-->

Notification

×

Iklan

Mimpi Bencana Dan Kelahiran Ngaha Aina Ngoho

Wednesday, January 18, 2017 | Wednesday, January 18, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-01-18T10:47:56Z
Foto Ray Afriansyal Algifarih
Oleh: Alan Malingi


Apakah kita tidak merasa berdosa terhadap penderitaan generasi dan anak cucu kita yang akan datang akibat daripada kelalaian kita pada hari ini ? Apakah kita tidak beriba hati kelak “ di sana” mendengar berita mereka hidup dalam kehampaan dan merenangi kehidupan yang serba sulit akibat kita bermewah-mewah tanpa batas dengan rahmat tuhan pada hari ini ? Itulah penggalan pidato Ketua DPRD Kabupaten Dati II Bima periode 1977- 1982 H. Abdullah Tayib, BA pada saat Rapat Paripurna DPRD dalam rangka penerimaan jabatan sebagai pimpinan DPRD Kabupaten Datiu II Bima tanggal 22 September 1977. 

Seraya mengajak para undangan paripurna DPRD kala itu untuk menatap keluar gedung DPRD untuk menyaksikan hutan dan gunung yang telah tandus menganga, Sejarahwan Bima itu menawarkan solusi terbaik menghadapi perladangan liar. Sesungguhnya kekhawatiran akan kerusakan alam dan lingkungan dan bencana besar yang menimpa Dana Mbojo telah diprediksi sejak empat puluh tahun silam. Perladangan liar sudah marak terjadi sejak era 1970. Guliran ide dan gagasan untuk memberantas perladangan liar terus berlanjut. Pemerintah Kabupaten Bima merespon seruan dari lembaga legislative itu dengan melakukan serangkaian kampanye mencintai alam dan pencegahan pembabatan hutan.


DPRD membentuk 5 Kelompok Kerja (Pokja) yang langsung turun ke lokasi-lokasi yang marak dilakukan perladangan liar. Satuan kerja Pemerintah Daerah naik ke gunung-gunung untuk memberikan arahan dan sosialisasi tentang larangan perladangan liar. Pada pertengahan tahun 1980, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bima, H. Oemar Harun, Bsc yang dikenal dengan Ama Emo mencetuskan Motto “ Ngaha Aina Ngoho” yang gagasan awalnya diarahkan untuk larangan perladangan liar. Ama Emo langsung naik turun gunung mengkampanyekan larangan itu. Gunung-gunung disisir bersama Tim Terpadu yang dibentuk oleh Pemkab.Bima kala itu. Hasilnya memang cukup efektif meredam “ Ngoho”,

Tetapi alam, hutan dan gunung telah berada dalam kondisi yang cukup kritis. Ungkapan Ngaha Aina Ngoho adalah ungkapan yang teramat kasar jika ditinjau dari etika bahasa. Tetapi sebenarnya Ngaha Aina Ngoho yang digulirkan Oemar Harun memiliki makna yang luas dan dalam. Ngaha Aina Ngoho sebenarnya nasihat untuk berhemat dalam arti yang luas. Ajakan itu dihajatkan untuk berhemat dalam hal ekonomi dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada seperti air, hutan, dan lingkungan demi hari esok dan anak cucu. Motto Ngaha Aina Ngoho juga dilandasi petuah leluhur yang berbunyi “ To’i Ngaha Sa Oko, Na’e Ngaha Sa Onga “. Kecil makan merunduk, besar makan menengadah. Petuah itu berarti manusia harus senantiasa menimbang-nimbang kondisi ekonomi, tidak boros dan selalu menyisihkan untuk hari esok. 

Prediksi akan hadirnya bencana besar seperti Banjir Bandang yang melanda Kota Bima maupun Kabupaten Bima saat ini telah menjadi topik yang serius di kalangan para pemimpin Dana Mbojo empat puluh tahun silam. Serangkaian langkah telah dilakukan dengan melakukan pencegahan perladangan liar secara persuasif, terpadu dan konsisten. Para pemilik tegalan dianjurkan untuk membuat terasering dengan perintah menanam tanaman keras dan tanaman tahunan. Perintah menanam dan memanfaatkan sejengkal tanah untuk menanam pohon tertuang dalam program “ Catur Bhakti Utama Mbojo “. H. Oemar Harun adalah sosok yang selalu blusukan untuk mensuskseskan program Catur Bhakti Utama Mbojo ini. 

Pembangunan Waduk Pela Parado dan Dam Sumi digagas. Seiring dengan itu, dilakukan percetakan sawah baru dilakukan Pada tahun 2000, perladangan liar kembali marak terjadi. Hutan Ncai Kapenta rata tinggal kenangan. Aparat dilawan dengan parang dan tombak. Hutan berubah menjadi ladang yang hanya pada musim hujan ditanami padi, kacang,kedelai dan jagung. Sungai-sungai menyempit, drainase tidak berfungsi optimal, sampah, terutama sampah plastik di buang ke sungai dan parit, teluk Bima terus ditimbun. 

Dampak dari semua itu, setiap musim hujan, air sungai meluap dan memasuki akhir tahun 2016, prediksi yang telah dikemukakan di atas betul-betul terjadi. Tsunami dari arah timur membabat kota Bima yang mulai bersolek. Banjir Bandang melumpuhkan seisi kota. Tangisan Duka terus meradang. Generasi kini mulai merana dalam kehampaan. Mimpi empat puluh tahun silam menjelma menjadi kenyataan. Nah, solusi terhadap masalah ini adalah rehabilitasi dan perbaikan tata lingkungan yang sudah lama rusak. Tentu, perlu gerakan bersama baik pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi persoalan-persoalan seperti yang dikemukakan di atas. Semoga kita diberikan kekuatan dan tekad bersama menata kembali semua yang telah retak ini. 

Penulis : Alan Malingi Sumber : H.Abdullah Tayib, BA, Sejarah Bima Dana Mbojo, PT Harapan Masa PGRI Jakarta 1995
×
Berita Terbaru Update