-->

Notification

×

Iklan

Obsesi Doktor Zul, Kuasai Dunia Dengan Mengikis Sikap Primordialistik

Sunday, November 18, 2018 | Sunday, November 18, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-11-18T03:55:45Z

Bima, Garda Asakota.-

Sosok Doktor Zul, Gubernur NTB, yang memiliki nama lengkap, Dr Ir H Zulkieflimansyah M Sc., adalah sosok pemimpin yang punya visi besar untuk kemajuan NTB. Dengan mengusung visi 'NTB Gemilang', bersama pasangan Wakilnya, Umi Rohmi, dirinya mengaku sangat senang dan bangga melihat generasi muda NTB memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, dan kecerdasan intelektual yang juga mumpuni hingga suatu saat kelak, obsesi tertingginya, dari ribuan anak-anak NTB, ada beberapa orang yang akan mampu 'menaklukan' dunia.
Makanya tidak mengherankan, pria yang merupakan Doktor Lulusan Universitas Harvard ini, begitu takzub ketika melihat dan mendengar kemampuan anak-anak NTB yang ada di ujung Timur Provinsi ini, begitu fasih dan merdunya melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. 

"Seolah memori di era tahun 80-an itu muncul kembali dalam ingatan saya, saat mendengarkan bacaan Al-qur'an. Dan rasa-rasanya, sudah semakin sulit untuk kita jumpai lagi pada saat sekarang ini," kata Gubernur Zul, saat menyampaikan pidatonya di acara perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW di Ponpes Al Ikhwan Salama Kota Bima,  Sabtu 17 November 2018.

Fondasi moral yang baik sejatinya akan mengokohkan Spirit Universalisme dalam membangun peradaban dan meruntuhkan semangat primordialistik yang cenderung melemahkan semangat membangun. Seiring dengan semangat Doktor Zul yang ingin mengirim ribuan anak muda NTB untuk menggali ilmu pengetahuan ke Universitas-universitas Luar Negeri dengan program pemberian beasiswa. Doktor Zul berobsesi, sikap-sikap primordialistik yang selama ini cenderung memecah kekuatan dari dalam daerah dan dalam diri Bangsa, akan terkikis dengan sendirinya, tergantikan oleh sikap-sikap yang berangkat dari pemahaman universalisme atau nilai-nilai yang lebih luas.

"Ketika saya jadi Calon Gubernur di Banten,  saya tidak pernah ditanya, saya ini orang mana. Namun ketika  saya pulang ke kampung halaman saya di NTB, saya malah ditanya orang Bima atau bukan?, begitupun ketika di Sumbawa saya ini, Sumbawa atau bukan?,  begitupun ketika saya berada di Lombok saya ditanya, saya ini orang sasak atau bukan?. Mungkin hal ini terjadi karena dilatarbelakangi oleh sistem politik sekarang, sehingga terkadang orang melakukan hal-hal yang berbahaya dengan mengabaikan aspek ketahanan dan kesatuan bangsa demi meraih suara dari pemilih-pemilih tertentu," kata Zul.

Dan secara Nasional, diakuinya, pemahaman-pemahaman sempit yang dilatari oleh semangat primordialistik sempit ini sudah hampir merata terjadi se-Nusantara. "Saya tiga periode menjadi anggota DPR RI bersama pak Walikota Bima, HM Lutfi. Tentunya punya kemewahan dengan melihat Negeri sendiri dari Sabang sampai Merauke, belum pernah kita mewarisi satu keadaan seperti sekarang ini, orang Madura tidak lagi nyaman hidup di Kalbar, orang Bali tidak lagi nyaman hidup di Maluku. Nah, kalau kondisi ini terus dibiarkan, maka primordialisme berlebihan akan merusak mimpi besar pejuang pembuat Negara yang bernama Republik ini," timpalnya.

Meretas itu semua, jalan satu-satunya adalah dengan cara mengikisnya melalui pengiriman seribu anak muda tiap tahunnya untuk belajar S2 ke Luar Negeri. "Kita ingin mengirim seribu pelajar ke Luar Negeri bukan karena Kuliah di Jakarta tidak bagus, bukan pula kualitas Perguruan Tinggi di Bandung, Jogja,  Malang, tidak bagus.  Mungkin kualitasnya jauh lebih bagus, tapi karena terkadang saya menemukan ketika anak muda kita kirimkan ke Jakarta yang muncul adalah Ketua Mahasiswa asal Bima, Lombok, Sumbawa atau lainnya.  Tetapi ketika kita kirimkan ke Luar Negeri, biasanya kedaerahan akan hilang dan yang muncul adalah jiwa yang menggelegar bangga sebagai bangsa Indonesia. Saya membayangkan kalau seribu anak NTB rata rata hebat kita kirim mereka sebagai aktivis di Luar Negeri, paling minim orang NTB itu jadi Ketua Pengajian, coba bayangkan kalau seribu anak NTB punya pengalaman Internasional, kita tidak harapkan mereka semua kembali ke NTB, kalau seribu tiap tahun, lima ribu satu periode hanya lima persen yang kita harapkan kembali ke NTB sisanya biarkan mereka bertarung di ibukota bertarung memperebutkan kepemimpinan Indonesia masa depan dan saya juga membayangkan 15 sampai  20 tahun yang akan datang siapapun Presidennya apapun partai pemenang dalam kontestasi demokrasi kita, hampir semua eselon 1 di setiap Departemen ada putra dari NTB dan apapun partai yang dominan di DPR, apapun Komisinya maupun  Fraksinya pasti ada anak NTB. Dan biasanya anak NTB, sehebat apapun, setinggi apapun jabatannya tidak akan pernah lupa pada kampung halamannya," katanya panjang lebar.

Jadi membangun NTB itu, lanjutnya,  tidak harus memenuhi kolam kecil dengan ikan-ikan besar karena berada di tempat seperti ini adalah tempat yang asli untuk menyemai bibit kepemimpinan. "Banyak asumsi orang yang mengatakan bahwa orang Sumbawa, tak pernah  mungkin jadi NTB 1, pantasnya untuk wakilnya saja.  Dan ini bahaya sekali kalau dalam benak kita merasa inferior atau merasa kalah. Jangankan jadi Presiden jadi calon Gubernur pun orang pulau Sumbawa tak bisa. Kemenangan Nomor 3 atau menangnya DR. Zulkiflimansyah pada pilkada yang baru lalu mudah-mudahan dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak muda NTB bahwa anak muda NTB dan pulau Sumbawa tidak hanya sanggup jadi Gubernur saja, jadi Presiden pun Insha Allah siap dan mudah-mudahan dengan silaturrahmi seperti ini, turun ke desa, dusun menyapa masyarakat akan membawa keberkahan," pungkasnya. (GA. 211/212*)
×
Berita Terbaru Update