Paslon TGH Ahyar Abduh-Mori Hanafi dan Paslon Dzulkiflimansyah-Siti Rohmi Djalilah
Mataram, Garda Asakota.-
Perdebatan yang sangat berkualitas
antara Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 2, TGH Ahyar Abduh-Mori Hanafi dengan
Paslon Nomor urut 3, Dzulkiflimansayah-Siti Rohmi Djalilah, pada saat Final
Debat Kedua yang digelar oleh KPU Provinsi NTB bekerjasama dengan I News TV di
Hotel Lombok Raya, pada Jum’at malam 22 Juni 2018, soal optimalisasi pemanfaatan
sejumlah asset Pemprov NTB menarik untuk disimak.
Saat sesi debat yang dimoderatori
oleh moderator I News Tv, Tasya Syarif, memberikan kesempatan kepada Paslon
Nomor Urut 2 menyampaikan pertanyaan kepada Paslon Nomor Urut 3, Calon
Wakil Gubernur NTB, Mori Hanafi, mempertanyakan bagaimana cara atau upaya yang
akan dilakukan oleh Paslon Nomor urut 3 dalam melakukan upaya pemanfaatan
sejumlah asset Pemprov NTB seperti salah satunya di Kawasan Wisata Senggigi
yang disewakan selama puluhan tahun namun tidak memberikan income berarti bagi
peningkatan PAD Provinsi NTB yang hanya berkisar pada angka Rp1,7 Trilyun pada
tahun 2018. “Begitu pun dengan asset Lapangan Golf yang berada di Lombok Tengah
yang dikontrakan atau disewakan dengan nilai sewa yang sangat murah dalam
jangka waktu puluhan tahun yakni sekitar 40 lebih tahun. Bagaimana upaya anda
dalam melakukan revisi kontrak guna optimalisasi peningkatan sektor PAD
Provinsi NTB pada sektor ini?,” tanya pria yang meraih gelar Magister Of
Commerce nya di Negara Australia ini.
Menjawab pertanyaan Mori ini, Dzulkiflimansyah
yang juga merupakan seorang Doktor Keluaran Luar Negeri ini mengatakan problem
pemanfaatan asset seperti yang diungkapkan oleh Mori tersebut tidak hanya dialami
oleh Provinsi NTB. “Tapi juga dialami oleh seluruh Provinsi yang ada di
Indonesia. Oleh karena itu sangat penting melakukan koordinasi dengan
Pemerintah Pusat terutama Departemen Keuangan karena salah langkah berdampak
pada pelanggaran hukum. Nah kebetulan saya cukup lama berada di Komisi XI DPR
RI, banyak sekali asset yang tidak bisa dieksekusi oleh Pemda, akan tetapi ada
sejumlah aturan-aturan yang harus disingkronisasikan dengan Pempus,” jawab Dzul.
Pihaknya sependapat dengan pernyataan
Mori Hanafi berkaitan dengan adanya kontrak yang tidak menguntungkan daerah. “Karena
selama ini betul-betul pembiayaan Pemda itu tergantung pada Pusat. Jadi
innvovasi dalam pembangunan daerah itu masih jauh panggang dari api.
Mudah-mudahan dengan hadirnya nomor 3 yang muda-muda punya ide segar sehingga
kita lakukan evaluasi terhadap asset daerah tersebut. Ada appraisalnya seraya
kontrak harus tetap dimuliakan atau tetap dihormati,” keluhnya.
Menanggapi jawaban dari Doktor Dzul,
Calon Wagub dari Pasangan TGH Ahyar Abduh tersebut mengatakan dikarenakan soal
tersebut sudah lama berlarut-larut, maka ketika Pasangan Nomor Urut 2 itu
menjadi Gubernur dan Wagub NTB, akan melakukan addendum terhadap sejumlah kontrak-kontrak
pemanfaatan asset Pemprov yang tidak memberikan kontribusi berarti terhadap
optimalisasi peningkatan PAD.
“Bisa dibayangkan, kawasan Pasar
Wisata kita dengan luas areal belasan hektar setahunnya hanya memberikan
kontribusi sebesar Rp22 juta. Tidak sebanding dengan sewa ruko di kawasan
Senggigi yang setiap tahunnya bisa mencapai Rp150 juta,” tanggap Mori dengan
kritisnya.
Disamping itu, lanjut Mori, banyak
asset Pemprov NTB saat sekarang ini yang terlantar atau tidak dimanfaatkan
secara baik untuk meningkatkan PAD. “Kedepan kita harus memanfaatkan keberadaan
asset Pemprov yang terlantar itu untuk kita sulap menjadi asset-asset produktif
sehingga bisa menambah PAD dan meningkatkan APBD Provinsi NTB,” timpalnya.
Mendengar tanggapan yang diberikan
oleh Mori Hanafi, Dzul mengaku sepakat dengan solusi yang diberikan oleh Paslon
Nomor Urut 2 tersebut. “Saya kira ini solusi yang bagus. Tapi yang kongkrit
yang ingin saya katakan Ketika Provinsi NTB itu hasil audit BPK RI nya
Disclaimer, saya pernah meminta kepada Menteri Keuangan, karena masalah
mayoritas ini adalah masalah asset, jadi kami pernah meminta kepada Pempus agar
memberikan training kepada Pemprov NTB tentang Value Asset. Dan itu dilakukan,”
kata Dzul.
Dikatakannya, apa yang dibayangkan
terjadi oleh Mori Hanafi itu terjadi karena diakibatkan oleh faktor SDM Provinsi
NTB yang lemah. “Kita tidak punya SDM untuk melakukan evaluasi soal ini. Dan
kita bukan sekedar ngomong teori karena apa yang sudah kita lakukan di NTB ini
adalah kami minta kepada Pempus untuk melakukan training tentang value asset ini
di NTB. Dan kalau SDM nya sudah siap, baru mereka bisa hitung tentang taksiran
asset tersebut,” pungkasnya. (GA.
211/215*).