-->

Notification

×

Iklan

Memperkuat Gerakan Sosial Lingkungan Masyarakat Bima dalam Menghadapi Ancaman Bencana Lingkungan dan Tsunami

Friday, January 11, 2019 | Friday, January 11, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-01-11T06:55:20Z


Faisal M. Jasin



Pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan pertanian, energi, industri, sektor bisnis, dan pemukiman membuat permintaan air bersih makin meningkat. Sehingga masyarakat harus mengekploitasi sumberdaya alam (SDA). Ekploitasi SDA yang melebihi daya dukung lingkungan tentunya akan mempengaruhi fungsi lingkungan yang ujungnya bencana lingkungan, contoh terakhir ketersediaan sumberdaya air di Bima yang terus menyusut.

Dahsyatnya kerusakan hutan di Kota/Kab Bima yang berdampak pada menyusutnya jumlah mata air, data BKPH Maria Donggo masa, dari 700 mata air yang menyebar di Kota/Kabupaten Bima, kini telah menyusut menjadi 200 mata air dan sisanya pun dalam kondisi kritis. Menyusutnya 500 mata air yang disebabkan oleh hilangnya fungsi hutan yang di akibatkan oleh pembukaan jalan baru untuk usaha tani dan ekonomi, perambahan hutan untuk keperluan penanaman jagung dan illegal logging. Setidaknya ini dalam rentang waktu 10 tahun terakhir, yang dimulai dari intensifnya program jagung di Bima dan sekitarnya.

Andaikan ini tidak dikendalikan dengan sesegera mungkin, bagaimana jika 5 tahun kedepan, masih adakah mata air ? atau akan berubah menjadi air mata ?,  Apa yang terjadi ? sementara ditambah lagi dengan kerentanan bima terhadap perubahan iklim lokal dan bencana tsunami. Penulis meyakini bahwa masyarakat bima bisa melewatinya akan tetapi dengan peta jalan yang harus di rancang dan dilaksanakan.

Menurut hemat penulis, Ini bukan tugas pemerintah daerah saja, akan tetapi Pemerintah Daerah, dengan APBD yang terbatas dapat melakukan koordinasi dan kerja bersama para pemangku kepentingan dan menguatkan peran dari berbagai pihak terutama masyarakat dan generasi usia dini.

Banyak cerita kesuksesan dalam mengembalikan fungsi hutan jika ada political will Pemerintah Daerah dan kesadaran masyarakat, oleh karena merupakan kebutuhan akan keberlanjutan kehidupan. Masyarakat telah menunjukannya melalui gerakan “ Mbojo Hijau Kembali (MHK), yang setidaknya sebagai pemicu bagi gerakan-gerakan lain.

Kita bisa melihat wonogiri dan gunung kidul 20 dan bahkan 10 tahun lalu, akan tetapi sekarang, daerah tersebut berubah walaupun belum begitu signifikan, itulah potret kolaborasi dari Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Untuk masalah menyusutnya jumlah mata air di Bima saat ini, jika 5 tahun depan tidak dilakukan tindakan penyelamatan dan ancaman Tsunami sebagaimana berdasarkan data BNPB melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat menunjukan bahwa Bima adalah termasuk daerah yang rentan terhadap bencana Tsunami, dimana ada sekitar 78 Desa rentan dengan kategori kelas bahaya tinggi.

Untuk menghadapi bencana tsunami, pemerintah daerah perlu menguatkan keswadayaan masyarakat dengan mulai menyiapkan langkah-langkah mitigasi bencana. Dan yang paling dasar adalah peta wilayah rawan di tingkat tapak/Desa, rambu-rambu peringatan bahaya dilokasi, pelatihan edukasi bencana tsunami di Desa rawan, menyiapkan jalur-jalur evakuasi bencana, relokasi atau tata kembali pemukiman masyarakat di lokasi rawan bencana, dan pos pos siaga bencana di setiap kampung rawan bencana dan jangka panjang dengan mendesain bangunan yang dapat mengurangi dampak bencana selain itu  kapasitas ASN dibidang kebencanaan perlu di perkuat.

