-->

Notification

×

Iklan

DILEMA PERAWAT TANPA SURAT TANDA REGISTRASI (STR)

Friday, November 17, 2017 | Friday, November 17, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-11-17T00:31:02Z

Oleh: Miftahul Jannah, S.Kep.,Ners  

          Perawat merupakan seorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan. Baik di dalam maupun di luar Negeri yang di akui oleh Pemerintah sesuai dengan Peraturan Perundang Undangan (UUK.No. 38 tahun 2014). Pemberian asuhan keperawatan merupakan tugas praktik keperawatan yang merupakan rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya. Tapi apa daya, dalam menjalankan praktek keperawatan perawat dituntut untuk memiliki STR. Hal ini sesuai dengan Peraturan perundang-undangan, Permenkes, dan juga peraturan organisasi yang diakui oleh perundang-undangan yakni PPNI. Sebelum mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi) perawat harus melewati uji kompetensi (UKOM).

         Uji kompetensi adalah salah satu perjalanan mahasiswa keperawatan, sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2013 hingga pelaksanan yang ke 6 (enam) masih ada sekitar 10% perawat yang tidak lulus UKOM meski telah mengikuti UKOM sebanyak 6 kali. Pelaksanaan UKOM 2 kali dalam setahun, 6 kali ujian berarti menghabiskan 3 tahun. Uji kompetensi ini seakan menjadi momok bagi mahasiswa keperawatan, bagaimana tidak? Sudah dinyatakan lulus dari kampus tetapi belum diakui kompetensi kalau belum lulus UKOM. Barulah jika lulus UKOM, perawat memiliki hak menerima STR. Mengapa STR WAJIB dimiliki oleh Perawat? Pada saat ini STR merupakan salah satu persyaratan perawat untuk melamar pekerjaan di hampir semua rumah sakit di kota-kota besar di Indonesia. Bagi perawat yang baru lulus akan sangat kesulitan untuk memenuhi persyaratan pengurusan STR sebab beberapa kelengkapan persyaratan seperti pembuatan surat pernyataan mengucapkan sumpah/janji profesi harus diurus kembali pada institusi pendidikan.

           Apabila lulusan perawat tersebut berasal dari daerah lain, maka diperlukan waktu untuk pengurusan surat pernyataan mengucapkan sumpah/janji profesi tersebut. Pengurusan yang bertele – tele akan menghambat proses melamar pekerjaan; sehingga dapat menyebabkan perawat menganggur. Dalam beberapa kasus yang ditemui, perawat pada akhirnya beralih profesi. STR (Surat Tanda Registrasi) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) kepada perawat yang telah LULUS UJI KOMPETENSI (telah memiliki sertifikat kompetensi). UKOM (Uji Kompetensi) diselenggarakn oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI Kemenristekdikti). Dengan memiliki STR menandakan perawat tersebut kompeten dan bisa bekerja dipelayanan keperawatan baik difasilitas kesehatan ataupun mandiri. Fenomena saat ini yang terjadi di Indonesia (khususnya tenaga kesehatan) adalah pentingnya sebuah kertas yang bertuliskan Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) yang dibawah naungan Departemen Kesehatan (terkecuali profesi dokter, dikeluarkan oleh konsil kedokteran, dan apoteker dikeluarkan oleh komite farmasi nasional). Bahkan bisa dibilang STR lebih penting daripada Ijazah yang didapatkan dari hasil jerih payah selama 4-5 tahun oleh tenaga kesehatan Indonesia. Bagaimana tidak setiap tenaga kesehatan wajib memiliki STR untuk bekerja pada pelayanan kesehatan (fasilitas kesehatan, klinik, atau praktik mandiri), jadi anda yang telah lulus dari perguruan tinggi atau telah memiliki Ijazah dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang tinggi melamar disebuah RS (kecuali ditempatkan dibagian administrasi) atau akan membuka praktik mandiri pasti tidak akan diproses jika tidak memiliki STR. Baru-baru ini sedang hangat diperbincangkan dikalangan perawat adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada seorang perawat (HR) yang dilakukan oleh salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru dengan alasan perawat tersebut tidak memiliki STR.

          BKasus ini menjadi contoh betapa STR dinilai lebih tinggi daripada sebuah Ijazah. STR menjadi syarat mutlak bagi tenaga kesehatan untuk dapat bekerja pada pelayanan kesehatan yang ada sehingga menjadi salah satu penghambat tenaga kesehatan untuk bisa bekerja. Gambaran fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa UU Keperawatan yang telah disahkan merupakan bentuk dari pertanggung jawaban secara hukum dari profesi keperawatan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, hendaknya menjadi kesepakatan bersama agar UU Keperawatan ini segera untuk di implementasikan dalam bentuk paket regulasi pemerintah. Kalangan perawat yang bekerja tetapi tidak memiliki STR sering dihantui ketakutan karena hukum terkait dengan praktik profesi yang dilakukan. Perawat harus melakukan berbagai macam pekerjaan pelayanan kesehatan bahkan tanpa kompensasi dan perlindungan yang memadai. Oleh sebab itu, masih banyak ditemukannya dilema pada tenaga perawat, dalam pelayanan kesehatan. Jika melihat realita yang ada sekarang, dunia keperawatan di Indonesia masih tergolong minim perhatian dari pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Dalam hal ini, perawat yang tugasnya berada di samping klien selama 24 jam sering mengalami dilema etik untuk melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenang mereka demi keselamatan klien. Kenyataan di atas tentunya akan merugikan semua pihak. Fenomena alih fungsi yang menyebabkan pelayanan kesehatan kurang maksimal, mengakibatkan maraknya tuntutan hukum terhadap keperawatan kedepannya. Karena adanya peraturan tentang praktik keperawatan sejauh mana hak dan tanggung jawab perawat dalam memberikan pelayanan, hal tersebut membuat dilema. Padahal perawat hanya melakukan upaya praktik sesuai disiplin ilmu keperawatan.

            Terakhir, jangan harapkan perubahan di profesi ini, bilamana para perawat sendiri tidak mau berubah dan berbenah serta mau belajar untuk mengambil peran dalam perubahan untuk meningkatkan kualitas profesi. Nah, jika telah melakukan usaha untuk saling mengingatkan dan menyadarkan sehingga terbentuk suatu mindset visi perubahan kedepanya, Insha Allah perjuangan yang panjang ini kian terasa hasilnya, dan perubahan akan datang dengan menghampiri para pengemban profesi ini. Tulisan ini sebagi reminder sharing antar sesama, sebab Profesi Keperawatan sejak 20 tahun terakhir menuju perubahan yang lebih baik. Pendidikan keperawatan harus dikembangkan membentuk suatu body of knowledge. Menurut De Laune dan Ladner (2002) “Keperawatan adalah seni dari ilmu pengetahuan dengan yang orang dibantu dalam belajar merawat dirawat oleh orang lain”, inilah jalan perjuangan untuk melahirkan calon-calon perawat yang akan lahir lebih berkompeten menuju profesionalitas dimasa yang akan datang, sehingga perawat dapat mengambil peran besar dalam pelayanan kesehatan untuk indonesia sehat dan mandiri. *Penulis, (Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Diponegoro)
×
Berita Terbaru Update