-->

Notification

×

Iklan

Komisi III Kecam Pemkot Bima yang Menghentikan Pekerjaan Drainase dari Dana Pusat

Thursday, October 26, 2017 | Thursday, October 26, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-10-26T00:38:55Z

Kota Bima,  Garda Asakota.

      Anggota Komisi III DPRD Kota Bima mengecam sikap Pemerintah Kota (Pemkot)  melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang tidak merespon positif pekerjaan pembangunan drainase di Jalan Soekarno-Hatta dan jalan Ir. Soetami,  yang bersumber dari anggaran pemerintah Pusat. "Saya mengecam sikap Pemkot Bima melalui BLH yang mengeluarkan surat pemberhentian pekerjaan drainase di Jalan Soekarno Hatta dan jalan Ir. Soetami dengan alasan belum mengantongi izin UKL dan UPL," kecam anggota Komisi 3 DPRD Kota Bima Nazamudin, S. Sos, seperti disampaikannya kepada Garda Asakota, Kamis (26/10).

           Seharusnya, kata dia, wajib bagi Pemerintah Kota Bima untuk mengamankan anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah pusat karena ini adalah salah satu solusi untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota pasca banjir bandang yang terjadi tahun 2016 silam. Sepengetahuannya,  UKL dan UPL itu bisa dikeluarkan sesudah ataupun sebelum pekerjaan dilakukan. "Artinya pemerintah, saya berharap tidak mengganggu pekerjaan itu karena sifat pekerjaan yang urgen sekali bagi masyarakat. Traumatik masyarakat terhadap banjir bandang tahun 2016 lalu masih terasa sampai dengan saat ini.  Menurut kajian bahwa salah satu penyebab banjir itu adalah salah satunya adalah persoalan drainase yang tidak bisa menampung air dan menyalurkannya sampai ke hulu. Ini pekerjaannya belum selesai,  justru pemerintah mengeluarkan surat untuk menghentikannya. Pemerintah tidak serius membangun daerah ini," cetus anggota dewan yang dikenal vokal ini.

          Mestinya pemerintah bersyukur ada perhatian pemerintah Pusat menggelontorkan anggaran pusat yang cukup besar, namun kenyataannya justru dihalangi oleh pemerintah daerah. Padahal pemerintah pusat menggelontorkan dana tersebut akibat dari kesemrawutan pemerintah kota membongkar drainase yang ada di Kota Bima ini secara sporadis pasca banjir bandang tersebut. "Nah, bentuk dari kepedulian pemerintah pusat saat itu adalah dengan mengucurkan anggaran pembuatan drainase, namun tiba-tiba pemerintah kota mengeluarkan surat melalui BLH yang meminta kegiatan itu dihentikan. Ini jadi persoalan sepertinya pemerintah kota tidak serius menangani persoalan ini. Seharusnya pemerintah kota itu mendukung sepenuhnya kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang sudah dipercayakan oleh pemerintah pusat, bukan malah menghalang-halangi ataupun menghentikan pekerjaan ini. Aneh, kok justru pemerintah kota yang menghentikan pekerjaannya, padahal penyelesaian drainase ini sangat urgen sekali. Masyarakat itu menuntut agar drainase yang ada di kota Bima ini segera dituntaskan karena sebentar lagi masyarakat akan menghadapi musim hujan," tuturnya. Diapun berharap pemerintah kota dapat membangun hubungan baik dengan pemerintah atasan dalam hal ini pemerintah pusat, termasuk dengan pihak pelaksana kegiatan. "Jangan mengganggu kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, aneh saja pemerintah kota ini mengganggu saja pekerjaan orang. Kita dukung pemerintah pusat untuk memperbaiki kembali infrastruktur yang sudah rusak akibat banjir ini," tegasnya.

         Kepala BLH Kota Bima,  Drs.  H.  Fakhrunraji, ME,  yang dikonfirmasi Garda Asakota Kamis pagi (26/10) mengakui bahwa rencana untuk mengeluarkan surat permintaan penghentian sementara pekerjaan itu sudah ada, namun saat ini pihaknya tengah melakukan upaya negosiasi dengan pihak-pihak pelaksana di lapangan. Menurutnya pekerjaan drainase itu merupakan tindak lanjut dari penanganan tanggap darurat pasca banjir 2016, yang memang jika dilihat dari prosedur itu tidak diwajibkan untuk mengurus UKL dan UPL. Tetapi di sisi lain, kata dia, apapun bentuknya proyek pembangunan yang dilakukan tidak juga boleh mengabaikan dampak kerusakan lingkungan seperti 13 pohon yang dimiliki Pemkot Bima.  "Itu harus ada komitmen juga dari pihak pelaksana untuk mengembalikan fungsi lingkungan yang ada dan dan itu yang perlu kita negosiasikan," katanya.
         ‎
         ‎ Ia berharap bahwa selama proses negosiasi itu berlangsung masing-masing pihak saling menahan diri. "Pihak pelaksana harus menghentikan dulu pekerjaannya sampai komitmen untuk mengembalikan fungsi lingkungan itu bisa dipenuhi. Nah, salah satu bentuk komitmennya adalah kalau ada pohon tumbang satu mereka harus menanam atau mengganti dengan satu pohon. Dan  untuk itulah yang belum ada kesepakatannya, makanya hari ini kita rencanakan untuk bertemu dengan pihak PPK guna membahas persoalan itu," cetusnya.
         ‎
         ‎ Ketika disinggung kenapa baru sekarang pemerintah kota memberikan warning kepada pihak pelaksana padahal pekerjaan itu sudah lama berjalan?, ia justru beralasan karena memang baru sekaranglah tahapan itu dilaksanakan, meskipun di satu sisi pekerjaan itu diakuinya adalah lanjutan dari pekerjaan sebelumnya, pasca banjir bandang. Pihaknya pula menyadari bahwa pekerjaan drainase itu merupakan kebutuhan pemerintah kota yang harus juga direspon, jangan sampai Pemerintah Kota juga menghalangi itikad baik dari pemerintah Pusat itu. "Disinilah winwin solusinya, kami berharap ada komitmen pelaksanaan terhadap lingkungan. Jangan sampai ketika pekerjaan selesai mereka tidak memenuhi komitmennya maka dalam rangka itulah saat ini kita tengah melakukan negosiasi untuk mewujudkan komitmen menjaga lingkungan. Jadi bukan pemerintah kota yang menghalang-halangi," pungkasnya. (GA.  212*)
×
Berita Terbaru Update