-->

Notification

×

Iklan

Implementasi PM 26 Tahun 2017 Tentang Angkutan Online

Thursday, July 20, 2017 | Thursday, July 20, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-08-14T13:34:52Z
Foto: Direktur Angkutan dan Multi Moda Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemhub), Cucu Mulyana. (Imam, GA)

Jakarta, Garda Asakota.-

Kemunculan Transportasi Daring atau Angkutan Online di sejumlah daerah khususnya di Provinsi NTB menjadi sebuah fenomena baru dalam perkembangan dunia transportasi masa kini. Transportasi Daring ini tentu akan menjadi kompetitor baru dalam arus transportasi yang selama ini lebih didominasi oleh transportasi reguler.
   Kedepannya, dengan kemunculan moda transportasi baru ini akan menjadi suatu berkah tersendiri bagi public dalam menentukan alternative atau pilihan dalam memilih moda transportasi yang tepat, efisien, dan efektif bagi arus pergerakan public. Atau malah bisa jadi akan menjadi sumber‘petaka’ tersendiri jika kemunculan transportasi online ini tidak dibarengi dengan pengaturan atau regulasi yang baik dari Pemerintah. Lantas, bagaimana mode pengaturan Pemerintah terkait dengan transportasi daring ini?
Direktur Angkutan dan Multi Moda Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemhub), Cucu Mulyana, menjelaskan Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Angkutan Sewa Khusus/Taksi Online merupakan perbaikan atas PM Nomor 32 Tahun 2016, yang mengakomodir keberadaan taxi online atau angkutan sewa khusus.
“Hal ini bertujuan agar keberadaan taxi reguler dapat terus berjalan dan taxi online juga harus bisa berjalan atau beroperasi sehingga diharapkan antara keduanya dapat melakukan suatu industry angkutan darat yang harmonis dilapangan tanpa ada gesekan antara satu dengan yang lainnya,” jelas Cucu Mulyana kepada rombongan Dinas Perhubungan Provinsi NTB yang dipimpin oleh Sekretaris Dinas (Sekdis) Perhubungan Provinsi NTB, Ari Purwantini, di Kantor Kemenhub RI Jakarta, Senin (17/07).

Foto: Sekretaris Dinas (Sekdis) Perhubungan Provinsi NTB, Ari Purwantini.

       Adapun perbaikan-perbaikan yang dilakukan dengan diterbitkannya PM 26 Tahun 2017 menurut penjelasan Cucu Mulyana yakni dari aspek nomenklatur mengatur angkutan sewa khusus sementara di PM 32 Tahun 2016 hanya mengatur angkutan sewa, dari segi pool di PM 26/2017 mengatur cukup memiliki atau menguasai garasi sementara di PM 32/2016 untuk aspek poolnya wajib dimiliki, dari segi bengkel di PM 26/2017 diatur dapat bekerjasama dengan bengkel sementara di PM 32/2016 diatur wajib memiliki bengkel, untuk aspek Uji Kendaraan atau KIR dalam PM 26/2017 diatur plat diemboss dan ditempel sementara dalam PM 32/2016 diatur kendaraan digetok, sementara yang berkaitan dengan kapasitas mesin kendaraan dalam PM 26/2017 diatur minimal 1000cc dan di PM 32/2016 yakni 1300cc, untuk tanda khusus kendaraan dalam PM 26/2017 mengatur adanya stiker khusus lebih private dan dalam PM 32/2016 mengatur stiker logo Kemenhub. 
Lebih lanjut, Cucu Mulyana, mengatakan dalam pemberlakuan PM 26/2017 itu diberikan masa transisi yakni selama dua bulan dan ada yang diberikan selama tiga bulan bagi daerah-daerah yang mengalami kesulitan dalam aspek penganggarannya yakni untuk masa transisi selama dua bulan diberikan akses untuk mendapatkan stiker atau tanda khusus, akses digital dashboard dan uji berkala kendaraan (KIR). Sementara untuk masa transisi selama tiga bulan akan diberikan akses seperti kuota, tarif batas atas dan batas bawah, STNK atas nama Badan Hukum, serta pajak.
Pemberlakuan tarif angkutan sewa khusus atau taxi online menurutnya dibagi kedalam dua wilayah yakni wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali untuk tariff batas atasnya sebesar Rp6 ribu per kilometer dan tariff batas bawahnya sebesar Rp3.500 per kilometer. Dan untuk wilayah II yakni Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua yakni untuk tariff batas atasnya sebesar Rp6.500 per kilometer dan tariff batas bawahnya sebesar Rp3.700 per kilometer.
“Pehitungan tariff ini sudah memperhitungkan komponen baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung (seperti asuransi pengemudi, penumpang dan kendaraan), dan biaya alat komunikasi (handphone),” detilnya.
Sementara untuk penentuan kuota, lanjutnya, ditetapkan oleh Pemda yang harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dirjen Perhubungan Darat. “Yang sudah mengajukan kuota ini adalah Provinsi Jawa Timur dan BPTJ. Sementara Provinsi lain sedang dalam proses termasuk nanti dari Provinsi NTB nanti kita tunggu konsultasinya dengan kita nanti Pemda yang akan menetapkannya berdasarkan hasil konsultasi itu,”tandasnya. (GA. Imam*).
×
Berita Terbaru Update