-->

Notification

×

Iklan

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

Monday, January 19, 2015 | Monday, January 19, 2015 WIB | 0 Views Last Updated 2015-01-19T04:34:48Z
Oleh: Lili Asmawati, SP
Sektor pertanian di Nusa Tenggara Barat merupakan  sektor  yang  esensial mengingat sebagian besar masyarakat NTB bermata pencaharian sebagai petani. Sektor ini sangat tergantung pada kondisi alam di NTB dan faktor teknis atau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh petani selama proses budidaya. Hal ini menuntut adanya inovasi dalam teknik bercocok tanam dengan tetap mempertahankan keselarasan alam. Teknik bercocok tanam yang dilakukan petani di NTB yakni secara tradisional dan modern.
Sejauh ini teknik bercocok tanam yang dilakukan umumnya masih menggunakan input kimiawi dengan dosis tinggi baik dalam bentuk pupuk maupun pestisida untuk penanganan hama dan penyakit tanaman. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang setiap masa tanam dan dosisnya semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan input kimia dengan dosis yang tinggi dalam jangka waktu yang lama menyebabkan terjadinya akumulasi residu bahan kimia berbahaya di dalam tanah dan berpotensi mencemari lingkungan. Fenomena lain yang timbul sebagai akibat langsung dari penggunaan bahan kimia ini adalah menurunnya kualitas fisika dan kimia tanah yang berdampak pada berkurangnya keragaman hayati dan musuh alami organisme pengganggu tanaman serta  munculnya hama-hama yang resisten.
Selain terjadinya  degradasi  lingkungan,  residu  bahan kimia tersebut juga terakumulasi  di dalam jaringan tanaman dan tetap bertahan sampai dikonsumsi oleh manusia(1). Oleh karena itu biasanya apabila kita mengkonsumsi sayuran maupun buah-buahan yang mengandung residu bahan kimia berbahaya akan menyebabkan terjadinya akumulasi bahan kimia tersebut di dalam tubuh manusia.
Beberapa jenis pestisida tertentu  memiliki  struktur  kimia  yang  sangat  kuat  dan  tidak  dapat  diuraikan didalam tubuh manusia sehingga dapat bertahan selama bertahun-tahun. Hal ini sangat  beresiko  meracuni  tubuh  manusia  dan  merusak  organ-organ  penting  di dalamnya serta berpotensi merangsang terbentuknya sel-sel kanker(1).
Melihat fenomena tersebut tentunya kita sebagai akademisi pertanian perlu berpartisipasi membantu petani terlebih lagi para petani yag ada didaerah kita. Salah satu bentuk partisipasi yang dapat diberikan kepada petani adalah suatu bentuk Inovasi yang dapat meningkatkan produksi pertanian sehingga meningkatkan pendapatan petani. Inovasi yang dapat diterapkan ditingkat petani di NTB dalam teknik budidaya dan pengendalian hama dan penyakit tanamanan yang berorientasi pada kualitas hasil tanpa mengesampingkan keselarasan lingkungan. Teknik ini sering dikenal dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan suatu cara bertani yang mengandalkan pada berimbangnya siklus - siklus yang berlangsung di dalam sebuah ekosistem(2). Dalam sistem ini penggunaan input  kimiawi sangat dibatasi atau tidak digunakan sama sekali. Peran dekomposer-dekom poser yang hidup di dalam tanah sangat penting artinya dalam proses penguraian bahan-bahan organik yang sangat bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Selain itu adanya musuh-musuh alami organisme pengganggu tanaman baik berupa predator maupun sifat tertentu dari tanaman merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk pengendalian hama dan penyakit  tanaman.
Berikut secara ringkas dijelaskan beberapa cara pengendalian hama dan penyakit tumbuhan yang berbasis ramah lingkungan antara lain :
