-->

Notification

×

Iklan

Rehabilitasi Sungai dan Terminal Akhir Air di Pesisir Ama Hami Harus Segera Dilakukan

Saturday, January 14, 2017 | Saturday, January 14, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2022-05-07T14:51:28Z
Foto: Imam Ahmad, Garda Asakota











SALAM REDAKSI


Tercatat, sudah tiga (3) kali banjir menerjang Kota Bima, yang pertama dan yang kedua yakni pada tanggal 21 dan 23 Desember 2016, dan yang ketiga kalinya yakni tanggal 13 Januari 2017. Banjir pertama dan kedua memakan banyak korban kerusakan rumah dan harta benda masyarakat serta fasilitas umum dan pemerintah. Terjangan banjirnya pun terjadi secara merata di seluruh wilayah Kota Bima.


Sementara banjir ketiga kemarin tidak separah waktu banjir pertama dan kedua, sebab tingginya hanya sampai sebetis serta hanya menggenangi beberapa wilayah seperti Kampung Dara, Kampung Sigi, Paruga, Kampung Sumbawa, Tanjung, dan Rontu.


Banjir pertama dan kedua terjadi akibat dari tingginya curah hujan yang turun secara merata di wilayah Kota Bima, Ambalawi, dan Wawo, sehingga Pusat Kota Bima yang menjadi alur pergerakan air melalui alur sungai Utara dan Timur menyatu menjadi satu dan menerjang pusat Kota Bima sehingga mengakibatkan banyak rumah-rumah warga serta harta kekayaan warga yang hanyut dibawa banjir. 


Pada banjir ketiga, curah atau intensitas air tidak terlalu tinggi di Kota Bima, hanya di wilayah Wawo saja curah hujan sangat tinggi dan berlangsung selama dua hingga tiga jam. Namun, meski curah hujan tidak terlalu tinggi di Kota Bima. Namun, akibat curah hujan yang tinggi di wilayah Wawo, akibatnya banjir pun meluap di sekitaran wilayah bantaran sungai padolo.


Pertanyaannya, kenapa pada banjir ketiga dengan tingkat curah hujan rendah di Kota Bima dan curah hujan hanya tinggi di wilayah Wawo, wilayah Kota Bima tetap kebanjiran?. Sementara musim hujan menurut BMKG ini masih akan berlangsung sampai dengan bulan Maret mendatang?.

Jika sewaktu-waktu curah hujan kembali berlangsung dengan tingkat yang tinggi dan merata seperti yang terjadi pada waktu banjir pertama dan kedua, maka Kota Bima akan kembali diterjang banjir bandang (Na’udzubillahimindalik). 


Lalu apa yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat Kota Bima saat sekarang yang paling urgen?. Sementara tentu kita tahu bersama, bahwa mekanisme kerja pemerintah itu sangat ribet dan berbelit-belit dengan segala macam tetek bengek prosedur yang kaku dan panjang dengan tahapan-tahapan seperti usulan anggaran ke Pusat, pembahasan ini dan itu, serta jadwal pelaksanaan program yang biasanya baru berlangsung di sekitar bulan Juni nanti. 

Jika menunggu mekanisme dan prosedur yang sangat ribet seperti ini, maka tentu kita akan sangat terlambat dengan kondisi musim saat ini yang memang musim hujan akan sampai pada sekitar Maret nanti.

Lantas apa yang harus segera dilakukan?. Dalam kondisi overmacht seperti ini, maka Pemerintah Daerah harus berani mengambil sikap dan tindakan yang cepat untuk segera melakukan penyewaan alat-alat berat yang berfungsi untuk mengeruk sungai-sungai yang mengalami pendangkalan dan penyempitan. 

Lebih khususnya lagi adalah pengerukan dan pelebaran pada terminal akhir atau tempat penampungan akhir arus air yang mengalami penyempitan dan pendangkalan di sekitar pinggir laut Ama Hami. 


