Mataram,
Garda Asakota.-
Puluhan Aktivis Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) Cabang Mataram Provinsi NTB melakukan aksi unjuk rasa di
depan Kantor DPRD Provinsi NTB pada Kamis 14 Desember 2017 menyorot soal
kelangkaan pupuk bersubsidi dan soal proyek pengadaan benih jagung bantuan
Pemerintah Tahun Anggaran 2017 yang diduga tidak layak tanam karena mengalami
pembusukan.
Aksi unjuk rasa puluhan aktivis IMM
ini diterima langsung oleh anggota DPRD Provinsi NTB dari Komisi II yakni
Raihan Anwar SE, M.Si (Politisi Nasdem), Misfalah (Politisi Demokrat), dan H
Burhanuddin (PBB) Anggota Komisi II DPRD NTB Dapil Lotim, serta Sekretaris DPRD
NTB, Mahdi SH MH.
Kepada para wakil rakyat ini,
puluhan aktivis IMM ini mengkritisi carut marutnya distribusi pupuk bersubsidi
ditengah para petani hingga berimplikasi kelangkaan pupuk dan tingginya harga
pupuk melebihi harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Selain
mempersoalkan masalah kelangkaan pupuk bersubsidi, mereka juga meminta agar
para wakil rakyat dapat melakukan pengawasannya terhadap carut marutnya soal
pembagian benih jagung yang diduga tidak sesuai spesifikasi dan telah mengalami
pembusukan sehingga tidak layak untuk ditanami.
“Kami minta agar pihak Dinas SKPD
terkait serta pemenang tender pengadaan benih jagung dapat dipanggil oleh pihak
DPRD untuk melakukan klarifikasi terkait dengan soal ini,” ujar Subhan,
Koordinator Lapangan I, aksi IMM Cabang Mataram, Kamis 14 Desember 2017.
Menanggapi aksi yang digelar oleh
puluhan aktivis IMM ini, Raihan Anwar mengatakan untuk Tahun 2017, Pemerintah
telah menyalurkan pupuk bersubsidi dalam tiga tahap yakni sebanyak 125 ribu ton
untuk tahap I, ditambah dengan 12.500 ton untuk tahap II, dan tahap III yakni
sebanyak 9.000 ton.
“Sehingga total distribusi pupuk
bersubsidi sampai dengan akhir tahun 2017 ini adalah sebanyak 156 ribu ton.
Akan tetapi faktanya ditengah masyarakat itu masih saja terjadi kelangkaan
pupuk bersubsidi,” kata pria yang juga merupakan Ketua Partai Nasdem Kabupaten
Bima ini.
Terjadinya kelangkaan pupuk
bersubsidi ditengah masyarakat ini menurutnya disebabkan oleh beberapa faktor
yakni perilaku memupuk masyarakat petani yang melebihi estimasi pemupukan yang
disarankan pemerintah contohnya per satu hektar lahan harusnya menggunakan
pupuk sebanyak 250 kilogram. “Akan tetapi dilapangan masih ditemukan perilaku
pemupukan yang melebihi dari estimasi yang disarankan pemerintah sehingga
terjadi penumpukan pupuk pada satu kelompok masyarakat tani yang berdampak pada
berkurangnya jatah petani yang lain,” cetusnya.
Faktor lain terjadinya kelangkaan
pupuk itu, kata Raihan, terjadi akibat belum terpenuhinya jatah pupuk sesuai
jumlah total Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dari Pemerintah Pusat.
Idealnya menurut Raihan, Provinsi NTB itu harus mendapatkan suplai jatah pupuk
bersubsidi itu sebanyak 165 ribu ton per tahun. “Namun kemampuan pemerintah
untuk memenuhi total kebutuhan pupuk bersubsidi untuk NTB itu masih belum ada.
Tetapi untuk tahun 2018 nanti, Pemerintah berjanji akan memenuhi kebutuhan
pupuk bersubsidi untuk NTB sesuai dengan angka yang diajukan tersebut yakni
sebesar 165 ribu ton,” imbuhnya.
