Direktur RSJ Mutiara Sukma, Dr Elly Rosila W. SpKJ.,MM., saat menggelar konferensi pers didampingi Plt Kasi Pelayanan Medis, Dr Wiwien Nurhasidah, dan Kasi Keperawatan, H Yahya Ulumuddin S Kep Ns., serta Kabag Pemberitaan Biro Humas Setda Provinsi NTB, Lalu Ismunandar, di Media Center Biro Humas Setda Provinsi NTB, Kamis 24 Mei 2018.
Mataram, Garda Asakota.-
Penderita gangguan jiwa berat atau
dengan istilah medisnya skizofrenia harus mengkonsumsi obatnya seumur hidupnya.
Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mutiara Sukma Provinsi NTB, Dr Elly
Rosila W. SpKJ., MM., penderita skizofrenia ini terkadang tidak terdeteksi
kapan mereka meluapkan emosi seperti mengamuk atau melakukan tindakan yang
mengganggu orang lain seperti penderita gangguan jiwa berat yang melukai jamaah
shalat di Kabupaten Bima beberapa waktu lalu.
Direktur RSJ Mutiara Sukma, Dr Elly Rosila W. SpKJ.,MM.
“Oleh karena itu, penderita gangguan
jiwa berat atau skizofrenia ini kalau tidak tertangani dengan baik meski sebelumnya
pernah dirawat tiga hingga empat kali di RSJ dan ketika kembali kerumahnya pihak
keluarga tidak lagi memberikan obatnya maka mereka kembali melakukan gangguan
atau meluapkan emosinya secara berlebih kemudian oleh pihak keluarganya
dipasung, maka itu tindakan yang sesungguhnya keliru karena penderita gangguan
jiwa berat itu harus menggunakan obatnya long life treatment,” jelas Direktur
RSJ Mutiara Sukma, Dr Elly Rosila W. SpKJ.,MM., saat menggelar konferensi pers didampingi
Plt Kasi Pelayanan Medis, Dr Wiwien Nurhasidah, dan Kasi Keperawatan, H Yahya
Ulumuddin S Kep Ns., serta Kabag Pemberitaan Biro Humas Setda Provinsi NTB,
Lalu Ismunandar, di Media Center Biro Humas Setda Provinsi NTB, Kamis 24 Mei
2018.
Menghadapi beberapa persoalan yang
berkaitan dengan gangguan kejiwaan berat yang terjadi di masyarakat inilah,
maka pihak RSJ Mutiara Sukma NTB menggunakan Sistem Rujukan Komunikatif Tiga
Pilar (RKTP) yang dimulai sejak tahun 2011 lalu dengan membentuk suatu tim yang
turun ke masyarakat melalui pilar kedua yakni Puskesmas. “Dengan melakukan
pembinaan baik terhadap Dokter, Perawat, Tim Pemegang Jiwa, agar mereka yang
ada di Puskesmas lebih percaya diri untuk menangani pasien-pasien gangguan jiwa
dan dengan pembinaan dan pelatihan tersebut maka kita berharap setiap Puskesmas
itu membuka Klinik Jiwa dan dengan adanya Klinik Jiwa di setiap Puskesmas itu
maka obat-obatan untuk penderita gangguan jiwa ini juga tersedia di Puskesmas,”
terangnya.
