-->

Notification

×

Iklan

Proyek Buku Mulok, Merusak Nilai-nilai Kearifan Lokal Bima"

Saturday, December 9, 2017 | Saturday, December 09, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-12-09T04:34:43Z
Oleh Dr Juwaidin Ismail, M. Pd  (ketua DPD KNPI KAB BIMA)

         Betapa tidak, penyusunan, pembuatan, dan pengembangan buku muatan lokal (Mulok) di Bima tanpa melibatkan guru dan pihak sekolah yang sejatinya sebagai pihak pelaksana pelajaran mulok telah menghina dan merusak cita-cita luhur dari lahirnya program Mulok. Buku Mulok yang akan beredar dari proyek besar dinas Dikbudpora kabupaten Bima itu ditengarai banyak memuat content kearifan budaya lain dari luar Bima, hal ini berawal mula dari ketiadaan pelibatan guru-guru mulok dan pihak sekolah dalam proses pembuatan buku tersebut, akibatnya disorientasi dan salah kaprah tidak dapat terelakan lagi.

           Seharusnya,  pimpinan proyek pengadaan buku mulok ini mengacu pads Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 pengganti Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 77 N menjelaskan bahwa 1) Muatan lokal untuk setiap satuan pendidikan berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal; 2) Muatan lokal dikembangkan dan dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan. Muatan lokal sebagai bahan kajian yang membentuk pemahaman terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya bermanfaat untuk memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan keterampilan kepada peserta didik.agar:
1.  mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya;
2. memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; dan
3. memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya.

           Dengan mengacu pada amanat perundangan Di atas, maka guru dapat menyusun buku mulok dengan melibatkan tokoh masyarakat, budaya, tokoh adat dalam proses penyusunannya.
Semua elemen penting masyarakat tersebut dikumpulkan dan bekerja sama dengan para guru menyusun buku muatan lokal. Proses penyusunan bisa dipandu pakar maupun Staf Ahli dari dikbudpora karena proses penyusunan buku ini membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun sebab harus melalui tiga pertemuan besar yakni pertemuan pertama membahas langkah awal penyusunan muatan lokal. Pertemuan kedua, guru diminta membawa bahan muatan lokal dan kemudian diajari menyusunnya, ketiga adalah proses finishing untuk siap cetak.

              Hal ini sejalan dengan pengertiannya bahwa Muatan Lokal adalah kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran Muatan Lokal ditentukan oleh satuan pendidikan  dan hanya guru yang mengajar di satuan pendidikan itulah yang memahami tentang kondisi riil sekolah dan lingkungan sekitar serta tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
Itulah sebabnya bahwa Keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Muatan Lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran Muatan Lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun pembelajaran, satuan pendidikan dapat menyelenggarakan lebih dari satu mata pelajaran Muatan Lokal untuk setiap tingkat.

      Dengan demikian, dalam konsep pengembangannya, muatan lokal perlu memperhatikan potensi daerah yang meliputi (1) Sumber Daya Alam (SDA); (2) Sumber Daya Manusia (SDM); (3) Geografis; (4) Budaya; dan (5) Historis.
1. Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi SDA

            Sumber Daya Alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan udara yang dalam bentuk asalnya dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan. Contoh untuk bidang: pertanian (padi, buah-buahan, ubi kayu, jagung, sayur-sayuran dan sebagainya) perkebunan (tebu, tembakau, kopi tambora, jambu mete, kemiri parado, Sirsak, kelapa,dan lainnya), peternakan (unggas, sapi, kambing, dan lainnya), dan perikanan (ikan laut/tawar, tumbuhan laut dan lainnya).

2. Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi SDM 
       adalah manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan agar menjadi makhluk sosial yang adaptif (mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan perubahan sosial budaya) dan transformatif (mampu memahami, menterjemahkan, dan mengembangkan seluruh pengalaman dan kontak sosialnya bagi kemaslahatan diri dan lingkungannya pada masa depan), sehingga mampu mendayagunakan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan. Aspek SDM menjadi penentu keberhasilan dari semua aspek/potensi muatan lokal, karena SDM sebagai sumber daya dapat memberi dampak positif dan negatif terhadap kualitas muatan lokal yang akan dikembangkan, bergantung kepada paradigma, kultur, dan etos kerja SDM yang bersangkutan. Tidak ada realisasi dan implementasi muatan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia sebagai aspek sentral dalam proses pencapaiannya.

3. Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi Geografis
        Proses pengkajian muatan lokal ditinjau dari aspek geografi perlu memperhatikan berbagai aspek, seperti aspek oseanologi (potensi kelautan), antropologi (ragam budaya/suku bangsa yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sektor pariwisata), ekonomi (meningkatkan kehidupan/taraf hidup masyarakat setempat) dan demografi (daerah/obyek wisata). Aspek-aspek dimaksud merupakan salah satu aspek penentu dalam menetapkan potensi muatan lokal.

4. Keterkaitan Muatan Lokal dengan Potensi Budaya

     Budaya merupakan suatu sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Untuk itu, salah satu sikap menghargai kebudayaan suatu daerah, adalah upaya masyarakat setempat untuk melestarikan dan menonjolkan ciri khas budaya daerah menjadi muatan lokal. Sebagai contoh buja kadanda, gantao, ntumbu, sanggele, dan lainnya

5. Keterkaitan muatan lokal dengan nilai historis 
     adalah peninggalan sejarah seperti masjid suntan bima, asi mbojo, wadu kopa, dan lainnya.

            Namun demikian, kejadian aneh di daerah ini (Bima) justru content dari buku mulok yang di impor dari daerah lain tersebut Lenin banyak bicara tentang kearifan lokal daerah lain, dan sekolah serta guru di Bima tidak pernah dilibatkan. Jika model ini tetap terjaga dan terus mengharubiru pendidikan di daerah ini, maka sekolah-sekolah dipastikan akan menuai kesulitan mengajarkan siswa tentang kelokaan kita. Kecuali buku yang dinilai cacat nilai lokal Bima tersebut segera ditarik dan di gantikan dengan karya guru-guru lokal sesuai kondisi riil sekolah, siswa, sosial budaya, dan kepentingan daerah tercinta ini.*
×
Berita Terbaru Update