Faktor lainnya juga yang
mengakibatkan kelangkaan pupuk bersubsidi ini, lanjutnya, juga disebabkan oleh
adanya dugaan permainan antara distributor dengan para pengecer bahkan
menurutnya di Kabupaten Bima ada salah satu distributor nakal yang sudah
diganti karena dianggap telah merugikan petani dan dianggap nakal. “Masalah seperti
ini memang sepertinya masih sulit diatasi oleh Pemerintah. Contohnya adalah
masih maraknya kita lihat adanya penjualan pupuk bersubsidi ini oleh para
pengecer yang tidak memiliki ijin dengan harga yang jauh lebih tinggi dari HET.
Aspek pengawasan PPNS Dinas Pertanian maupun di Dinas Perdagangan masih belum
optimal menjangkau distribusi pupuk bersubsidi ini dari Distributor ke tingkat
pengecer ini hingga ke tingkat petani. Harus ada perbaikan manajemen distribusi
dan pengawasan di hilirnya. Mungkin bisa saja solusinya adalah memperbanyak SDM
Pengawasannya,” terangnya.
Masalah pengadaan benih jagung yang
diduga tidak layak tanam akibat telah mengalami pembusukan, Raihan Anwar,
mengatakan benih jagung yang telah disalurkan itu adalah sebanyak 4000 ton
dengan berbagai jenis benih seperti hybrida, balitbang indonesia, Bima URI 20,
19, 15, 14 hingga Bimantara. “Tetapi benih yang diduga rusak dan busuk itu
sebanyak 130 ton sudah diganti dengan benih yang berkualitas baik. Dan sudah
disalurkan kembali kepada para petani,” ungkap Raihan.
Menurutnya, masalah dugaan benih
jagung yang rusak ini murni masalah teknis dan tidak ada unsur pidananya. “Karena
pengadaannya itu dilakukan di Surabaya. Tentu proses pengadaanya ini lama.
Apalagi jenisnya ini merupakan produk balitbang indonesia yang tentu berbeda
dengan produk mahal yang berasal dari impor. Nah akibat lama di Surabaya,
kemudian masuk lagi di gudang Lombok sehingga hal inilah yang mengakibatkan
benih itu menjadi rusak. Mestinya sebelum disalurkan itu harusnya dicheck
laboratorium. Tapi mungkin karena jumlahnya banyak tidak sempat di check lab
sehingga diketemukanlah 130 ton yang mengalami pembusukan. Dan itu sudah
diganti,” tepis Raihan seraya mengatakan pihaknya mengetahui akan hal ini
karena sudah mengcrosscheck soal ini ke pihak Dinas Pertanian.
Pihaknya juga menegaskan soal benih
jagung ini merupakan kewenangan Dinas Pertanian Provinsi NTB, bukan kewenangan
Dinas Pertanian Kabupaten Bima. “Ini harus diluruskan. Dinas Pertanian
Kabupaten itu sifatnya hanya menerima usulan dari masyarakat untuk disampaikan
ke Dinas Pertanian Provinsi. Dinas Pertanian Provinsi NTB lah yang kemudian
melakukan pengadaan benih jagung tersebut berdasarkan usulan dari masyarakat
melalui Dinas Pertanian Kabupaten. Jadi tidak ada urusan Pemerintah Kabupaten,”
tepis Raihan.
Sementara Misfalah anggota Komisi II
DPRD NTB dari Partai Demokrat berjanji akan melakukan klarifikasi lebih lanjut
terkait dengan apa yang disampaikan oleh aktivis IMM ini kepada pihak Dinas
Pertanian NTB. “Insya Alloh kami akan memanggil Dinas Pertanian Provinsi NTB
untuk melakukan klarifikasi terhadap permasalahan ini. Bila perlu kami di
Komisi II DPRD ini akan melakukan peninjauan langsung ke Kabupaten Bima dan
Kabupaten Dompu guna mengecheck langsung soal ini dilapangan,” pungkas srikandi
kelahiran Rupe tahun 1974 ini. (GA.
Imam*).