-->

Notification

×

Iklan

Implementasi Pendidikan Karakter yang Masih "Buram"

Tuesday, February 7, 2017 | Tuesday, February 07, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-02-07T00:41:05Z
ARTIKEL
Oleh: DR. Juwaidin Ismail, M.Pd


Foto: Juwaidin Ismail











Sejauh ini terminologi tentang pendidikan karakter, belum ada devenisi tunggal untuk untuk menjelaskan pendidikan karakter. Secara etimologis, karakter berarti watak atau tabiat. Ada juga yang menyamakannya dengan kebiasaan, keyakinan, bahkan disejajarkan dengan akhlak. Dari pengertian ini, yang jelas karakter sering dikaitkan dengan kejiwaan. Karenanya, menurut ahli psikologi, karakter adalah sistem keyakinan dan kebiasaan yang ada dalam diri seseorang yang mengarahkannya dalam bertingkah laku. Hal yang paling mendasar dalam pembentukan karakter itu adalah pikiran. Karena dalam pikiran itulah semua tindakan manusia itu diprogram.
Dalam konteks inilah pendidikan karakter sangat penting guna memberikan asupan yang baik. Kaitan dengan ini maka pada titik berikutnya kita dapat menjelaskan tentang Empat Dimensi Pendidikan Karakter yakni olah pikir, olah hati, olah raga, dan oleh karsa. Hal yang patut dicatat dalam empat dimensi ini adalah keterkaitan di antara satu sama lainnya dilambangkan dengan empat lingkaran yang saling mengikat. Maknanya, karakter seorang individu dinyatakan lengkap jika keempat dimensi itu tumbuh dan berkembang dalam diri yang bersangkutan. Tidak sempurna pribadi seseorang jika hanya pintar saja (olah otak). Apa artinya jika kepandaian jika tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan, kemanusiaan, dan kesosialan serta kewargaan. Karena itu perlu olah hati. Tentu saja, selain otak dan hatinya perlu berkembang, manusia juga perlu berkembang raga dan karsanya. Hal demikian agar ia dapat hadir di lingkungan sosialnya. Otak yang pintar dan hati yang lembut, belum sepenuhnya berguna jika belum memberikan kemanfaatan bagi sekitarnya. Sedangkan olah raga, diperlukan agar seseorang memiliki keterjagaan fisik. Dengan sehat secara fisik, maka ketiga potensi sebelumnya, otak, hati, dan rasa, dapat dimanfaatkan secara optimal. Bayangkan, jika seseorang yang pintar otaknya, lembut hatinya, banyak karsanya, namun sakit-sakitan maka ia tidak akan memberikan dampak yang maksimal bagi lingkungannya.

Nilai Inti Pendidikan Karakter

Nilai inti pendidikan karakter terdiri dari empat aspek.
Pertama, jujur. Semua orang tidak terkecuali orang jahat apalagi orang baik, menyukai kejujuran. Kejujuran menghasilkan kebaikan. Dengan jujur, semua masalah menjadi mudah terpecahkan.
Kedua, cerdas. Sudah jelas jujur merupakan sesuatu yang mendasar dalam hidup seseorang. Namun jujur saja tetapi tidak cerdas, tentu kurang berarti karena akan lebih banyak menjadi beban bagi orang lain. Oleh sebab itu ia harus cerdas supaya bisa mengambil peran aktif dalam menjawab setiap persoalan.
Ketiga, bisa berteman. Apa artinya jujur dan cerdas namun tidak bisa bergaul dengan orang lain? Orang egois, mau menang sendiri saja, dan suka menyakiti orang lain tak banyak manfaatnya walaupun jujur dan cerdas. Karenanya karakter yang harus dimiliki adalah harus bisa berteman.
Keempat, bertanggung jawab. Inilah karakter yang menjadi taruhan seseorang dalam kehidupan sosialnya. Sebagai sikap ksatria, karakter bertanggung jawab mencerminkan kepribadian yang dapat diandalkan sekaligus membanggakan.

Tujuan Pendidikan Karakter

Bahwa pendidikan karakter bagi peserta didik Indonesia bertujuan hendak menjadikan manusia Indonesia sebagai individu yang memiliki tiga elemen sekaligus yakni :

Pertama, sebagai makhluk Tuhan yang mengakui bahwa semua makhluk di hadapan Tuhan itu sama. Bahwasanya sesame makhluk Tuhan tidak ada yang lebih unggul dan lebih hebat dari yang lainnya. Jika setiap orang memiliki pikiran seperti ini, niscaya akan timbul rasa saling mengasihi antar sesama. Hidup pun menjadi rukun dan saling menghormati, toleran dengan perbedaan, dan suka tolong menolong.

Kedua, sebagai manusia intelektual yang memiliki kepenasaranan untuk tahu (curiousity) terhadap berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, seseorang akan cerdas karena selalu berusaha menambah ilmu dan keterampilannya. Pada gilirannya, iptek yang dikuasainya tersebut dapat dimanfaatkan bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri melainkan juga kemaslahatan orang lain.

