Suasana Rapat Komisi II DPRD Kabupaten Bima yang membahas Rekomendasi Pencopotan Kadistanbun Kabupaten Bima beberapa waktu lalu di ruang Komisi II DPRD Kabupaten Bima.
Bima, Garda
Asakota.-
Diera kepemimpinan Bupati Bima dan Wakil
Bupati Bima, IDP-Dahlan, keberadaan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun)
Kabupaten Bima kerap disorot menjadi sumber masalah yang dianggap menjadi
kisruh dalam soal pembangunan aspek pertanian di Kabupaten Bima.
“Betapa tidak, sejak Distanbun dipimpin oleh Thayeb
kerap muncul masalah yang cukup komprehensif dari A sampai Z sehingga berdampak
dilaporkannya kasus pengadaan bibit bawang merah ke KPK yang menelan anggaran
hingga Rp90 Milyar di tahun anggaran 2016-2017. Saat itu semua orang berteriak
meminta Thayeb dicopot. Thayeb diganti dengan Rendra Farid, juga tidak mampu
menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul di Distanbun, dan juga kerap
muncul permasalahan yang sama. Giliran dipimpin oleh Indra Jaya dengan harapan
mampu menakhodai Distanbun secara lebih baik, justru kembali muncul
permasalahan yang lebih kompleks lagi,” sorot Wakil Ketua Komisi II DPRD
Kabupaten Bima, Edy Muhlis S Sos., kepada wartawan media ini Minggu 25 November
2018.
Apa permasalahan yang kompleks tersebut?,
Salah satu contohnya, kata Edy, adalah maraknya pembabatan hutan sebagaimana
dikeluhkan banyak pihak saat ini untuk kepentingan penanaman jagung.
“Pembabatan hutan itu terjadi akibat masifnya
program budidaya jagung yang saat ini diprogramkan oleh Distanbun sehingga
berdampak pada terjadinya dampak kerusakan hutan yang cukup meluas. Sekarang
hampir seluruh desa di Kabupaten Bima mendapatkan alokasi distribusi jagung
yang kalau dihitung bisa mencapai angka 2 ton bahkan ada yang tiga ton lebih per desa. Akibat ketidaktersediaan lahan yang
cukup, sementara distribusi bibit jagung cukup masif, maka berdampak pada lahan
tutupan negara juga dijadikan sebagai lahan penanaman jagung,” sorotnya lagi.
Semestinya, kata Edy, seorang Kadistanbun
harus bisa memahami betul terhadap potensi lahan yang dimiliki oleh Kabupaten
Bima, apakah mampu menopang program jagungnisasi itu ataukah tidak agar tidak
berdampak pada dirambahnya lahan tutupan negara yang kemudian justru akan
berdampak secara ekologis terhadap kualitas lingkungan di daerah.
“Yang ada ini, justru dilakukan program sapu
bersih, memberikan bibit jagung pada setiap kelompok yang ada di desa sehingga
sudah tidak ada lagi batasan mana wilayah yang direkomendasikan sebagai areal
penanaman jagung mana yang tidak diperbolehkan. Semua lahan sudah tersapu
bersih untuk kepentingan penanaman jagung bahkan di areal yang menjadi tutupan
negara. Harusnya Distanbun saat mengajukan data lahan ke Pempus harus membangun
koordinasi yang baik dengan pihak Dinas Kehutanan untuk memetakan mana potensi
lahan yang diperbolehkan untuk program jagung ini, mana yang tidak
diperbolehkan yang menjadi areal tutupan negara,” sesalnya.
Distanbun Kabupaten Bima, beber Edy, saat
sekarang ini mendapatkan alokasi prgoram penyebaran bibit jagung bernilai
puluhan milyar pada tahun 2018 ini dari APBN. Menurutnya ada sekitar Rp27
Milyar alokasi anggaran dari APBN tersebut, kata Edy, didasari pada proyeksi
yang diajukan oleh Distanbun sendiri kepada Pempus untuk program jagung di 2018
ini.
“Proyeksi anggaran itu diajukan oleh Distanbun
Kabupaten tanpa melakukan pemetaan akan potensi lahan yang diperbolehkan dan
lahan yang tidak diperbolehkan. Padahal untuk menjaga kualitas ekologis
wilayah, Distanbun bisa saja menolak hadirnya program jagungnisasi itu untuk menjaga
kualitas ekologis kita dengan menolak program jagungnisasi karena alasan
keterbatasan lahan, dan meminta pengalihan pada program pengembangan budidaya pertanian
yang lain seperti budidaya bawang merah, bawang putih, atau budidaya lain yang
tidak merusakan ekologis hutan kita. Makanya kami menduga banyak data lahan
fiktif yang diajukan ke Pempus untuk mendapatkan alokasi anggaran jagung ini
disamping masalah kualitas bibit jagung yang banyak dipermasalahkan oleh banyak
pihak sehingga sudah menjadi atensi Aparat Penegak Hukum,” tegas pria yang juga
unsur Pimpinan di Fraksi Perjuangan dan Restorasi DPRD Kabupaten Bima ini.
Oleh karenanya, lahirnya rekomendasi Komisi II
DPRD Kabupaten Bima kepada Bupati Bima agar dapat mencopot Indra Jaya sebagai
Kadistanbun itu karena dianggapnya tidak mampu membawa program-program yang
selaras dengan apa yang menjadi potensi pertanian di daerah yang semestinya kebijakannya
harus bisa diselaraskan dengan berbagai potensi yang dimiliki daerah.
“Kami meminta Bupati dapat memilih orang yang
tepat yang memiliki latarbelakang keilmuan yang tepat sesuai dengan jabatan
yang dipegangnya dan yang dapat bersikap tegas menolak suatu kebijakan yang
bisa berdampak buruk terhadap tatanan ekologis kita sehingga tidak membawa dampak
buruk bagi masyarakat kita,” tegasnya.
Bupati Bima, IDP, dan Kadistanbun Kabupaten
Bima, Indra Jaya, hingga berita ini dinaikan belum berhasil dikonfirmasi
wartawan. Disamping nomor handphonenya tidak ada yang aktif. Keberadaan dua
pejabat penting di Kabupaten Bima ini juga sangat susah ditemui.
Menanggapi sikap Komisi II DPRD Kabupaten Bima
ini, berbagai tanggapan baik yang pro terhadap sikap Komisi II DPRD Kabupaten
Bima maupun yang kontra dengan sikap Komisi II ini bersiliwerang muncul di
media sosial seperti di Facebook. (GA. 211*).
Baca Juga Berita Terkait :
http://www.gardaasakota.com/2018/11/komisi-ii-dprd-minta-bupati-copot-kadis.html
http://www.gardaasakota.com/2018/11/komisi-ii-dprd-minta-bupati-copot-kadis.html