Kenapa hal ini harus segera dilakukan?. Jika mencermati kejadian banjir yang ketiga, dengan tingkat curah hujan yang hanya tinggi di sekitar wilayah Wawo, sementara tingkat curah hujan di wilayah Kota Bima dan di Wilayah Utara sangat rendah, air banjir tetap meluap di perkampungan warga di sekitar bantara sungai padolo, ini menandakan bahwa arus air menuju terminal akhir pembuangan air yakni di pesisir laut Ama Hami itu mengalami kemandekan dan justru tertahan dan meluap ke perkampungan warga.

Langkah pengerukan dan pelebaran kembali tampungan air di wilayah Ama Hami sebagai terminal akhir dari arus sungai ini sangat penting dan sangat urgen untuk dilakukan saat sekarang ini. Pendangkalan dan penyempitan itu terjadi akibat banyaknya timbunan baru atau reklamasi yang dilakukan di Pesisir Ama Hami. 

Pemerintah juga harus membatalkan niatannya untuk membangun Masjid Terapung di Ama Hami, karena jika itu dilakukan, maka tentu akan semakin membuat Pesisir Ama Hami menjadi sangat dangkal dan sempit untuk menjadi tempat akhir perjalanan arus sungai dari Wawo. 

Cukuplah banjir pertama, kedua dan ketiga itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Pemerintah dan Masyarakat Kota Bima, bahwa keberhasilan dalam membangun aspek fisik itu bukanlah merupakan tujuan utama. Akan tetapi aspek kenyamanan dan jauh dari rasa trauma serta jauh dari rasa ketakutan itu lah yang lebih utama. 

Saat sekarang, perasaan traumatic warga Kota Bima itu khususnya masyarakat yang tinggal dipesisir sungai, sangatlah tinggi. Hujan yang sesungguhnya menjadi anugerah terindah bagi kehidupan akibat rasa trauma itu sekarang sudah berubah menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat.

Aspek lain yang harus juga dilakukan itu adalah upaya untuk membangun sikap gotong royong dari masyarakat sendiri untuk menghijaukan kembali gunung-gunung yang telah gundul dan penghentian eksploitasi tambang emas di wilayah pegunungan Wawo dan serta rehabilitasi areal tambang Marmer di Kota Bima. 

Kenapa aspek gotong royong dalam menghijaukan gunung itu perlu?. Gotong Royong itu adalah suatu sikap kesadaran bersama untuk merasakan derita yang dirasakan oleh saudaranya yang lain. 


Sikap ini juga akan menjadikan aspek penghijauan itu menjadi bagian bersama dari seluruh masyarakat yang ada untuk mau menjaga dan memelihara apa yang sudah ditanam. Sehingga ketika sudah ditanam, ada pengharapan tanaman yang ditanam itu akan tumbuh besar sesuai dengan harapan bersama. 

Coba kita ingat kembali, bagaimana program GERHAN dulu dilakukan untuk menghijaukan gunung yang gundul hanya menyisakan sejarah hampa. Jangan sampai hal itu berulang. Mentalitas masyarakat yang malas untuk menanam dan hanya berorientasi proyek itu harus segera dirubah agar cita-cita bersama menghijaukan hutan ini bisa terwujud. 

Begitu pun dengan eksplorasi atau eksploitasi tambang itu sesungguhnya tidaklah membawa kemanfaatan bagi seluruh masyarakat. Hanya kerusakan alam yang terjadi dengan dampaknya yang sangat luar biasa bagi masyarakat yakni derasnya arus air bandang. 


Masih banyak aspek-aspek lain yang bisa dikembangkan untuk mendapatkan uang atau PAD bagi Pemerintah. Sudah saatnya pemerintah menolak eksploitasi tambang di daerah untuk kebaikan bersama.

Semoga saja dengan langkah-langkah ini, jika pun pemerintah mau melakukannya dengan sesegera mungkin, maka hal ini tentu akan mengurangi meluapnya air banjir di perkampungan warga. 

Seraya kita membangun kesadaran moral masyarakat untuk senantiasa mengingat Alloh SWT dalam segala keadaaan dan tidak lupa berdo’a tentunya agar kita semua dijauhkan dari segala musibah, malapetak, laknat dan murkanya Alloh, Aamiin YRA. Wallahu’alam Bissawab.*).

×
Berita Terbaru Update