1.    Pengenalian secara bilogis melalui pemanfaatan mikroorganisme entomopatogen sebagai bahan aktif dalam pembuatan biofungisida dan biokompos. Sejauh ini telah banyak dikembangkan biofungisida dan biokompos yang diformulasi dalam berbagai bentuk dengan kombinasi bahan-bahan organik lainnya seperti seresah daun kopi, lamtoro, gamal, dan sebagainya. Jenis mikroorganisme yang bersifat antagonis adalah seperti jamur Trichoderma spp., Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae), Bakteti entomopatogen (Bacillus thuringiensis), ada juga dari kelompok virus dan nematoda. Kelebihan dari cara ini adalah tidak menyebabkan pencemaran lingkungan, proses berlangsung secara alami, hemat secara tenaga dan biaya karena pada dasarnya semua bahan yang digunakan tersedia di alam, tinggal bagaimana kita sebagai pelaku pertanian dapat mengelolahnya dengan baik. Formulasi biofungisida biasanya dapat dibuat dalam tiga bentuk formulasi yakni cair, serbuk, dan tablet. Ketiganya memiliki efektivitas yang sama dalam mengendalikan pathogen tertentu. Selain pemanfaatan mikroorganisme pengendalian secara biologis dapat memanfaat predator, parasitoid, dan parasit dari hama atau pathogen tertentu.
2.    Pemanfaatan tumbuhan yang berpotensi sebagai biopestisida
Biopestisida memiliki sifat yang mudah terurai dan tidak meninggalkan residu sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai biopestisida sangat banyak tersedia di alam. Diantaranya adalah daun jarak pagar, daun nimba, daun sirsak. Cara pembuatannyapun sangat sederhana dan membutuhkan waktu yang singkat.
3.    Pengendalian secara fisik dan mekanis
Pengendalian secara fisik dan mekanik merupakan tindakan yang kita lakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung untuk: (1) mematikan hama; (2) mengganggu aktivitas fisiologi hama; (3) mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan hama(2). Tindakan secara fisik dapat dilakukan dengan cara pemanasan, pendinginan, pembakaran, pengeringan, penggunaan lampu perangkap, dan sebagainya.
Sedangkan pengendalian secara mekanik merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mematikan atau memindahkan hama atau pathogen secara langsung, baik dengan tangan atau dengan bantuan alat dan bahan lain. Tindakan secara mekanik dapat dilakukan dengan cara pengambilan dengan tangan, pemasangan perangkap, dan pengusiran secara langsung.
4.    Pengendalian secara bercocok tanam (kultur teknis)
Pengendalian hama dan penyakit tumbuhan yang dilakukan dengan cara ini yakni pengendalian dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga tidak cocok untuk perkembangan hama dan pathogen sehingga dapat mengurangi populasi dan intensitas hama dan penyakit tertentu(2). Teknik pengendalian secara bercocok tanam dapat dilakukan dengan cara sanitasi, pengolahan tanah, pengelolaan air, rotasi tanaman, penanaman serentak, pengaturan jarak tanam, penggunaan mulsa dan penggunaan tanaman perangkap. Salah satu contoh penggunaan tanaman perangkap adalah penanaman tanamann turi (Sesbania sp.) disekitar area penanaman kedelai, kacang hijau dan kacang panjang karena mampu mengurangi populasi dan intensitas serangan dari hama polong. Hal ini dikarenakan hama polong akan terpusat pada tanaman turi, mengingat tanaman turi dijadikan sebagai tanaman perangkap maka perlu ditanam sebelum penanaman tanaman utama misalnya kedelai, sehingga padaa saat tanaman kedelai berbunga turi juga akan berbunga. Diharapkan dengan cara ini dapat menghemat biaya pengendalian.
Pada dasarnya memang aplikasi pengendalian hama dan penyakit tanaman berbasis ramah lingkungan ini masih sulit dilakukan di kawasan pertanian di NTB, salah satu kendala yang dihadapi adalah minimnya pengetahuan dan kesadaran petani sebagai pelaku utama pertanian akan pentingnya pengendalian berbasis ramah lingkungan, tentunya masalah ini menjadi tanggung jawab bersama, sehingga perlu adanya bantuan dari seluruh pihak terkait termasuk akademisi pertanian berperan dalam menyalurkan ide dan inovasinya serta peran pemerintah sebagai pengawas, karena pada dasarnya memulai itu sulit namun kalau bukan sekarang kapan lagi dan kalau bukan kita siapa lagi.

Penulis: Alumni Universits Mataram.  Penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) LPDP
Program Magister Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Gadjah Mada

×
Berita Terbaru Update