-->

Notification

×

Iklan

MENYAMBUT DUA ABAD MELETUS GUNUNG TAMBORA

Tuesday, April 7, 2015 | Tuesday, April 07, 2015 WIB | 0 Views Last Updated 2021-04-26T01:22:22Z
MENYAMBUT DUA ABAD MELETUS GUNUNG TAMBORA
Oleh: Mukhlis Abdullah

Gunung Tambora menunjukkan tanda-tanda akan meletus pada tanggal 5 April 1815, dan puncak letusan gunung Tambora terjadi dimulai pada malam hari pukul 19.00 WIT pada tanggal 10 dan 11 April 1815 menggoncangkan bumi dengan skala 7 dari tertinggi 8 pada indek VEI. 

Kekuatan ledakan tercatat 4 (empat) kali lebih besar dari ledakan gunung Krakatau pada tahun 1883, Kini tinggi gunung Tambora mencapai 2.831 meter. 


Sebelum meletus pada tahun 1815 gunung Tambora ketinggian mencapai 4.300 meter dan tercatat merupakan puncak tertinggi di Indonesia masa itu, dibandingkan dengan puncak Jaya Wijaya di Papua dengan ketinggian 3.050 meter.


14 Semburan muatan tafrit hingga 1,6X10  meter kubik, dan 100 kilometer kubik piroklastik trakiandesik dengan perkiraan massa 1,4X10  kilogram. Dentuman ledakan gunung Tambora menggetarkan Surabaya dan terdengar hingga 2600 kilometer, sampai ke Sumatera, Makassar, dan Ternate. 

Menurut catatan harian orang Belanda letusan gunung Tambora menggema sampai kebagian Barat laut benua Australia.


Letusan gunung Tambora menghasilkan endapan aliran piroklastik sejauh 20 kilometer, memuntahkan magmah hingga 100 kilometer kubik, menyemburkan abu dan debu vulkanik sejauh 1300 kilometer hingga mencapai Jawa Barat dan Batavia (Jakarta) diarah barat, dan Sulawesi Selatan (Makassar) dibagian Utara, dengan ketinggian volume hingga 400 kilometer kubik disemburkan keangkasa hingga menembus mencapai lapisan stratosfer pada ketinggian 44 kilometer diatas permukaan tanah.


Getaran gempa letusan gunung Tambora menggoncang Sumbawa, menggelegarkan samudra lautan sehingga terjadi tsunami setinggi hingga 4 meter pada pukul 10 WIT  pada tanggal 10 April 1815 mulai dari pesisir Sanggar, menerjang sampai kepantai Bima. 


Dan pada tengah malam gelombang tsunami menghempas sampai di Besuki Jawa Timur, dan menysuri pantai kepulauan Maluku, ketinggian air bah tsunami mencapai 2 meter.


Letusan gunung Tambora melenyapkan tiga Kerajaan, yaitu kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar, dan korban jiwa yang tercatat mencapai 71.000 jiwa dan bahkan ada yang mengatakan mencapai 97.000 jiwa, dan yang selamat hanya sekitar 200 jiwa. 


Korban jiwa yang langsung meninggal tercatat sekitar 12.000 jiwa, puluhan ribu jiwa sisanya meninggal akibat kelaparan, tercemarnya air minum oleh abu vulkanik, sulitnya bahan kebutuhan pangan dan terjangkiti wabah penyakit yang mengenaskan, Di Sumbawa sediktnya yang tewas 38.000 jiwa dan di Lombok sekitar 10.000 jiwa.


Lebih dari satu minggu langit diatas pulau Sumbawa hingga radius 600 kilometer dari gunung Tambora tertutup kabut hitam pekat membuat gelap gulita. Awan mendung meredupkan sinar matahari selama berbulan-bulan, suhu bumi dingin bahkan terjadi anomali cuaca seperti di New England, Amerika Serikat, dan turun salju pada bulan Juni, dan udara beku sampai pada bulan Agustus sehingga terjadi sungai es di Pennsylvania.


Sampai pada tahun 1816 abu vulkanik letusan gunung Tambora belum berhenti dan masih melintasi dunia meliputi seluruh Eropa dan Amerika Utara, yang berdampak kematian ternak dan kegagalan panen kentang, serta ratusan ribu jiwa manusia meninggal dunia akibat kelaparan dan epidemi. 


Tahun 1816 adalah tahun penuh dengan kesuraman dan keprihatinan dan diseluruh dunia dengan sebutan   “The Year Without Summer” atau “Tahun Tanpa Musim Panas”. Bornice de Jong Poers, dalam artikelnya berjudul Mount Tambora in 1815: A Volcanic Eroption in Indonesia and Its Aftermatcs, bahwa letusan gunung Tambora menjadi pemicu adanya epidemi kolera pertama kalinya didunia.


