-->

Notification

×

Iklan

Aliansi Masyarakat Lombok Tolak ZAM Jadi Nama Bandara Internasional Lombok

Wednesday, September 12, 2018 | Wednesday, September 12, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-09-12T12:56:42Z

Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah didampingi Wakil Ketua DPRD NTB, H Abdul Hadi dan Lalu Wirajaya, saat menerima hearing Aliansi Masyarakat Lombok, Rabu 12/09/2018 di Kantor Sementara DPRD NTB Jalan Langko Kota Mataram.

Mataram, Garda Asakota.-

Keluarnya Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan RI Nomor KP 1421 Tahun 2018 tentang Penetapan Nama Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Majid (ZAM) menuai penolakan sejumlah pihak termasuk puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Lombok (AML).

Ketua AML, Lalu Hizy, menegaskan nama Bandara Internasional Lombok atau yang disingkat BIL secara historis memiliki aspek sejarah yang tidak bisa dilupakan bagi masyarakat Lombok Tengah. “Saat itu nyawa masyarakat pemilik lahan dipertaruhkan untuk pembangunan BIL ini. Bahkan dari aspek pembangunan runaway pertama BIL. Meski anggarannya bersumber dari APBN, namun Lombok Tengah mengalokasikan anggaran sebesar Rp40 Milyar sebagai dana awal pembangunan runaway nya sementara PAD Kabupaten Loteng saat itu hanya sebesar Rp4,7 Milyar. Dari aspek ini maka bisa dibenarkan Kabupaten Loteng itu sangat keberatan dengan keluarnya SK Menhub terkait penetapan nama Bandar Udara Internasional ini menjadi ZAM,” ujar Lalu Hizy mengawali aspirasinya dihadapan Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah, Wakil Ketua DPRD NTB, H Abdul Hadi dan Wakil Ketua DPRD NTB, Lalu Wirajaya, serta turut dihadiri oleh Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTB, Lalu Bayu Windia dan Ketua Masyarakat Adat Sasak (MAS), HL Azhar, Rabu 12 September 2018, di Kantor Sementara DPRD NTB Rumah Dinas Ketua DPRD NTB, Jalan Langko Kota Mataram.

Suasana hearing Pimpinan DPRD NTB dengan puluhan aktivis AML

Pihaknya mengaku kecewa dengan sikap lembaga DPRD NTB yang begitu mudah memberikan dukungan terhadap nama bandar udara internasional tersebut dengan nama ZAM tanpa dilakukannya dengan gelaran sidang Paripurna. “Padahal persoalan pemberian nama ini sangat sensitif bagi kami masyarakat Loteng. Jadi kalau dalam SK itu dikatakan harus didukung dengan Keputusan DPRD NTB, maka semestinya harus dilakukan Sidang Paripurna. Dan kalau memang ada Sidang Paripurna terhadap penamaan bandara udara internasional ini maka hari ini kami meminta risalah sidang terkait dengan hal ini untuk kami tunjukan kepada masyarakat kami,” imbuhnya.

Pihaknya menuding ada praktik-praktik hegemonik kekuasaan hari ini yang dipertontonkan di NTB seperti penamaan bandara udara internasional, soal Poltekpar, dan Mandalika. “Wajar dong kami emosi dan marah melihat hal ini dan mengadukan kepada wakil rakyat yang ada di lembaga Dewan ini,” ucapnya.

Lalu Hizy berharap Lembaga MAS juga bersikap terhadap persoalan ini, apalagi menurut dirinya yang juga merupakan bagian dari MAS Praya Tengah, secara kelembagaan MAS tidak pernah menggelar rapat terkait pemberian dukungan penamaan bandara.

Hal senada juga diungkapkan oleh Yuli Harhari, Sekretaris AML. Paska dibangunnya bandar udara internasional di Loteng yang memakan waktu selama kurang lebih 20 tahun sejak tahun 1991 dan menghabiskan tetesan keringat, darah dan air mata masyarakat Loteng. “Akhirnya semua masa kelam itu dilewati oleh masyarakat Loteng. Jelang operasional bandara, semua masyarakat Loteng melakukan ritual penamaan bandara yang digelar di Kantor DPRD Loteng yang dihadiri oleh semua tokoh-tokoh masyarakat Loteng. Dan pada saat itu muncul usulan penamaan dari para tokoh-tokoh yang ada dan yang muncul saat itu adalah sederetan nama tuan guru termasuk nama ZAM dan nama tokoh dalam legenda lombok yakni Mandalika dan Dewi Anjani. Namun ketika dilakukan pembahasan satu-satu sederetan usulan nama tersebut tidak mendapatkan suatu dukungan yang signifikan. Dan pada saat diusulkan nama Bandara Internasional Lombok, tidak ada satu pun dari para tokoh yang berada di Majelis Pra Api ini yang melakukan penolakan. Dan proses ini benar-benar dilakukan secara konstitusional,” tutur Yuli Harhari.

