-->

Notification

×

Iklan

NTB Petakan Komoditi yang Siap di-Industrialisasi

Friday, June 21, 2019 | Friday, June 21, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-06-21T12:26:18Z

Mataram, Garda Asakota.-

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat kini sedang melakukan pemetaan (mapping) terhadap berbagai komoditi yang segera memasuki tahapan industrialisasi (peningkatan nilai tambah).

Kepala Dinas Perindustrian NTB, Andi Pramaria melalui Diskusi Whatsup group OPD NTB Gemilang (Jumat pagi, 21/6-2019) melaporkan kepada Gubernur Doktor Zul bahwa dari hasil mapping yang dilakukannnya selama ini , sudah ada beberapa produk primer yang teridentifikasi kesiapannya untuk diindustrialisasi. Diantaranya adalah  jagung dengan potensi produksi 2,3 juta ton/tahun dan untuk konsumsi hanya 500.000 ton. Kemudian garam rakyat dengan produksi 280.000 ton/tahun dan konsumsi 27 ton. Sedangkan untuk sapi, menurut Andi, saat ini sedang dibahas dengan LIPI, khususnya terkait produksi sperma.

Demikian juga halnya penyiapan permesinan mendukung industri hulu, utamanya alat pertanian, penyiapan mesin pengolah industri hilir lainnya, kini terus berproses. Sementara untuk produk smelter, menurutnya masih menunggu kelanjutan tim smelter dan fasilitasi KI dalam RTRW.

Sedangkan pengolahan daging sapi, masih dibahas secara teknis mengenai rencana operasionalisasi RPH banyumulek dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, terang Andi.

Laporan Pak Andi Paramadya tersebut sesungguhnya berkaitan dengan arahan Gubernur  NTB, Dr.H. Zulkieflimansyah pada forum diskusi via WA itu, setelah sebelumnya sempat membaca di media hearing, dimana Kepala Dinas Perdagangan  NTB, Hj. Putu Selly membahas masuknya Daging beku. "Saya kira ini menarik sebagai awal kita memulai bahwa daging produksi NTB sangat mungkin dibekukan dengan alat dan teknologi yang pas", ungkap Gubernur Doktor Zul sapaan akrabnya. 

Kedepan daging beku ini harus berasal dari daging daerah kita sendiri. Inilah awal dari industrialisasi kita, tegasnya.  "Ayo coba direalisasikan ini bu kadis peternakan dan bu kadis perdagangan", pintanya seraya menegaskan bahwa menghadirkan selain daging segar import juga daging daerah kita juga mulai bisa dibekukan agar tahan lama.

Pada diskusi jumat pagi itu, Gubernur Doktor Zul kembali menyinggung hasil diskusi pada  'kuliah umum' dan acara diskusi penyusunan Road map industrialisasi beberapa waktu yang lalu, bahwa  Industrialisasi sesungguhnya adalah proses penambahan nilai produk-produk unggulan NTB secara terencana. 

PIJAR (sapi, jagung dan rumput laut) misalnya. Menurut Bang Zul merupakan program yang sudah sangat bagus. Tetapi untuk melanjutkannya bukan sekedar jual Sapi, Jagung dan Rumput laut saja.  Namun tahapan selanjutnya mulai mengarah kepada langkah MENGOLAH sapi, jagung dan rumput laut tersebut menjadi produk-produk olahan yang kompetitif. Sehingga teridentifikasi bahwa produk-produk tersebut setiap tahun berubah dan terukur peningkatan nilai tambahnya.
Gubernur menegaskan,  "NTB nggak akan maju kalau setiap tahun kita jual jagung, kopi, garam dan madu saja. Sekarang okelah kita punya jagung, kopi, garam dan madu. Tapi tahun depan sudah harus jagung, kopi, madu dan garam yang DIOLAH", tegasnya.

Tahun depan mestinya kita sudah harus memiliki produk-produk unggulan seperti Mesin-mesin pengolah hasil perikanan, mesin pengolah hasil pertanian, mesin pengolah hasil hutan, perkebunan dan lainnya, ujar Gubernur.
Doktor Zul mengajak seluruh jajaran berpikir inovatif dan agak detail. "Saya nggak mau dengar lagi, kita mau memproduksi semata jagung, kopi, madu dan garam. Bikin list 10 atau 15 produk- produk di sektor pertanian dan pertambangan, termasuk dengan akan hadinya smelter, akan banyak yang bisa dilakukan. Bahkan di SIKIM UTS sudah akan ada pengolahan rumput laut dan daging", ujarnya.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan hewan, Hj. Budi Septiani menyampaikan bahwa industrialisasi bidang peternakan dinilainya paling berpeluang dilakukan segera.  Karena menurutnya,  bahan baku tersedia, ditambah dukungan sarana prasarana juga sudah tersedia. Seperti RPH yang berstandar nasional. Dipulau Lombok, ada RPH Banyumulek. Sedangkan RPH yang ada di Kota Bima dan Pototanu di KSB serta Sumbawa, nantinya bisa ditingkatkan untuk memenuhi standar yang ditentukan. Hal ini juga salah satu strategi memotong rantai distribusi yang mengakibatkan harga daging sangat tinggi. Ia juga mengungkapkan hasil FGD pihaknya bersama kadis perindustrian dan pak Ihwan dari STIP juga perwakilan bappeda di LIPI, terdapat  5 produk olahan daging, dan 2 produk diantaranya yang sudah siap ijin edarnya.

Diakhir diskusi, Penjabat Sekda NTB, Ir.H.Iswandi, M.Si menyarakan kepada
Kepala  Bappeda agar fokus terlebih dulu pada mapping produknya dari semua perangkat daerah yang telah memiliki proses pengolahan / pasca panen. Sebagai contoh dari dinas lingkungan hidup dan kehutanan ternyata sudah memiliki  proses industrialisasi beberapa produk. Seperti minyak kayu putih dll. "Nanti saya akan mengundang semua Kepala Perangkat Daerah terkait untuk menghimpun produk-produk olahan yang sudah eksis", pungkasnya. (*)
×
Berita Terbaru Update