-->

Notification

×

Iklan

Development of Experiences

Wednesday, December 6, 2017 | Wednesday, December 06, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-12-06T12:15:55Z

Oleh: Diana Dahlan


            Indonesia adalah negara terbesar ke-empat untuk jumlah populasi terpadat di dunia. Setengah dari 260 juta penduduk berumur dibawah 30 tahun (data angka dari www.indonesia-investments.com). Dan, ditengah gempuran kreativitas anak muda, bangsa ini masih menyandang status sebagai “negara berkembang.” Tentu, tidak ada yang salah. Hanya, menyayangkan satu negara yang secara geografis begitu luas ditambah dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak terkira masih menyisakan pengangguran sebanyak 7.04 juta orang per Agustus 2017 (angka tersebut diambil dari www.bps.go.id).
Lalu, apa saya menyalahkan anak muda atas kondisi bangsa ini?
“Tidak. Hal sempurna apa yang diharapkan dari pribadi yang masih mencari?”
Lalu, apakah generasi 30 tahun ke-atas adalah pihak yang dipersalahkan?
“Nope. Kita bukan orang durhaka yang menyalahkan orang "tua”.
Lalu, kenapa Indonesia tidak seperti negara tetangga semisal Singapura?
“Saya tidak punya jawaban untuk itu. Tapi, coba renungkan pertanyaan dibawah ini.”
1. Apakah warga Singapura membuang sampah sembarangan?
2. Hal yang bikin mereka maju, apakah faktor bisnis yang fokus atau ada hal utama lainnya?
3. Korupsi disana menempati peringkat ke-berapa di dunia?
4. Parlemen-nya berdebat atau bermusyawarah?
        Ya! Itu baru empat Pertanyaan mencolok dari keadaan masing-masing negara. Dan, lalu apa itu Development of Experiences?
          Disetiap upacara atau dimasa khusus seperti kampanye dan perbincangan di media massa bahwa Indonesia perlu mengembangkan kehidupan di segala bidang. Saya yakin, faktor-faktor di segala bidang yang mereka maksud difokuskan ke arah ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Lalu, bagaimana cara kita berkembang di bidang-bidang tersebut?
         Konon, baik buruknya kehidupan seseorang bergantung sungguh pada dirinya sendiri. Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang berupa minyak bumi, gas, batu bara dan lainnya tidak menjadi produk layak beli dengan sendirinya. Proses pengerjaan dilakukan dengan tenaga manusia baik secara langsung (tanam, panen, sortir, packing) maupun tidak langsung (evaluasi, monitoring).
 Bukankah begitu?
      Saya pikir, tidak perlu berjalan menuju Barat atau lama berkutat dengan teori-teori untuk mengambil kesimpulan bahwa “mengemas produk/jasa sehingga menarik konsumen untuk belanja adalah dengan mendidik sang aktris/aktor yaitu Sumber Daya Manusia (SDM).
      Biarpun sekarang tekhnologi mulai mengambil alih peran manusia, toh tombol on/off tidak memencet dirinya sendiri. Diperlukan SDM yang tidak gagap tekhnologi untuk itu.
       And then, bagaimana mendidik SDM Indonesia untuk siap terjun ke lapangan pekerjaan yang kemudian bisa mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara di segala bidang?
     Kita perlu mengapresiasi pemerintah karena mampu bekerja dengan baik dibawah tekanan internal dan juga dari rongrongan politik yang mungkin ingin melakukan kudeta, fitnah, adu domba rakyat atas nama perbedaan, dsb.
Itu pasti bukan pekerjaan mudah!
          Pemerintah kita sudah melakukan upaya terbaik untuk bangsa ini. Ya! Disemua bidang kehidupan: ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
       Nah, sekali lagi pertanyaannya adalah, "bagaimana mendidik SDM Indonesia untuk siap terjun ke lapangan pekerjaan yang kemudian bisa mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara di segala bidang tersebut?”
Saya punya jawaban which is “DEVELOPMENT OF EXPERIENCES.”
       Indonesia adalah bangsa yang bersatu dengan modal perbedaan. Dan, ini adalah prestasi yang tidak semua bangsa di dunia mampu melaluinya dengan selamat. Sorry, sebagai contoh lihatlah Uni Soviet.
          NKRI mempunyaiu17.504 pulau, 263.846.946 juta jiwa, 5 agama, 34 propinsi, 300 suku bangsa dan 1158 bahasa (data angka diambil dari id.m.wikipedia.org dan www.bps.go.id). Negara mana yang kaya oleh perbedaan seperti Indonesia? Dan, apakah mungkin langsung melangkah pada perkembangan secara kolektif tanpa saling mengenal saudara/i yang berbeda geografis, kebudayaan, agama bahkan kebiasaan? Maaf, Timor Timur tidak akan lepas jika mereka tidak merasa “di-anak tirikan.”
          Development of Experiences (pengembangan di bidang pengalaman). Pertama-tama fasilitasilah rakyat untuk bertukar pengalaman hidup dengan saudari-saudara sebangsa yang tersebar di-seantero Indonesia. Dimulai dengan umur sekolah menengah atas (16 tahun). Ya, pertukaran pelajar dengan durasi tertentu antar propinsi yang tidak melulu berbasis di ibukota propinsi tetapi juga menyentuh skop pemerintahan terkecil yaitu Lingkungan Tetangga (RT). Pepatah bilang, “tak kenal makanya tak sayang.” Kita tahu sendiri kalau tidak saling sayang, ya berantem.
           Jadi, sebelum anak-anak Indonesia Di kirim ke luar negri, biarkan mereka terlebih dahulu memahami betapa berbedanya bangsa yang mereka miliki tapi tetap satu jua. So, step-nya tidak ditukar ke luar negri terus baru diberdayakan di dalam negri. Nanti, mereka kebarat-baratan lagi! Ngomongin dan memperjuangkan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) padahal masyarakat Indonesia mentolerir perbedaan bukan kelainan.
           Maaf ya! Coba pelajari sendiri tentang LGBT dan anda akan menemukan satu kata untuk itu: “kelainan.” Bahkan, ada ahli jiwa yang melabeli mereka dengan sebutan ekstrim. Saya pribadi lebih memilih menyayangi ketimbang memusuhi. Kita tidak tahu peristiwa apa yang sudah terjadi dalam hidup seseorang. Roda berputar. Bisa jadi kebaikan mereka yang mampu mengantarkan anda ke Surga. Who knows? Pernah ‘kan membaca kisah wanita tuna susila yang memberi air minum pada seekor anjing dan Tuhan putuskan dia untuk masuk Surga.
Development of experiences!
       Semakin tahu tentang saudari/saudara mu, semakin bersahabat hidup mu. Well, satu masalah mungkin terlihat mudah. Tentu, aktivitas memecahkannya adalah cenderung kompleks.
        Menjalankan ide tidak seperti berucap “simsalabim”. Tentu, bekerja demi goal persatuan lebih membahagiakan ketimbang menembak anak bangsa sendiri karena makar.
Ini tidak mudah!
       Tapi, saya berdo'a ada pemimpin yang ditakdirkan untuk melakukan program Development of Experiences ini.*

×
Berita Terbaru Update