Ketiga, sebagai warga NKRI yang cinta dan bangga pada tanah air. Cinta dicirikan oleh rasa memiliki yang kuat pada NKRI yang berasaskan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Bangga diindikasikan oleh raihan prestasi yang disumbangkan pada NKRI demi kejayaan bangsa dan negara. Dengan tiga tujuan utama ini, pendidikan karakter bersifat komprehensif yang hendak menjadikan setiap anak bangsa memiliki watak yang menjunjung tinggi nilai ketaqwaan, kesosialan, dan kebangsaan. Lebih dari itu, watak ketaqwaan, kesosialan, dan kebangsaan tidak dilakukan secara membabi buta melainkan dilaksanakan dengan penuh kesadaran karena ketiga watak ini disertai dengan watak keilmuan (curiousity).
Hal ini sejalan dengan PERDA KABUPATEN BIMA Nomor 3 Tahun 2012 tentang pengelolaan dan pengembangan pendidikan pasal 71 menjelaskan bahwa tujuan pendidikan karakter ialah membentuk karakter bangsa yang  Pancasilais, meliputi :
a. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik dan benar;
b. membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; dan
c. mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya
diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat
manusia.Dijelaskan pula dalam Pasal 72
tentang fungsi Pendidikan karakter yakni
a. membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural;
b. membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan
mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat
manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; dan
c. membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri,
dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu
harmoni.

Kearifan Lokal untuk Pendidikan Karakter

Sungguh amat banyak nilai-nilai tradisional yang hidup dalam masyarakat yang dapat dijadikan sebagai muatan pendidikan karakter. Nilai-nilai tradisi ini telah menjadi kearifan lokal yang walaupun berbeda-beda di antara suku-suku bangsa namun memiliki kesamaan yang sangat signifikan. Manakala nilai-nilai tradisional ini hendak disinkronkan dengan pendidikan karakter niscaya sangat sejalan dengan nilai inti dan tujuan pendidikan karakter.

Tercatat dalam sejarah perjalanan bangsa kita, kepercayaan pada sesuatu yang supranatural menjadi bagian hidup dari kebanyakan suku. Selanjutnya kepercayaan kepada Tuhan  bukan saja menjadi landasan spiritual serta tuntutan dan tuntunan ritual para pemeluknya, melainkan pula menjadi sumber nilai dan norma sosial seperti kejujuran, tolong menolong, bertanggung jawab dan lain sebagainya. Seperti dimaklumi, salah satu pilar keimanan adalah percaya bahwa Tuhan maha melihat. Pilar inilah yang membuat pemeluk agama merasa harus selalu jujur. Pilar lainnya, setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak dihadapan Tuhan. Aspek inilah yang mendorong para pemeluk agama selalu mempertimbangkan setiap tindakannya: apakah sejalan dengan ajaran agama ataukah menyimpang. Sedangkan untuk sikap tolong menolong, setiap agama memerintahkannya minimal di anatara pemeluk agamanya masing-masing.

Di samping nilai dan norma yang bersumber dari agama, di tengah masyarakat kita dalam suku-suku bangsa Indonesia juga ada dan masih hidup nilai-nilai dan norma sosial yang bersumber dari adat. Biasanya kearifan lokal yang bersumber dari adat ini berbentuk pepatah petitih yang mengajarkan kebaikan seperti ajakan untuk menambah pengetahuan, dorongan untuk kerja keras, nasihat dalam mengumpulkan kekayaan, unggah ungguh berbahasa, cara menghormati orang lain, hingga ajaran melestarikan alam sekitar. Secara turun temurun kearifan lokal yang bersumber dari adat istiadat itu, dan bersanding dengan kearifan lokal yang bersumber dari ajaran agama, masih terus diwariskan dan sesungguhnya masih hidup di tengah masyarakat kita. Karena itu, ketika pendidikan karakter didengungkan ulang maka sejatinya kearifan lokal itu dapat digunakan untuk memperkuat pendidikan karakter. Sebaliknya pendidikan karakter ini merevitalisasi kearifan lokal untuk dimanfaatkan dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka sangat terbukalah peluang kita untuk menyandingkan pendidikan karakter dan kearifan lokal. Bilamana kita mampu menyandingkan dalam arti menunjukkan bahwa pendidikan karakter sejalan dengan nilai tradisi kita sendiri, maka efektivitas pendidikan karakter akan cepat terasa.
Namun demikian, penyelenggaraan pendidikan karakter di daerah ini masih berjalan serampangan, buram dan kelimpungan. Hal ini terlihat dari penerapan kurikulum yang kurang mempraktekkan nilai_nilai kearifan lokal yang hanya dicatut tapi tidak diimplementasikan dalam KBM, Dengan demikian, kedepan sekolah_sekolah sudah satanya mengeksplor aspek_aspek sebagaimana yang digariskan oleh pendidikan karakter "" S E M O GA....!!
×
Berita Terbaru Update