Peristiwa meletusnya Gunung Tambora menjadi sejarah kelam yang terus dikenang oleh warga yang hidup dan berkembang di lereng gunung tambora hingga saat ini. Secara historis Tambora identik dengan Bima, namun sekarang ini wilayah Tambora masuk dalam dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu NTB.


Kecamatan Tambora masuk dalam wilayah Kabupaten Bima terdiri dari 7 (tujuh) desa, yaitu desa Labuan Kananga, desa Oi Bura, desa Kawinda Na’E, desa Oi Panihi, desa Sori Katupa, desa Rasa Bou dan desa Kawinda To’i. Kecamatan Calabai masuk dalam wilayah Kabupaten Dompu terdiri dari 12 (dua belas) tesa yaitu, desa Pekat, desa Calabai, desa Pancasila, desa Doro Peti, desa Sori Tatanga, desa Sori Nomo, desa Kadindi, desa Kadindi Bawah, desa Nanga Miro, desa Beringin Jaya, desa Karombo, dan desa Nanga Kara.


Menyambut peringatan dua abad atau 200 tahun gunung Tambora meletus menjadi hajat orang Tambora yang didukung oleh Pemda Kabupaten Bima dan Dompu, serta Pemda Provinsi Nusa Tengga Barat (NTB), walaupun kepanitiaan sepenuhnya dipercayakan kepada Pemda Kabupaten Dompu NTB. 


Untuk memeriahkannya dengan berbagai kegiatan dan menyambut kedatangan para tamu domestik dari berbagai daerah di seluruh Indonesia maupun tamu dari Luar Negeri, dan kedatangan para ulama untuk melakukan syiar dan da’wah Islam, tadarrus dan khatam Al Qur’an dan berzikir bersama masyarakat Tambora dan Komunitas Peduli Tambora (KOPITARA) Bima di Tambora. 


Menjelajah dan mendaki puncak gunung Tambora, dapat ditempuh melalui tiga jalur, yaitu; Jalur pertama meliwati jalur Doro Ncanga kecamatan Pekat Kabupaten Dompu, dapat mempergunakan kendaraan mobil atau sepeda motor sampai di Pos III (tiga) dengan waktu tempuh selama 3 (tiga) jam, kemudian melanjutkan pendakian menuju puncak gunung Tambora dengan  berjalan kaki dengan waktu tempuh selama 3 (tiga) jam pula. 


Jalur kedua melalui portal Labuan Kananga kecamatan Tambora kabupaten Bima dengan jadwal keberangkatan pada pagi hari jam 07.00 WITA hingga sampai di Pos V pada jam 19.00 WITA dan Istrahat.


Kemudian melanjutkan perjalanan pada pagi hari jam 03.00 WITA menuju kepuncak gunung Tambora dan tiba pada jam 06.00 WITA. Jalur Pendakian melintasi Panorama Rimba Raya yang masih murni. Jalur ketiga melalui Toro Oi Marai desa Kawinda To’i kecamatan Tambora Kabupaten Bima, star pada pagi hari jam 07.00 WITA, sampai di Pos IV pada sore hari jam 05.00 WITA lalu istrahat, pendakian selanjutnya dimulai pada pagi hari jam 03.00 WITA dan sampai di Puncak Gunung Tambora pada jam 06.00 WITA. 


Jalur pendakian melintasi rimba raya dan melewati tiga Air Terjun. Dari ketiga jalur pendakian tersebut, bagi pendaki yang menempuh jalur kedua dan ketiga tidak akan mengalami kesulitan air minum karena banyak menemukan mata air dan sungai selama dalam perjalan hingga sampai di puncak gunung Tambora. 


Dan demi kelancaran pendakian ke puncak gunung Tambora tersedia layanan jasa Guide dan Porter antara lain; Pertama, team bapak Hasdin yang bermarkas di Doro Peti dengan nomor kontak 085935666350, yang akan mengantar melalui Jalur Doro Ncanga-Pekat-kab. Dompu. Kedua, team bapak Suleman (Leman) yang bermarkas di Labuan Kananga-Tambora-kabupaten Bima, nomor kontak 085338031255, yang akan menemani pendakian melalui Portal Labuan Kananga-Tambora-kab. Bima.


Ketiga, team bapak Herman yang bermarkas di desa Kawinda To’i-Tambora - kabupaten Bima, nomor kontak 082342697567, yang akan memandu pendakian melalui Toro Oi Marai. Selain ketiga orang tersebut terdapat banyak pemandu atau guide dari komunitas pecinta alam baik yang berada di kabupaten Dompu, Kabupaten Bima serta Kota Bima.*

Penulis adalah (Masyarakat Peduli Tambora “KOPITARA”)

×
Berita Terbaru Update