Tragedi banjir besar tahun 2006 masih membekas dalam ingatan warga Kota Bima. Musibah banjir itu telah meninggalkan duka dan nestapa bagi para korban yang kehilangan harta benda bahkan jiwa sanak keluarganya.
Duka nestapa yang mulai angsur hengkang dalam ingatan warga, rupanya di tahun ini datang lagi. Bahkan, banjir di penghujung tahun 2016 ini justru jauh lebih besar bila dibanding banjir 2006, 10 tahun silam.
Selasa malam lalu (20/12), tepatnya,bakda Isya' Rahmat Tuhan dalam wujud air hujan seakan ditumpahkan dari langit mulai mengguyur Kota Bima. Intensitas tinggi dan merata, namun malam itu banjir belum tiba. Baru, di keesokan harinya, tepatnya Rabu (22/12) hujan yang datang tiada henti dengan seketika menghadirkan sebuah "tsunami" darat menghantam sebagian besar wilayah Kota Bima bagian Timur, dengan ketinggian air mencapai atap rumah warga. Jembatan runtuh, tanggul jebol, aspal tergerus, rumah hanyut, dan tembok-tembok rumahpun runtuh akibat hantaman derasnya arus air baik di wilayah Kota Bima bagian Selatan, Utara dan Barat. Semuanya jadi lautan banjir, Kota Bima seketika pun porak poranda.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Garda Asakota, dari sekian banyak wilayah yang terdampak banjir bandang salah satunya adalah Kelurahan Jatiwangi Kecamatan Asakota. Menurut Lurah setempat, Muhammad, S. Sos, hampir semua wilayah lingkungan terendam dengan tingkat kerusakan yang berbeda beda.
Menurut data sementara yang dihimpun pihaknya, untuk kelurahan Jatiwangi total kerugian yang dialami warganya sebanyak 29 rumah hanyut, 463 rumah terendam dan 291 rumah rusak berat.
Selain itu, kata dia, di beberpa lokasi lingkungan yang ada tanggul jebol sepeti di lingkungan Jatiwangi,Tolotongga, Pelita (kampung Wera) dan Gindi. "Data-data ini selanjutnya akan kita laporkan ke Pemkot Bima," ujarnya didamping Babinkamtibmas Kelurahan Jatiwangi, Mulyadin. (GA. Tony*)