Nama BIL menurut aktivis senior NTB ini membawa berkah tersendiri bagi tumbuh dan berkembangnya perekonomian di NTB, khususnya Pulau Lombok. Dari aspek kunjungan wisatawan, kata Yuli, terjadi peningkatan yang sangat signifikan terhadap aspek kunjungan wisatawan mancanegera dari angka sekitar 241 ribu wisman melonjak hingga ke angka 2,5 juta wisman. “Begitu pun dengan tingkat PDRB Kabupaten Lombok Tengah yang dulunya berkisar di angka Rp3 Trilyun atas dasar harga konstan atau atas dasar harga berlaku, naik hingga ke angka 350 persen atau sekitar Rp10 Trilyun. Begitu pun dengan tingkat PDRB per kapita juga mengalami kenaikan sehingga sumbangan dari aspek pertanian hanya berkisar pada angka 26 persen. Artinya harapan pra api itu terwujud sehingga diyakini nama BIL ini sudah pas, membawa barokah dan tidak perlu lagi diganti dengan nama yang lain,” ungkapnya.

Anehnya informasi yang mengatakan bahwa ada dukungan dari MAS terhadap penamaan bandara ZAM ini dibantah langsung oleh Ketua MAS NTB, Ketua Majelis Adat Sasak (MAS), HL Azhar, dihadapan forum hearing Aliansi Masyarakat Lombok dengan Lembaga DPRD NTB mengaku tidak mengetahui adanya dukungan MAS terhadap penamaan bandar udara internasional ZAM. “Ndeq Man. Laon ta boyak. Kita sepakat namanya tetap BIL, baru nanti kita musyawarahkan soal teknisnya,” ujar Mamiq Azhar dihadapan forum hearing.

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi NTB, Lalu Bayu Windia, dalam kesempatan itu mengungkapkan dari tiga sebutan untuk bandara udara internasional yang ada di Lombok Tengah ini seperti Praya, BIL dan LIA, dirinya mengaku tidak pernah melihat adanya SK penamaan terhadap tiga nama tersebut. “Kalau SK penamaan ZAM ini sudah saya lihat. Siapa yang berwenang menetapkan nama bandara? Yaitu Menhub RI. Syarat ketentuannya adalah adanya Surat Gubernur, ada surat Pimpinan DPRD NTB, ada juga surat dukungan dari FKUB, termasuk MAS, sehingga SK itu diterbitkan oleh Menhub,” kata Bayu Windia.

Berdasarkan arahan dari Sekda, lanjut Bayu Windia, diberikan kesempatan untuk melakukan dialog, namun harus tetap menjaga tensi masing-masing. Sementara menurutnya berkaitan dengan aspek teknis paska terbitnya SK Menhub tersebut akan dibicarakan lebih lanjut.

Ketua DPRD NTB, Hj Baiq Isvie Rupaedah, menegaskan pihaknya selaku Pimpinan DPRD NTB tidak menghendaki adanya keributan hanya karena persoalan penamaan bandar udara internasional ini. “Kita sama-sama menginginkan daerah kita tentram apalagi dalam kondisi kita sedang menhadapi bencana,” sambut srikandi DPRD NTB dari Partai Golkar ini.
Pihaknya pun mengatakan akan menemui Menteri Perhubungan di Jakarta guna membicarakan terkait dengan adanya konflik horisontal soal penamaan bandar udara internasional di Loteng ini. “Kalau boleh kami usulkan, kami Pimpinan DPRD akan menemui Menhub RI untuk membicarakan soal ini. Jadi Pimpinan DPRD NTB akan mengkomunikasikan soal adanya konflik horisontal menyangkut pergantian nama bandara,” ujar Baiq Isvie.

Pihaknya dalam kesempatan itu juga meluruskan adanya informasi yang mengatakan bahwa Lembaga DPRD NTB telah memberikan persetujuan terhadap pergantian nama bandara tersebut. “Pimpinan DPRD diminta untuk menandatangani dukungan perubahan nama. Jadi bukan persetujuan DPRD NTB. Dalam SK tersebut tertulis adanya surat persetujuan, hal itu kami protes karena tidak ada surat persetujuan dari lembaga DPRD. Surat Persetujuan itu lahir dari Paripurna DPRD NTB, sementara Paripurna terkait dengan hal itu tidak pernah dilakukan, yang ada itu adalah surat dukungan empat pimpinan DPRD dalam konteks menghormati keinginan pihak eksekutif,” ujarnya meluruskan. (GA. 211/215*).


×
Berita Terbaru Update