NTB. Meski BP3TKI dan Disnaker
hadir juga untuk memberikan perlindungan terhadap TKI namun peran mereka hanya
sebatas pada bagaimana memberikan penempatan TKI yang sesuai dengan procedural saja.
Akan tetapi ketika terjadi suatu permasalahan yang berkaitan dengan penempatan
TKI yang tidak procedural, maka kewenangannya hanya sebatas pada aspek
koordinasi dengan institusi Pusat saja. Oleh karenanya, NTB butuh adanya Satgas
yang akan melakukan tindakan pencegahan dan penindakan terhadap terjadinya
kasus-kasus yang berkaitan dengan tindak perdagangan orang,” pungkasnya. (GA. 211*).