-->

Notification

×

Iklan

Komisi II DPRD Meradang, Sorot Distanbun Jadi Sumber Masalah Ekologis Di Daerah

Monday, November 26, 2018 | Monday, November 26, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2021-03-19T01:39:34Z
Suasana Rapat Komisi II DPRD Kabupaten Bima yang membahas Rekomendasi Pencopotan Kadistanbun Kabupaten Bima beberapa waktu lalu di ruang Komisi II DPRD Kabupaten Bima.


Bima, Garda Asakota.-


Diera kepemimpinan Bupati Bima dan Wakil Bupati Bima, IDP-Dahlan, keberadaan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Bima kerap disorot menjadi sumber masalah yang dianggap menjadi kisruh dalam soal pembangunan aspek pertanian di Kabupaten Bima.


“Betapa tidak, sejak Distanbun dipimpin oleh Thayeb kerap muncul masalah yang cukup komprehensif dari A sampai Z sehingga berdampak dilaporkannya kasus pengadaan bibit bawang merah ke KPK yang menelan anggaran hingga Rp90 Milyar di tahun anggaran 2016-2017. Saat itu semua orang berteriak meminta Thayeb dicopot. Thayeb diganti dengan Rendra Farid, juga tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul di Distanbun, dan juga kerap muncul permasalahan yang sama. Giliran dipimpin oleh Indra Jaya dengan harapan mampu menakhodai Distanbun secara lebih baik, justru kembali muncul permasalahan yang lebih kompleks lagi,” sorot Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bima, Edy Muhlis S Sos., kepada wartawan media ini Minggu 25 November 2018.


Apa permasalahan yang kompleks tersebut?, Salah satu contohnya, kata Edy, adalah maraknya pembabatan hutan sebagaimana dikeluhkan banyak pihak saat ini untuk kepentingan penanaman jagung.


“Pembabatan hutan itu terjadi akibat masifnya program budidaya jagung yang saat ini diprogramkan oleh Distanbun sehingga berdampak pada terjadinya dampak kerusakan hutan yang cukup meluas. Sekarang hampir seluruh desa di Kabupaten Bima mendapatkan alokasi distribusi jagung yang kalau dihitung bisa mencapai angka 2 ton bahkan ada yang tiga ton lebih  per desa. Akibat ketidaktersediaan lahan yang cukup, sementara distribusi bibit jagung cukup masif, maka berdampak pada lahan tutupan negara juga dijadikan sebagai lahan penanaman jagung,” sorotnya lagi.


Semestinya, kata Edy, seorang Kadistanbun harus bisa memahami betul terhadap potensi lahan yang dimiliki oleh Kabupaten Bima, apakah mampu menopang program jagungnisasi itu ataukah tidak agar tidak berdampak pada dirambahnya lahan tutupan negara yang kemudian justru akan berdampak secara ekologis terhadap kualitas lingkungan di daerah.


“Yang ada ini, justru dilakukan program sapu bersih, memberikan bibit jagung pada setiap kelompok yang ada di desa sehingga sudah tidak ada lagi batasan mana wilayah yang direkomendasikan sebagai areal penanaman jagung mana yang tidak diperbolehkan. Semua lahan sudah tersapu bersih untuk kepentingan penanaman jagung bahkan di areal yang menjadi tutupan negara. Harusnya Distanbun saat mengajukan data lahan ke Pempus harus membangun koordinasi yang baik dengan pihak Dinas Kehutanan untuk memetakan mana potensi lahan yang diperbolehkan untuk program jagung ini, mana yang tidak diperbolehkan yang menjadi areal tutupan negara,” sesalnya.


Distanbun Kabupaten Bima, beber Edy, saat sekarang ini mendapatkan alokasi prgoram penyebaran bibit jagung bernilai puluhan milyar pada tahun 2018 ini dari APBN. Menurutnya ada sekitar Rp27 Milyar alokasi anggaran dari APBN tersebut, kata Edy, didasari pada proyeksi yang diajukan oleh Distanbun sendiri kepada Pempus untuk program jagung di 2018 ini.


“Proyeksi anggaran itu diajukan oleh Distanbun Kabupaten tanpa melakukan pemetaan akan potensi lahan yang diperbolehkan dan lahan yang tidak diperbolehkan. Padahal untuk menjaga kualitas ekologis wilayah, Distanbun bisa saja menolak hadirnya program jagungnisasi itu untuk menjaga kualitas ekologis kita dengan menolak program jagungnisasi karena alasan keterbatasan lahan, dan meminta pengalihan pada program pengembangan budidaya pertanian yang lain seperti budidaya bawang merah, bawang putih, atau budidaya lain yang tidak merusakan ekologis hutan kita. Makanya kami menduga banyak data lahan fiktif yang diajukan ke Pempus untuk mendapatkan alokasi anggaran jagung ini disamping masalah kualitas bibit jagung yang banyak dipermasalahkan oleh banyak pihak sehingga sudah menjadi atensi Aparat Penegak Hukum,” tegas pria yang juga unsur Pimpinan di Fraksi Perjuangan dan Restorasi DPRD Kabupaten Bima ini.


Oleh karenanya, lahirnya rekomendasi Komisi II DPRD Kabupaten Bima kepada Bupati Bima agar dapat mencopot Indra Jaya sebagai Kadistanbun itu karena dianggapnya tidak mampu membawa program-program yang selaras dengan apa yang menjadi potensi pertanian di daerah yang semestinya kebijakannya harus bisa diselaraskan dengan berbagai potensi yang dimiliki daerah.


“Kami meminta Bupati dapat memilih orang yang tepat yang memiliki latarbelakang keilmuan yang tepat sesuai dengan jabatan yang dipegangnya dan yang dapat bersikap tegas menolak suatu kebijakan yang bisa berdampak buruk terhadap tatanan ekologis kita sehingga tidak membawa dampak buruk bagi masyarakat kita,” tegasnya.


Bupati Bima, IDP, dan Kadistanbun Kabupaten Bima, Indra Jaya, hingga berita ini dinaikan belum berhasil dikonfirmasi wartawan. Disamping nomor handphonenya tidak ada yang aktif. Keberadaan dua pejabat penting di Kabupaten Bima ini juga sangat susah ditemui.
Menanggapi sikap Komisi II DPRD Kabupaten Bima ini, berbagai tanggapan baik yang pro terhadap sikap Komisi II DPRD Kabupaten Bima maupun yang kontra dengan sikap Komisi II ini bersiliwerang muncul di media sosial seperti di Facebook. (GA. 211*).




×
Berita Terbaru Update