Berdasarkan data yang dirilis RSJ
Mutiara Sukma, hingga tahun 2017, presentase Puskesmas yang telah mendapatkan
pembinaan dan pelatihan mengenai kesehatan jiwa itu yakni, Kabupaten Sumbawa,
dari jumlah 25 PKM yang ada disana, 25 Puskesmas sudah mendapatkan pembinaan
dan pelatihan (100 %), begitu pun Kota Mataram dari 11 PKM yang ada sudah
dilakukan pembinaan dan pelatihan di 11 Puskesmas (100 %), KSB dari 9 PKM juga
sudah 100 %, Lombok Barat dari 17 PKM juga sudah dibina 100 %, sementara Lombok
Timur dari total 29 PKM, baru 3 Puskesmas yang dibina (10 %), Lombok Tengah
juga dari 25 PKM, baru 16 Puskesmas yang dibina (64 %), Kabupaten Dompu dari 9
PKM, baru 1 Puskesmas yang mendapatkan pembinaan (11 %), Kabupaten Bima dari total
20 PKM, baru 3 Puskesmas yang dibina atau 15 %, Kota Bima dari 5 PKM, baru 2
Puskesmas yang dibina dan dilatih (40 %), dan Lombok Utara dari 8 PKM, baru 2
Puskesmas yang dibina atau 40 %.
Sementara untuk Laporan Data Pasung
dari tahun 2011 sampai dengan Desember 2017, totalnya mencapai 642 orang dengan
rincian Kota Mataram 42 orang, Lombok Barat 67 orang, Lombok Utara 48 orang,
Lombok Tengah 113 orang, Lombok Timur 126 orang, Sumbawa 61 orang, Sumbawa
Barat 12 orang, Dompu 31 orang, Kota Bima 23 orang, dan Kabupaten Bima 119
orang.
“Untuk tahun 2017, ditemukan ada
sekitar 62 orang data pasung di NTB,” ujarnya.
Penderita NAPZA Sampai Tahun 2017 Berjumlah 1770 Kasus
Selain menangani penderita gangguan
jiwa, RSJ Mutiara Sukma yang saat ini berada dalam peringkat Paripurna Bintang 5
dan tengah mengejar predikat RSJ dengan tipe A, juga menangani pasien yang
menderita akibat penggunaan obat-obat bahaya seperti Narkotika dan penderita yang mengalami overdosis penggunaan tramadol
yang masuk dalam kategori penderita NAPZA. Berdasarkan data yang dirilisnya, penderita dengan
gangguan NAPZA atau obat-obat terlarang yang ditangani sampai dengan tahun 2017
adalah sekitar 1770 kasus.
“Tahun 2015 ada sekitar 284 kasus, 2016 ada sekitar
279 kasus, dan di tahun 2017 adalah sekitar 253 kasus. Untuk pengguna Tramadol,
pada awalnya sebagian besar dari mereka juga itu telah mengalami ketergantungan
obat-obatan terlarang seperti sabu-sabu dan ganja. Jadi kalau mereka tidak
memiliki uang, mereka mengganti dengan mengkonsumsi tramadol. Untuk tahun 2016
ada 13 kasus, 2017 ada 16 kasus, dan di 2018 ini ada sekitar 11 kasus.
Kebanyakan dari pengguna obat-obatan terlarang ini berasal dari usia muda dan
treatmen bagi penderita NAPZA ini adalah melakukan detoksifikasi terhadap
zat-zat Narkoba yang ada didalam tubuh mereka hingga mereka dinyatakan Clean.
Dan angka ini adalah angka mereka yang dirawat di RSJ, bukan angka secara
keseluruhan dari pengguna Narkoba itu, kalau angka pengguna Narkoba tentu ada
di BNN,” ujarnya.
Penderita HIV di NTB Sampai Dengan
Tahun 2017 Berjumlah 113 Orang
RSJ Mutiara Sukma juga memiliki Klinik
Konseling dan Testing Sukarela terhadap setiap orang yang tersuspect HIV. Jumlah
pasien yang positif mengidap virus HIV sampai dengan tahun 2017 mencapai angka
113 orang. Rinciannya adalah tahun 2008 sekitar 9 orang, 2009 sekitar 7 orang,
2010 6 orang, 2011 sekitar 15 orang, 2012 19 orang, 2013 24 orang, 2014 sekitar
8 orang, 2015 sekitar 13 orang, 2016 12 orang, dan di tahun 2017 sekitar 9
orang. (GA. 211/215*).