-->

Notification

×

Iklan

Rp618 M Berhasil Dikantongi PT DMB Dari Penjualan Saham dan Deviden, Penggunaannya Diserahkan Pada RUPS Akhir Juni

Monday, May 7, 2018 | Monday, May 07, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-05-07T10:56:14Z

Dirut PT DMB, Andi Hadianto, saat menggelar konferensi pers pada Senin 07 Mei 2018 di Kota Mataram.

Mataram, Garda Asakota.-

Direktur Utama PT Daerah Maju Bersaing (DMB), Andi Hadianto, patut bernafas lega karena janji PT Multi Capital (MC) untuk melunasi sisa hutang pembayaran saham sebesar 6 % milik PT DMB yang merupakan gabungan dari saham Pemerintah Provinsi NTB, Pemkab Sumbawa Barat, dan Pemkab Sumbawa, sebagian besarnya telah ditunaikan oleh PT MC.

“Uang yang telah masuk ke rekening PT DMB. Dari total Rp718 Milyar dana PT DMB, yang sudah masuk ke rekening PT DMB mencapai Rp618 Milyar. Tinggal 14 % saja yang belum dibayarkan atau setara dengan Rp100 Milyar. Sementara yang sudah disetor ke Kas Daerah mencapai angka Rp221 Milyar,” jelas pria yang juga merupakan Ketua KONI Provinsi NTB ini saat menggelar konferensi pers dengan sejumlah wartawan pada Senin 07 Mei 2018.

Baca Juga Berita Terkait :

http://www.gardaasakota.com/2018/04/multi-capital-janji-lunasi-hutang.html

Menurut Andi, pemilik saham dari PT DMB yakni Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat, dan Pemkab Sumbawa sekitar akhir Juni akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang akan membahas beberapa agenda-agenda pokok salah satunya adalah menyangkut aspek pemanfaatan penggunaan anggaran PT DMB tersebut.

“Semua keputusan menyangkut penggunaan dana ini tergantung pada RUPS, termasuk soal apakah PT DMB ini akan tetap dipertahankan keberadaannya ataukah akan dibubarkan. Sementara, kalau saya selaku Direksi PT DMB berharap karena dana ini adalah hasil investasi maka penggunaannya juga harus memberikan manfaat jangka panjang kepada masyarakat NTB,” cetusnya.

Saat ditanya berkaitan dengan alasan utama penjualan saham sebesar 6 % ini, Andi, mengatakan bahwa para pemilik saham yang terdiri dari Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Pemkab Sumbawa, telah melakukan pertimbangan yang matang terhadap penjualan saham tersebut. Bahkan menurutnya, pertimbangan penjualan saham itu juga telah mendapatkan persetujuan dari Lembaga DPRD NTB.

“Jadi hal itu sudah dipertimbangkan oleh para pemegang saham dan telah mendapat persetujuan dari lembaga DPRD. Pertimbangan-pertimbangan penjualan saham pada saat itu antara lain kalau kita memegang saham 6 %, kita tidak akan mendapatkan keuntungan yang signifikan. Disamping kita tidak bisa mengambil keputusan apapun karena kita bukan pemegang saham mayoritas. Bahkan memiliki saham 24 % saja, kita usulkan untuk pembagian deviden saja, usulan kita itu ditolak. Apalagi saham kita hanya 6 % saja. Belum lagi perusahan ini harus melakukan penambahan modal, lantas pertanyaannya darimana kita dapatkan uang sebagai dana penambahan modal?. Inilah alasan kenapa pada akhirnya diputuskan untuk menjual saja saham 6 % itu,” ujarnya.

Pertimbangan yang sama juga dilakukan ketika PT MDB menjual 24 % sahamnya. Pada saat dilakukan pembelian saham itu pun dibeli dengan harga Rp8,6 Trilyun dan dijual dengan harga Rp4 Trilyun saja. Dan saat itu, PT MDB mengalami kerugian sekitar Rp4 Trilyun akibat dari tingginya selisih antara pembelian dengan penjualan kembali. PT Newmont mengambil keputusan untuk menjual saham juga dilatarbelakangi oleh adanya kebijakan Pemerintah yang mewajibkan perusahaan membangun smelter. Ditambah lagi dengan pengenaan pajak yang begitu tinggi sehingga PT Newmont tidak mampu bertahan dengan tambang emas ini. Mereka akhirnya menjual sahamnya.

“Dan kalau kita juga tidak ikut menjual saham kita, maka daripada menanggung kerugian yang begitu besar akibat dari hengkangnya perusahaan tambang itu, maka kita juga memutuskan untuk menjual saham sebesar 24 % itu. Sementara beban bunga akibat melakukan pembelian saham sebesar Rp8,6 Trilyun itu tentu sangat lah besar jika kita mengambil uang dari Bank. Kita tentu tidak menginginkan PT MDB itu makin terperosok dalam kerugian yang begitu besar. Maka kita harus mengambil sikap cepat. Ketika Perusahaan tambang itu diambil alih oleh PT AMNT, aspek keuntungan tentu belum bisa kita prediksi akibat tingginya cost yang dibutuhkan ketika kita memutuskan untuk ikut menanamkan saham di PT AMNT. Hal yang sama juga menimpa PT DMB dengan saham sebesar 6 % ini. Apalagi PT AMNT butuh tambahan modal untuk melakukan produksi dan tentu kita tidak mampu untuk melakukan tambahan modal sekian Milyar lagi. Kita tidak akan mampu untuk mendapatkan tambahan modal itu. Maka diputuskanlah untuk menjual saham yang 6 % ini,” tandasnya. (GA. 211/215*).


×
Berita Terbaru Update