Di sisi lain krisis sumberdaya air di Bima setidaknya akan berdampak pada ketahanan  pangan dan Bima akan menjadi daerah rawan pangan, masuk dalam kelompok daaerah miskin dan dalam jangka panjang kehilangan generasi yang berkualitas oleh karena air merupakan kebutuhan bagi sumber kehidupan, hal ini diperparah lagi dengan bencana banjir yang kerap terjadi dimusin hujan.

Menyikapi krisis sumber daya air, harus diawali dengan langkah-langkah kecil melalui upaya gerakan penghematan pemanfaatan air yang dimulai dari yang paling sederhana seperti pemakaian keran air, aktifkan embung dan telaga sebagai sarana resapan air dimusim hujan, melakukan rehabilitasi sumber mata air melalui konservasi disekitarnya dengan memilih tanaman endemik local serta konservasi hutan secara menyeluruh yang dilakukan secara terukur dan terencana.  Selain itu bagi masyarakat disekitar hutan dapat mengakses program hutan sosial sebagai jalan tengah bagi ruang pemanfaatan masyarakat terhadap hutan, dengan ijin akses kelola 35 tahun diyakini dapat memberikan nilai ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat dan hutan juga tetap lestari.

Perlu gerakan sosial lingkungan yang lebih kuat untuk mengembalikan fungsi lingkungan di Bima, gerakan ini tidak hanya berbentuk dalam gerakan moral akan tetapi harus melakukan action. Dalam konteks ini perjuangan untuk melestarikan lingkungan bukan hanya bersifat defensif yang hanya ‘bergerak’ ketika lingkungan alam sudah mulai dirusak, tetapi juga harus bersifat ofensif untuk mengoreksi segala macam kebijakan daerah yang diproyeksikan akan memiliki dampak terhadap kerusakan alam.

Upaya solutif lainnya dengan mengidentifikasi tata aturan peraturan yang mengingkari kedaulatan rakyat untuk mendapatkan akses terhadap pemanfaatan lingkungan hidup secara wajar dan berkesinambungan, untuk didorong agar dicabut. Selain itu, aparat keamanan dipersiapkan untuk menangani dan mencegah tindakan brutal terhadap lingkungan seperti adanya illegal logging dan alih fungsi lahan.

Gerakan sosial lingkungan masyarakat telah mendapatkan ruang perlindungan oleh Negara melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 66 “ bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”, dengan harapan dapat menumbuhkan partisipasi publik baik dalam melestarikan lingkungan hidup maupun menuntuk haknya. Sehingga tidak alasan lagi bagi masyarakat untuk khawatir dalam memperjuangkan keadilan lingkungan. 

Menumbuhkan komunitas-komunitas peduli lingkungan, mendorongnya  untuk beraliansi serta bergerak bersama-sama dalam meningkatkan  kualitas lingkungan agar dapat meminimalisir resiko dari bencana lingkungan adalah satu dari banyak hal yang dapat difasilitasi oleh para pihak. 

Sebagai contoh gerakan sosial lingkungan ekofeminisme dunia yang berhasil pada tahun 1974 di India yang dikampanyekan oleh Vandana Shiva, dengan melakukan gerakan peluk pohon sebagai protes dan untuk mengingatkan mesin-mesin pemotong pohon agar berhenti menebang. Gerakan tersebut secara sederhana menunjukkan peran perempuan sebagai pelindung dan perawat lingkungan untuk tujuan kesejahteraan.

Untuk mendorong gerakan sosial lingkungan masyarakat, tentunya perlu dibangun kesadaran terhadap kebutuhan akan lingkungan yang baik dan sehat, merupakan amanah konstitusi Undang-undang Dasar 1945, pasal 28H selain itu merupakan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Pasal 9 Ayat (3) tentang Hak Asasi Manusia.

Sebagai bagian dari hak asasi manusia, maka Pemerintah Daerah harus menghormati, memenuhi, dan melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut, setiap orang diberikan hak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan,  yang menjadi pertanyaannya apakah masyarakat telah mendapatkan hak- hak dasar nya dari Pemerintah Daerah. Wallahu alam bishawab.

Penulis*Ketua Bidang Informasi dan Teknologi Badan Musyawarah Masyarakat Bima dan Pengurus Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
×
Berita Terbaru Update